REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemanasan global yang terjadi dalam beberapa tahun tahun belakangan terus berlanjut. Maret 2017 jadi bulan terpanas kedua menyusul Februari 2017 yang juga jadi Februari terpanas kedua dan Januari 2017 menjadi Januari terpanas ketiga dalam 35 tahun terakhir sejak 1980 hingga 2015.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Antariksa Nasional AS (NASA) NASA akhir pekan ini, suhu pada Maret 2017 1,12 derajat Celcius lebih hangat dibanding rata-rata suhu pada Maret antara 1951-1980. Maret terpanas sendiri sejauh ini ditempati Maret 2016 dimana suhu kala itu 1,27 derajat Celcius di atas rata-rata yang sama. Efek El Nino sendiri dikecualikan pada pengukuran suhu global pada 2016, demikian dilansir Live Science akhir pekan ini.
Tingkat karbondioksida saat ini melebihi batas yang pernah tercatat dalam sejarah manusia. Sejak Revolusi Industri dimulai, kadar karbondioksida telah meningkat dari sekitar 280 ppm menjadi lebih dari 400 ppm. Angka ini diprediksi akan menyentuh 410 ppm dalam beberapa pekan ke depan.
Meski masih di bawah 'prestasi' 2016 sebagai tahun terpanas, berdasarkan proyeksi Badan Meteorologi Inggris (U.K. Met Office), 2017 tetap diprediksi termasuk dalam tahun-tahun terpanas bumi. Perwakilan Met Office, Adam Scaife, mengatakan sejauh ini, catatan data menunjukkan kesamaan dengan prediksi yang dibuat Met Office.
Met Office sendiri sejauh ini sudah mencatat tiga tahun terpanas berturut-turut. ''Pada 2017 ini kami lihat ada saat-saat dimana suhu sangat tinggi,'' kata Scaife.
Dari 17 tahun-tahun terpanas, menurut Badan Atmosferik dan Oseanik Nasional AS (NOAA), 16 di antaranya tercatat ada di abad ke 21 dengan pengecualian El Nino pada 1998. Tahun-tahun terpanas itu tercatat muncul sejak 2010 lalu.