Ahad 12 Aug 2018 05:00 WIB

Ilmuwan Sebut Pemanasan Global Makin Sulit Dicegah

Ilmuwan menyebut ada resiko Bumi memasuki 'Hothouse Earth'.

Pemanasan Global. Ilustrasi
Foto: Dailymail
Pemanasan Global. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Satu studi baru menyatakan bahwa mempertahankan pemanasan global sebesar 1,5 sampai dua derajat Celsius mungkin lebih sulit daripada perkiraan sebelumnya. Pemanasan global sulit dicegah meski pengurangan buangan karbon yang diserukan di dalam Kesepakatan Paris dipenuhi.

Dalam studi yang dipublikasikan pekan ini di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, ilmuwan menyebut ada resiko Bumi memasuki 'Hothouse Earth'. Studi ini dilakukan oleh para ilmuwan dari Australia, Swedia dan Denmark.

Iklim Hothouse Earth dalam jangka panjang akan stabil pada kondisi rata-rata global empat sampai lima derajat Celsius lebih tinggi daripada temperatur pra-industri dengan tingkat permukaan air laut 10 sampai 60 meter lebih tinggi daripada hari ini. Saat ini, temperatur rata-rata global cuma lebih satu derajat di atas temperatur pra-industri dan naik 0,17 derajat per dasawarsa.

"Pemanasan global ulah manusia dua derajat Celsius mungkin memicu proses lain sistem Bumi, yang seringkali disebut 'umpan balik" yang dapat memicu pemanasan lebih jauh, sekalipun kita menghentikan buangan gas rumah kaca," kata penulis dokumen itu Will Steffen dari Australian National University.

Para peneliti tersebut mempertimbangkan 10 proses umpan-balik alam yang sebagian adalah unsur puncak yang mengarah kepada perubahan mendadak jika jejak penting dilewati. Pertama, umpan-balik itu adalah pencairan lapisan es bawah permukaan.

Kedua, hilangnya metana hidrat dari dasar samudra. Ketiga, tanah yang melemah dan tenggelamnya karbon samudra, peningkatan respirasi bakteri di samudra. Selanjutnya, kematian hutan hujan Amazon, kematian hutan utara, berkurangnya lapisan es belahan Bumi Utara, hilangnya es samudra musim panas Kutuk Utara dan berkurangnya lapisan es Kutub Selatan dan lapisan es kutub.

"Semua unsur puncak ini dapat berpotensi bertindak seperti deretan kartu domino. Segera setelah satu didorong, unsur tersebut mendorong Bumi ke arah yang lain," kata Johan Rockstrom, Direktur Pelaksana Stockholm Resilience Centre.

Untuk menghindari skenario tersebut, tidak cukup hanya mengurangi karbon dioksika dan buangan gas lain rumah kaca. Studi itu merekomendasikan pentingnya peningkatan dan pembentukan penyimpanan baru karbon biologi, pelestarian keragaman hayati dan teknologi yang menghilangkan karbon dioksida dari atmosfir dan menyimpannya di bawah tanah diperlukan.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement