REPUBLIKA.CO.ID, SACRAMENTO -- Ilmuwan menemukan hal baru dari Bulan di Jupiter yakni Europa. Dalam sebuah penyelidikan menggunakan data Galileo Near-Infrared Mapping Spectrometer, pandangan yang berlaku bahwa unit endogen Europa kaya akan garam sulfat.
Namun, analisis berbeda ditemykan dari analisis spektral cahaya yang terlihat, para ilmuwan planet di Caltech dan Jet Propulsion Laboratory, yang dikelola Caltech untuk NASA. Tim menemukan bahwa warna kuning yang terlihat pada bagian-bagian permukaan bulan Jupiter ini adalah natrium klorida. Natrium klorida adalah salah satu senyawa yang dikenal di bumi yang digunakan sebagai garam makanan, serta komponen utama garam laut.
Penemuan ini sekaligus menunjukkan bahwa lautan di bawah permukaan Europa secara kimiawi lebih menyerupai lautan bumi, dibandingkan perkiraan sebelumnya. Interpretasi yang berlaku dari spektrum dari Galileo Near-Infrared Mapping Spectrometer (NIMS) menunjukkan permukaan yang didominasi oleh tiga medan kimia: es air, asam sulfat hidrat, dan bahan non-es tambahan. Sejak saat misi Galileo, telah telah ditafsirkan sebagai garam sulfat endogen dari lautan interior.
Bulan Jupiter yang dinamakan sebagai Europa merupakan versi lebih kecil dari bulan yang muncul di bumi. Ini terbuat dari batu silikat dan memiliki kerak air-es dan mungkin inti besi-nikel.
Selain itu, bulan Jupiter ini juga memiliki atmosfer yang sangat tipis, secara khusus terdiri dari oksigen. Di bawah kerak esnya, Europa memiliki lautan air asin yang bersentuhan dengan dasar laut berbatu, menjadikannya tempat yang menarik untuk mengeksplorasi kelayakhunian di tata surya.
Namun, potensi laut untuk mendukung kehidupan di sana sangat bergantung pada komposisi dan anggaran energi kimia yang sebagian besar tetap tidak dibatasi. Salah satu hal terbaik untuk dapat memahami sifat kimia di laut Jupiter Europa tersebut adalah dengan mempelajari komposisi permukaan geologis yang muda dan aktif.
Temuan spektometer
Spektrometer Galileo menemukan es air dan zat yang tampak seperti garam magnesium sulfat, garam Epsom, yang digunakan dalam rendaman rendaman. Karena cangkang es masih muda secara geologis dan memiliki banyak bukti terkait aktivitas geologis masa lalu, diyakini bahwa garam yang ada di permukaan dapat berasal dari laut di bawahnya. Karena itu, para ilmuwan telah lama menduga komposisi lautan yang kaya akan garam sulfat.
Namun, perkiraan itu seluruhnya berubah ketika data resolusi spektral yang lebih tinggi dari Observatorium W. M. Keck di Maunakea mengatakan bahwa para ilmuwan nampaknya tidak benar-benar melihat magnesium sulfat di Europa.
Sebagian besar garam sulfat yang dipertimbangkan sebelumnya sebenarnya memiliki serapan berbeda yang seharusnya terlihat dalam data Keck yang lebih berkualitas, tetapi spektrum yang diharapkan mencerminkan komposisi internal tak memiliki karakteristik penyerapan sulfat.
“Kami berpikir bahwa mungkin melihat natrium klorida, tetapi mereka pada dasarnya tidak memiliki fitur dalam spektrum inframerah,” ujar Mike Brown dari Astronomi Planet di Caltech dilansir Techexplorist, Jumat (14/6).
Hipotesa garam laut sudah muncul
Seorang peneliti lainnya yaitu Kevin Hand telah meng-iradiasi garam laut di laboratorium dalam kondisi seperti Europa. Dia menemukan bahwa beberapa fitur baru yang berbeda muncul setelah iradiasi pada bagian spektrum yang terlihat. Ia juga menemukan bahwa garam berubah warna ke titik yang dapat diidentifikasi dengan analisis spektrum yang terlihat.
Sebagai contoh adalah natrium klorida yang mengubah warna kuning yang mirip dengan yang terlihat di daerah yang secara geologis muda di Europa dikenal sebagai Tara Regio. Hand juga mengatakan sodium chloride agak mirip dengan tinta yang tidak terlihat di permukaan Europa.
“Sebelum iradiasi, Anda tidak bisa mengatakannya di sana, tetapi setelah iradiasi, warnanya langsung keluar ke arah Anda,” jelas Hand.
Kemudian, seorang mahasiswa pascasarjana Caltech Samantha Trumbo juga mengatakan bahwa tidak ada yang pernah menggunakan spektra panjang gelombang Europa, yang terlihat sebelum memiliki resolusi spasial dan spektral semacam itu. Ia menuturkan bahwa pesawat ruang angkasa Galileo tidak memiliki spektrometer yang terlihat.
“Itu hanya memiliki spektrometer inframerah dekat,” kata Trumbo.
Sementara, para ilmuwan dengan menggunakan teleskop luar angksa Hubble telah mengidentifikasi penyerapan berbeda dalam spektrum yang terlihat pada 450 nanometer. Spektrum ini cocok dengan garam teriradiasi secara tepat. Dari sana, kesimpulan yang membenarkan bahwa warna kuning Tara Regio mencerminkan adanya natrium klorida yang teriradiasi di permukaan.
“Kami memiliki kapasitas untuk melakukan analisis ini dengan teleskop luar angkasa Hubble selama 20 tahun terakhir, hanya saja tidak ada yang berpikir untuk melihat,” jelas Brown.
Namun, temuan itu tidak menjamin bahwa natrium klorida ini berasal dari samudera bawah permukaan bulan. Sementara, Trumbo berkata magnesium sulfat akan dengan mudah larut ke dalam lautan dari bebatuan di dasar lautan, tetapi natrium klorida dapat mengindikasikan bahwa dasar lautan aktif secara hidrotermal.
“Itu berarti Europa adalah tubuh planet yang secara geologis lebih menarik daripada yang diyakini sebelumnya,” kata Trumbo.
Temuan ini telah dipublikasikan secara lengkap di Science Advances pada Rabu (12/6) lalu.