REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Penelitian baru di Amerika Serikat menemukan anak-anak yang terpapar penghambat api semasa janin dapat memiliki peningkatan risiko masalah membaca di masa kanak-kanak. Studi skala kecil ini dilakukan oleh para peneliti dari Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons.
Mereka mengamati 33 anak berusia lima tahun yang semuanya pemula dalam membaca. Para peneliti mengamati sampel darah yang diambil dari ibu mereka selama kehamilan untuk menganalisis anak-anak yang terpapar kandungan eter difenil polibrominasi (PBDEs), bahan kimia penghambat nyala api (flame retardant) yang diketahui memiliki efek negatif pada perkembangan otak.
Anak-anak juga menjalani pemindaian MRI dan mereka dinilai untuk menemukan masalah dalam membaca. Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Enviromental International ini menunjukkan bahwa anak-anak yang bagus jaringan otaknya terkait fungsi kemampuan membaca memiliki lebih sedikit masalah dengan bacaan.
Selain itu, tim juga menemukan anak-anak yang memiliki paparan PDBEs yang lebih besar di dalam rahim memiliki jaringan membaca yang kurang efisien. Namun, paparan PDBEs yang lebih besar tampaknya tidak memengaruhi fungsi jaringan otak lain, yang terlibat dalam proses sosial dan dikaitkan dengan gangguan kejiwaan, seperti gangguan spektrum autisme.
Para peneliti menunjukkan, paparan PDBEs masih jamak, meski bahan itu sekarang sudah dilarang penggunaannya. Sebab, penghambat nyala itu terus dilepaskan dari produk yang ada di rumah, seperti kain, furnitur dan elektronik.
Para peneliti mengatakan, sekitar dua juta anak-anak di AS memiliki gangguan belajar. Dari jumlah ini, sekitar 80 persen memiliki gangguan membaca.
Genetika tampaknya menyebabkan sekitar 60 persen kejadian gangguan membaca. Namun, paparan terhadap neurotoksikan, termasuk PDBEs, mungkin merupakan faktor risiko yang diabaikan untuk masalah membaca.
Mereka juga mencatat penelitian sebelumnya menemukan paparan PDBEs terkait dengan masalah membaca anak berusia delapan tahun.
“Karena masalah pemrosesan sosial bukan asek umum dari gangguan membaca, temuan kami menunjukkan paparan PDBEs tidak memengaruhi seluruh otak, hanya wilayah yang terkait dengan membaca,” kata peneliti Amy Margolis PhD, seperti yang dilansir dari Malay Mail, Kamis (16/1).
“Temuan kami menunjukkan efek paparan ada di otak sebelum kita dapat mendeteksi perubahan perilaku. Studi di masa depan harus memeriksa apakah intervensi perilaku pada usia dini dapat memengaruhi dampak dari paparan ini pada masalah membaca yang muncul kemudian,” ujarnya.