REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Teguh Setiawan/Wartawan Senior Harian Republika
Sejak 1999, banyak pakar telah mengidentifikasi nenek moyang HIV-1 adalah virus SIVcpz yang ditularkan simpanse ke manusia. Tapi, simpanse bukan pemilik asli virus itu. Para pakar juga kesulitan menemukan primata pemilik asli virus itu.
Terlebih, SIVs juga dibawa oleh hampir semua spesies monyet di Afrika. Simpanse hanya salah satunya dan diketahui terinfeksi secara alami.
Sejumlah pakar berkeyakinan, infeksi virus SIV pada simpanse relatif baru. Sedangkan, monyet lain jauh lebih lama mengalami penularan virus mematikan ini.
Studi ini memperlihatkan strain SIVcpz muncul kali pertama di tubuh simpanse melalui penularan ulang dan rekombinasi SIVs dari monyet kepala merah mangabey dan monyet hidung besar. Untuk memenuhi kebutuhan protein, simpanse menjadikan kedua primata itu sebagai buruan.
Di belahan barat dan tengah Afrika, pemburu sering menemukan simpanse melahap bangkai monyet kepala merah mangabey dan monyet hidung besar. Seekor simpanse berulang kali memangsa kedua primata keluarganya itu.
Suku-suku pedalaman Afrika menjadikan simpanse sebagai sumber protein. Mereka membantai monyet cerdas itu dan memakan dagingnya. Konsumsi daging monyet yang berulang-ulang menyebabkan tubuh manusia terus menerus tertular virus.
Tubuh manusia tidak hanya memperoleh satu, tapi dua virus yang berbeda akibat silang transmisi antarspesies.
Frederic Bibollet-Ruche, seorang peneliti Prancis, yakin penularan SIV dari simpanse ke manusia terjadi sebelum 1930. Dia juga yakin, monyet dan simpanse membawa strain SIV yang berbeda yang bisa masuk ke tubuh manusia dan menciptakan epidemi baru di muka bumi. "Spesies primata memperoleh virus dalam kondisi alamiah," ujar Bibolet-Ruche.
Penelitian sebelumnya mengungkapkan, SIV tidak menimbulkan penyakit pada simpanse dan monyet. Artinya, kedua primata itu tidak mengenal AIDS. Pun, tidak ada bukti monyet-monyet di Afrika mati akibat kehilangan sistem kekebalan tubuh.