Jumat 22 May 2015 22:53 WIB

Kesenjangan Antara Si Kaya dan Si Miskin Kian Tinggi

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pemulung cilik berjalan saat mencari sisa sampah di kawasan Jakarta Timur. Bank Dunia melaporkan sekitar 870 juta orang hidup sangat miskin di seluruh dunia.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pemulung cilik berjalan saat mencari sisa sampah di kawasan Jakarta Timur. Bank Dunia melaporkan sekitar 870 juta orang hidup sangat miskin di seluruh dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kesenjangan antara orang kaya dan miskin di dunia semakin melebar.  Hal tersebut terungkap melalui survei terbaru yang dilakukan Organization for Economic Co-operation Development (OECD) kepada 34 negara anggota, termasuk Indonesia.

Dalam laporan yang diumumkan Kamis (21/5), OECD  menyebutkan bahwa 10 persen orang terkaya di dunia memiliki penghasilan 9,6 kali lipat lebih besar dari 10 persen penduduk termiskin. "Kita telah mencapai titik kritis. Kesenjangan di negara-negara OECD saat ini adalah yang tertingi," kata Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria melalui situs resmi OECD.

Gurria menyampaikan, pada tahun 1980-an, perbandingan kesenjangan pendapatan hanya 7:1, sedangkan pada awal tahun 2000-an meningkat menjadi 9:1.  Jurang kemakmuran juga semakin tinggi dimana 40 persen orang termiskin, hanya menguasai tiga persen dari keseluruhan kekayaaan rumah tangga pada tahun 2012. Sedangkan satu persen orang terkaya, menguasai 18 persen total kekayaan.

OECD menyatakan faktor utama penyebab kian tingginya kesenjangan pendapatan adalah disebabkan semakin banyaknya pekerja paruh waktu dan pekerja kontrak. Dalam kurun waktu 1995-2013, disebutkan ada lebih dari 50 persen pekerjaan paruh waktu dan kontrak tercipta di negara-negara OECD.

"Pekerja paruh waktu dan kontrak memiliki pendapatan yang tidak stabil dibandingkan pekerja tetap," demikian disebutkan dalam laporan OECD. Faktor lainnya karena pekerja wanita memiliki gaji lebih rendah 15 persen ketimbang pria.

Dilaporkan OECD, ketimpangan pendapatan paling parah terjadi di Cili, Meksiko, Turki, Amerika Serikat dan Israel. Tentu juga di negara-negara berkembang seperti Brasil. Sementara yang paling rendah adalah Denmark, Slovenia, dan Norwegia.

Untuk mengurangi ketimpangan, OECD menyarankan agar setiap negara meningkatkan proporsi perempuan dalam pekerjaan, termasuk jumlah upah. Kemudian memperbaiki kualitas pekerjaan, mendorong investasi di sektor pendidikan dan kepelatihan.

Redistribusi pajak dan transfer  juga menjadi cara efektif mengurangi ketimpangan. Orang-orang kaya harus membayar pajak lebih tinggi. Dan hasil penerimaan dari pajak tersebut digunakan untuk pembangunan serta bantuan sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement