Jumat 29 Jun 2018 00:27 WIB

BPIP: Memahami Pancasila tidak Bisa dalam Waktu Singkat

Keliru kalau disebut penafsiran Pancasila dimonopoli BPIP

Rep: Rizky suryarandika/ Red: Esthi Maharani
Peserta tengah mendengarkan paparan materi dalam seminar di Ponpes Al-Idrisiyah Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Kamis (28/6).
Foto: Rizky Suryandika / Republika
Peserta tengah mendengarkan paparan materi dalam seminar di Ponpes Al-Idrisiyah Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Kamis (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) membantah sebagai lembaga yang satu-satunya bisa menafsirkan pemahaman Pancasila. BPIP berusaha merangkul berbagai kalangan, termasuk Pancasila dalam memahami Pancasila.

Staf Ahli BPIP Asep Salahudin menyampaikan pihaknya mengadakan program sosialiasi dan focus group discussion ke berbagai kelompok masyarakat. Tujuannya merangkul pandangan dan pikiran kelompok masyarakat terhadap Pancasila. Dengan begitu pemahaman Pancasila tak hanya dimonopoli sepihak saja.

"Tidak bisa seperti zaman dulu sampaikan Pancasila secara vertikal lewat indoktrinisasi. Harus sistemik, berbagi dalam pemaknaan sehingga satu sama lain merasa memiliki pancasila. Keliru kalau disebut penafsiran Pancasila dimonopoli BPIP," katanya pada wartawan ketika menjadi salah satu narasumber seminar di Ponpes Al-Idrisiyyah Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Kamis (28/6).

Guna meningkatkan pemahaman Pancasila, BPIP juga menargetkan sosialisasi ke kelompok masyarakat yang patut diduga menganut paham radikalisme. Lewat upaya itu BPIP, kata dia, berharap bisa merangkul semua kelompok masyarakat.

"Nanti semuanya, enggak hanya ke masyarakat yang satu paham tapi ke mereka yang pahamnya beda, punya agenda sendiri. Mengapa mereka punya sikap begitu? coba dari hati ke hati. Ideologi negara jadi payung naungi komponen bangsa," jelasnya.

Ia mengakui upaya memahami Pancasila antar komponen masyarakat tak bisa memakan waktu singkat. Namun optimis Pancasila dapat diterima semua kalangan di Indonesia.

"Sampaikan ideologi harus sabar tidak bisa tergesa-gesa. Pancasila jalan tengah antara negara sekuler dan agama," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Pendidikan Tarekat Idrisiyyah Adang Nurdin menyampaikan Ponpesnya terbuka dengan program yang diadakan oleh BPIP. Sebab Ponpesnya berusaha mendorong keterbukaan supaya tak ada prasangka negatif dari masyarakat.

"Salah kalau disebut Ponpes basis itu gerakan radikal. Islam itu rahmatan lil alamin. Justru pembelajaran Ponpes itu bagaimana bisa hidup di tengah masyarakat dengan damai," ungkapnya.

Ia menuding munculnya radikalisme di Ponpes hanya dilakukan oleh oknum saja. Pasalnya Ponpes sejatinya mengajarkan kebaikan pada santri.

"Ponpes bukan sarang radikal,mungkin hanya oknum yang mengidentifikasikan begitu," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement