Senin 15 Feb 2021 10:32 WIB

3 Tips Hadapi Anak Kecanduan Game

Bermain game yang menjadi candu bagi anak bisa menimbulkan ragam masalah.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Bermain game yang menjadi candu bagi anak bisa menimbulkan ragam masalah.
Foto: flickr
Bermain game yang menjadi candu bagi anak bisa menimbulkan ragam masalah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bermain game di gawai memang dapat menjadi sarana bersenang-senang yang membawa keseruan tersendiri. Namun bila bermain game sudah menjadi "candu", kebiasaan tersebut juga dapat memunculkan masalah.

Bila anak sudah terlanjur keranjingan atau bahkan kecanduan game, ada beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua. Berikut ini adalah tiga di antaranya seperti disampaikan oleh psikolog anak dan remaja dari Klinik Kancil dan RS Mitra Keluarga Depok Ratih Zulhaqqi MPsi Psikolog kepada republika.co.id, Ahad (14/2).

Baca Juga

Manajemen Pola Asuh

Bila usia anak masih kecil, orang tua mungkin bisa langsung membatasi penggunaan gawai. Namun bila anak sudah memasuki usia remaja, orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda.

"Kalau anaknya sudah remaja, orang tua harus lebih banyak ngobrol sama anaknya," timpal Ratih.

Coba ajak anak untuk bicara mengenai dampak positif dan negatif dari bermain game. Tanyakan pula apa yang sebenarnya anak cari dari bermain game secara berlebihan.

Misalnya anak bermain game karena mencari perasaan bahagia, orang tua bisa menanyakan kegiatan-kegiatan lain apa yang dapat memberikan perasaan bahagia juga pada anak. Orang tua mungkin dapat menyisihkan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain tersebut bersama anak.

"Jadi ngobrol sih sebenarnya, itu yang pertama," pungkas Ratih.

Detoks Gawai

Sebagian anak mungkin sudah mengalami kecanduan yang cukup berat. Ketika diambil gawainya, mereka bisa menunjukkan reaksi seperti menangis, marah, atau bahkan memukul.

Pada kondisi tersebut, orang tua perlu melakukan detoks gawai. Untuk melakukan detoks gawai, orang tua perlu mengambil akses anak terhadap gawai dan game. Detoks gawai dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk membentuk ulang perilaku mereka.

"Hak untuk bermain gawainya diambil, kecuali untuk belajar," tutur Ratih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement