Selasa 08 Jun 2021 17:04 WIB

Menlu Singapura Kecewa Lambannya Penyelesaian Krisis Myanmar

Menlu Singapura berpandangan penunjukkan utusan khusus ASEAN hanya masuk akal jika ada keinginan tulus Myanmar untuk melakukan dialog dan rekonsiliasi - Anadolu Agency

Red: Christiyaningsih
Menlu Singapura berpandangan penunjukkan utusan khusus ASEAN hanya masuk akal jika ada keinginan tulus Myanmar untuk melakukan dialog dan rekonsiliasi - Anadolu Agency
Menlu Singapura berpandangan penunjukkan utusan khusus ASEAN hanya masuk akal jika ada keinginan tulus Myanmar untuk melakukan dialog dan rekonsiliasi - Anadolu Agency

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan kecewa dengan perkembangan penyelesaian krisis di Myanmar yang sangat lamban. Situasi Myanmar yang dilanda kudeta militer menjadi salah satu isu yang dibicarakan dalam pertemuan Menlu ASEAN-RRT di Chongqing, China.

“Sayangnya, kita tahu masih ada warga sipil yang terluka atau terbunuh. Tidak ada pembebasan tahanan politik, tidak ada tanda-tanda nyata untuk dialog politik dan negosiasi yang berarti. Jadi kita harus mengawasi ruang ini,” ungkap Vivian kepada wartawan dari Chongqing, Senin malam, dilansir Channel News Asia.

Baca Juga

Sebelumnya, pemimpin negara-negara ASEAN telah menyepakati konsensus lima poin atas krisis Myanmar setelah melakukan pertemuan di Jakarta, akhir April silam. Isi konsensus tersebut antara lain menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar, membentuk utusan khusus ASEAN, serta menyediakan bantuan kemanusiaan ke Myanmar.

Vivian berpandangan penunjukkan utusan khusus ASEAN hanya masuk akal jika ada keinginan tulus Myanmar untuk melakukan dialog dan rekonsiliasi yang benar. Vivian menegaskan peran utama ASEAN bukan untuk mengintervensi sebab rakyat Myanmar sendiri yang dapat menentukan masa depan mereka.

“Tetapi ASEAN siap untuk membantu, mendukung, memfasilitasi mediasi apabila memungkinkan, tapi kami harus menunggu. Ini mengecewakan tetapi jangan putus asa,” ucap Vivian.

Isu Laut China Selatan

Dalam pertemuan yang menandai peringatan 30 tahun hubungan ASEAN-China itu, para menlu juga membahas isu Laut China Selatan. Beberapa waktu lalu situasi di Laut China Selatan sempat memanas setelah 16 pesawat Angkatan Udara China masuk ke wilayah udara zona maritim Malaysia.

Malaysia menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap wilayah udara dan kedaulatan negaranya. Namun, Kedutaan Besar China di Kuala Lumpur membantah pesawatnya melanggar teritorial Malaysia, dan menyebut belasan pesawat tersebut sedang latihan terbang.

Vivian mengungkapkan situasi di Laut China Selatan merupakan salah satu contoh tantangan dalam hubungan China-ASEAN. Menurut Vivian, para pejabat telah bekerja selama beberapa tahun terakhir untuk menyusun Code of Conduct di Laut China Selatan, tetapi terhenti karena pandemi Covid-19.

“Pagi ini para pejabat bertemu, semua ini adalah persiapan untuk yang saya harapkan menjadi kemajuan di tahun-tahun mendatang dalam menghasilkan Code of Conduct yang substantif,” ucap Vivian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement