Selasa 13 Jul 2021 22:12 WIB

Fikih Hadapi Covid-19, Tempuh Perintah atau Dispensasi?

Pandemi Covid-19 membuka pintu lebar dispensasi (rukhshah)

Red: Nashih Nashrullah
Pengendara sepeda motor keluar dari area Taman Ahmad Yani yang ditutup selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (13/7/2021). Pemerintah Kota Medan menutup seluruh taman kota atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Medan demi mencegah kerumunan dan meredam penyebaran COVID-19 selama PPKM darurat.
Foto:

Oleh : KH Ade Muzaini Aziz, Lc, MA, pengurus Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kota Tangerang

Tempuh yang mana?

Jika kita kaitkan dengan konteks peribadatan di masa pandemi Covid-19, sebagai contoh, maka sholat Jumat berjamaah di masjid adalah azimah berjenis wâjib (bagi laki-laki, Muslim, merdeka, mukim/bukan musafir dan sehat). Sedangkan saat ada uzur, mengganti sholat Jumat dengan sholat Zhuhur di rumah adalah rukhshah. 

Timbul permasalahan yaitu rukhshah kategori apakah ini?  Apakah Rukhshah dengan kategori sekadar boleh atau dianjurkan atau malah wajib untuk ditempuh?

Islam memiliki lima tujuan primer (ad-dharûriyyât al-Khams) di dalam syariatnya, yaitu hifzh ad-dîn (menjaga agama), hifzh an-nafs (menjaga jiwa), hifzh an-nasl (menjaga Keturunan), hifzh al-mâl (menjaga harta), dan hifzh al-‘aql (menjaga nalar).

Covid-19 yang diyakini dan terbukti merenggut jiwa sekian banyak manusia, jelas merupakan ancaman langsung terhadap kelangsungan hidup manusia. Dengan bahasa lain, Covid-19 jelas musuh utama bagi tujuan tercapainya hifzh an-nafs (menjaga jiwa).

Fokus berbicara hifzh an-nafs (menjaga jiwa), ulama memasukkan keringanan atau dispensasi yang terkait langsung dengan tujuan menjaga jiwa dalam kategori rukhshah kategori wajib. Artinya, ia adalah sebuah bentuk rukhshah yang wajib hukumnya untuk ditempuh. (baca: Ushûl al-Fiqh al-Islâmiy, Prof Dr Wahbah Zuhailiy, Juz I, hal. 111).

Tidak sampai di situ, rukhshah yang berkaitan dengan tujuan menjaga kelangsungan hidup pada hakikatnya adalah sebuah azimah dan berkategori wajib. Seperti dalam kasus jika seseorang dalam keadaan terpaksa mengkonsumsi bangkai yang haram demi menjaga kelangsungan hidupnya, maka hukum memakan bangkai yang haram tersebut adalah wajib baginya. Bahkan, jika hal tersebut tidak ia lakukan lalu ia mati karena kelaparan, maka ia masuk ke dalam neraka. (Baca: Al-Muwâfaqât fî Ushûl as-Syarî’ah, al-Imâm Ibn Ishâq as-Syâthibiy, Juz I, hal. 254-263).         

Lebih jauh lagi, jika rukhshah kategori wajib ini dimasukkan dalam aturan atau perintah yang diwajibkan Pemerintah, maka semakin kuatlah sifat kewajibannya untuk ditaati dan dilaksanakan. Jangankan yang berkategori wâjib, bahkan  yang berkategori mandûb (dianjurkan) pun menjadi wajib.

Bahkan, yang asalnya berkategori mubâh (dibolehkan) pun berubah menjadi wajib saat terdapat kemaslahatan umum di dalamnya. (Baca: Nihâyah az-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi`în, as-Syeikh Abu Abdil Mu’thi ibn Umar ibn Aliy Nawawi  al-Jawiy al-Bantaniy, hal. 112) 

 

Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa berbagai rukhshah yang termuat di dalam pelbagai aturan Pemerintah tentang protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran dan penanggulangan Covid-19, apakah itu PPKM atau lainnya, adalah sebuah rukhshah yang masuk dalam kategori wajib ditempuh, ditaati dan dilaksanakan.      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement