Sabtu 23 Jul 2022 17:28 WIB

Kemendikbudristek Luruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka

Implementasi Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023 menuai berbagai persepsi

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Seorang guru menyampaikan materi pelajaran saat proses belajar mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Budaya, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (20/7/2022). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memastikan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka tetap berjalan sesuai rencana, yang dimulai pada tahun ajaran 2022/2023 dengan tujuan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Foto: ANTARA/Andi Bagasela
Seorang guru menyampaikan materi pelajaran saat proses belajar mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Budaya, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (20/7/2022). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memastikan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka tetap berjalan sesuai rencana, yang dimulai pada tahun ajaran 2022/2023 dengan tujuan meningkatkan kualitas pembelajaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Implementasi Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023 menuai berbagai persepsi di tengah masyarakat. Untuk meluruskan miskonsepsi implementasi kurikulum tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan lima hal yang perlu diperhatikan.

"Pertama, Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas. Kedua, bahwa ada penerapan Kurikulum Merdeka yang benar/salah secara absolut, benar/salah tidak absolut tetapi kontekstual," jelas Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam siaran pers, Sabtu (23/7/2022).

Baca Juga

Dia menerangkan, kurikulum yang diterapkan sekolah A berbeda dengan sekolah B. Kriteria benar atau salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter dan kompetensi anak didik. Untuk itu, yang bisa tahu terjadi atau tidaknya hal tersebut adalah para guru yang di kelas.

Selanjutnya, hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka. Menurutnya, satuan pendidikan tak perlu menunggu pelatihan dari pusat. Guru dapat mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri.

"Peran Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,” terang Anindito.

Miskonsepsi selanjutnya terkait dengan proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan. Di mana, sekali belajar dan pelatihan langsung bisa dan tuntas. Menurut Nino, penting untuk diperhatikan agar terus melakukan penerapan siklus belajar dan direfleksikan.

Lalu yang kelima, adanya miskonsepsi bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap. Justru, kata dia, Kurikulum Merdeka bersifat fleksibel sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta diterapkan di manapun, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di pelosok dengan fasilitas minim.

“Prinsip utamanya adalah berorientasi pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh, mementingkan pengembangan kompetensi dan karakter murid," jelas dia.

Kurikulum Merdeka, kata Anindito, memudahkan dan mendorong guru untuk berorientasi pada murid, misalnya berfokus pada materi esensial, sehingga materi tiap mata pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak perlu terburu-buru dalam mengajar. "Guru bisa menggunakan metode yang lebih interaktif, lebih mendalam, dan lebih menyenangkan,” tambah Anindito.

Senada dengan Anindito, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Suparmin Setto, mengatakan, kata kunci dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah memusatkan pembelajaran pada siswa dan berdasarkan pada kebutuhan siswa, tidak bisa disamaratakan, dan harus berbasis pada asesmen diagnosis.

“Untuk implementasi Kurikulum Merdeka pada jenjang sekolah dasar ruhnya sudah dapat dengan berorientasi pada siswa. Siswa jangan berorientasi pada guru, ataupun kepentingan guru. Guru jangan sampai terbelenggu kepada tataran administrasi, tetapi orientasi materi esensial," jelas dia.

Pada kesempatan yang berbeda, Anindito mengatakan, tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum Merdeka. Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 044/H/KR/2022 yang ditandatangani 12 Juli 2022 adalah untuk menetapkan lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023.

“SK tersebut merevisi SK sebelumnya karena terdapat perubahan beberapa satuan pendidikan yang melakukan refleksi dan mengubah level implementasinya, misalnya dari level mandiri belajar ke mandiri berubah atau sebaliknya,” terang Anindito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement