Ahad 07 Aug 2022 08:09 WIB

Jejak Kisah Pembaiatan Abu Bakar di Saqifah Bani Saidah

Abu Bakar dibaiat di Saqifah Bani Saidah.

Red: Muhammad Hafil
Penampakan Saqifah Bani Saidah, tempat pembaiatan Abu Bakar.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Penampakan Saqifah Bani Saidah, tempat pembaiatan Abu Bakar.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Achmad Syalabi Ichsan

 

Baca Juga

Di sisi barat laut Masjid Nabawi, sebuah taman kecil menjadi peneduh di tengah teriknya Madinah. Pohon kurma dan pohon bidara menghijaukan taman di dekat willayah markaziah (hotel-hotel dalam radius 500 meter dari Masjid Nabawi). Serombongan peziarah dari Irak menyambangi taman itu. Mereka mulai berkisah tentang pembaitan Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq menjadi Khalifatur Rasulillah setelah Nabi yang mulia wafat. 

Bersama dengan Staf Teknis Urusan Haji (TUH)  Nasrullah Jasam, Tim Media Center Haji (MCH) menyambangi tempat yang bernama Saqifah Bani Saidah.  Menurut Nasrullah, Saqifah yang bermakna atap merupakan lokasi permusyawaratan kabilah-kabilah di Madinah. Salah satu Saqifah terbesar dan terdekat  dengan rumah Rasulullah SAW adalah Saqifah Bani Saidah. 
 
Saqifah yang terletak hanya 450 meter dari rumah nabi dan  Raudhah itu dipilih untuk menjadi tempat musyawarah untuk memilih pemimpin setelah Rasulullah wafat.  “Di Indonesia ada pendopolah. Tujuannya untuk mendiskusikan dan menyelesaikan persoalan yang terjadi di tengah masyarakat bani tersebut, “jelas dia di Madinah,  Arab Saudi, Sabtu (6/8/2022). 
 
Menurut Nasrullah, Saqifah Bani Sa'idah merupakan nama yang seringkali disebut dalam buku-buku sejarah Islam. Lokasi ini menjadi saksi sejarah tentang kisah peristiwa pemilihan pemimpin pertama pasca wafatnya Rasulullah SAW.  Ketika itu,  kaum Anshor sebagai penduduk asli Madinah, sudah menyiapkan kandidat yang mereka usung yaitu Sa'ad bin 'Ubadah. Kelompok Anshor bahkan sempat berujar minna amîrun wa minkum amîrun (kita memilih pemimpin masing-masing).
photo
Staf TUH KJRI Jeddah Nasrullah Jassam di Saqifah Bani Saidah, Madinah, Arab Saudi - (Republika/A Syalabi Ichsan)
 
Peristiwa ini terekam dalam  hadits yang diriwayatkan dari Imam al Bukhari. Aisyah radhiyallahu anha, istri Nabi, menuturkan tidak lama setelah Rasulullah wafat, orang-orang Anshar berkumpul menghadap Sa'ad bin 'Ubadah di saqifah Bani Sa'idah dan berkata:
 
"Kami akan mengangkat pemimpin kami, dan silakan kalian mengangkat pemimpin kalian". Maka Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, dan Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah mendatangi mereka.

Umar hendak maju untuk berbicara, tetapi Abu Bakar menyuruhnya diam. Umar menuturkan: "Demi Allah, aku berinisiatif angkat bicara terlebih dahulu karena telah mempersiapkan perkataan yang bagus. Aku khawatir apa yang akan dikatakan Abu Bakar tidak seperti perkataan yang telah kupersiapkan".Ternyata, Abu Bakar berbicara dengan sangat lugas. Di antara isi pembicaraannya adalah: "Kami yang menjadi para pemimpin, dan kalian menjadi para penasihatnya".

 
Al-Hubab bin al-Mundzir radhiallahu anhu menyela: "Demi Allah, kami tidak setuju. Kami mengangkat pemimpin kami, dan kalian juga silakan mengangkat pemimpin kalian".Abu Bakar menanggapi: "Tidak demikian, tetapi kami yang menjadi pemimpin dan kalian yang menjadi para penasihatnya. Merekalah (Quraisy) orang-orang Arab yang paling mulia tempat tinggalnya (Makkah). Mereka jugalah suku yang paling mewakili Arab yang asli. Maka, bai'atlah Umar atau Abu 'Ubaidah!".
 
Mendengar itu, Umar berseru kepada Abu Bakar: "Tidak, tetapi kamilah yang akan membaiat engkau. Engkaulah pemimpin kami, orang yang terbaik di antara kami, dan orang yang paling dicintai Rasulullah di antara kami".Kemudian Umar memegang tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Orang-orang yang hadir pun berdiri dan membaiat Abu Bakar.
 
Menurut Nasrullah, hikmah penting dari peristiwa tersebut yakni para sahabat menyadari betul bahwa adanya seorang pemimpin sangat penting ditengah-tengah umat. Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW. wafat, para sahabat segera berkumpul untuk memilih sosok yang menggantikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat. 
 
Dia melanjutkan, perbedaan pandangan dalam memilih pemimpin adalah hal yang lumrah. Hal tersebut terjadi antara sahabat dari kalangan Anshor dan Muhajirin. Kalangan Bani Hasyim bahkan memiliki pandangan lain.
 
Di antara mereka, bahkan membentuk faksi yang cenderung memilih sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. "Ketika sudah diputuskan maka semua pihak harus sama-sama mendukung demi kesejahteraan umat,"ujar dia.

Peristiwa di Saqifah Bani Saidah juga menjadi cermin betapa para sahabat mengukur diri akan kemampuannya. Dalam hal ini sikap sayidana Umar patut dijadikan contoh, ketika Abu Bakar memintanya untuk menjadi khalifah. Dengan rendah hati, dia berkata "Bagaimana mungkin aku menjadi pemimpin umat yang didalamnya terdapat Abu Bakar?"

Umar merasa bahwa sosok Abu Bakar saat itu lebih layak menjadi kholifah dari dirinya. "Semoga peristiwa Saqifah Bani Sa'idah bisa menjadi renungan bagi calon-calon pemimpin kita yang sebentar lagi akan kita pilih,"ujar Nasrullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement