Empat Faksi Partai Demokrat Pro-Moeldoko Vs AHY

Empat faksi di Partai Demokrat secara terbuka mendukung Moeldoko gantikan AHY.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berjalan saat akan memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika, Zainur Mashir Ramadhan

Baca Juga


Tokoh-tokoh senior Partai Demokrat hari ini menggelar keterangan pers merespons isu upaya pengambilalihan pucuk kepemimpinan partai yang kini dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dalam keterangan pers ini terungkap adanya empat faksi di tubuh Partai Demokrat yang mengakui mendorong Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menggantikan AHY.

Mantan Wakil Sekjen (wasekjen) Partai Demokrat Yus Sudarso menegaskan, bahwa keinginan kader mengganti kepemimpinan Agus Yudhoyono Harimurti Yudhoyono (AHY) dari posisi ketua umum Partai Demokrat berasal dari internal partai. Yus mengungkapkan setidaknya ada empat faksi yang mendorong agar Mantan Panglima TNI Moeldoko menggantikan AHY.

"Di pertemuan ini saya amati dan tahu ada setidaknya empat faksi," kata Yus dalam konferensi pers di Kuningan, Jakarta, Selasa (2/2).   

Faksi pertama yaitu faksi ketua umum pertama Partai Demokrat Subur Budi Santoso. Salah satu tokoh yang hadir yang mewakil faksi Subur Budi Santoso yaitu Hengky Luntungan. Faksi kedua yaitu faksi dari ketua umum Partai Demokrat hasil kongres 2005 di Bali, Hadi Utomo.

"Kebetulan saya koordinator tim Hadi Utomo - Marzuki Ali," ujarnya.

Forum Senior dan Pendiri Partai Demokrat menggelar konferensi pers di Kuningan, Jakarta, Selasa (2/2). - (Republika/Febrianto Adi Saputro)

 


Faksi ketiga yaitu faksi Anas Urbaningrum hasil dari kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 lalu. Keempat yaitu faksi Marzuki Alie, yang dihadiri oleh Syofwatilah Mohzaib yang juga eks Wasekjen Partai Demokrat.

"Tanpa ada rekayasa kawan-kawan ini bertemu dalam satu titik pemikiran bagaimana Partai Demokrat ke depan, ini adalah sepenuhnya bagian dari internal partai," ucapnya.

Yus menganggap tidak ada salahnya para pendiri ketika itu memilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mengantarkan SBY menjadi Presiden pada 2004. Begitu juga keinginan para pendiri saat ini yang menginginkan agar Moeldoko memimpin Partai Demokrat.

"Apa salahnya Pak Moeldoko? tidak seubahnya seperti senior-senior kami sebelumnya menjemput SBY," tuturnya.

"Agar bukan menjadi misteri lagi, sebenarnya pergerakan yang dimaksud bukan pergerakan tetapi mengalir seperti air dari daerah tentu kepada kanal-kanal faksi yang ada itu," imbuhnya.

Salah seorang pendiri Partai Demokrat, Ahmad Mubarok mengatakan, wajar jika ada desakan dari kader agar AHY diganti dari posisi ketua umum saat ini. Jika AHY bisa menghadapi persoalan tersebut secara politik maka hal tersebut dinilai menjadi pembelajaran yang sangat baik bagi AHY.

"Saya kira teman-teman inginnya menyelamatkan partai karena partai yang dulu didirikan ini mudah-mudahan Pemilu 2024 kembali eksis jadi apa yang telah terjadi proses seperti ini itu suatu proses yang wajar di dalam politik," kata Mubarok.


para pembelot demokrat - (Infografis Republika.co.id)

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, sempat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung ihwal kekuasaan politik. Hal tersebut disampaikannya lewat cuitannya di akun Twitter pribadinya, meski tak menyebut untuk siapa ditujukan.

"Bagi siapa pun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apa pun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral dan lebih beradab," cuit SBY yang dikutip Senin (1/2).

Kemudian ia menyebut bahwa ada tiga golongan manusia, yakni baik, buruk, dan jelek. Jika tidak bisa menjadi manusia baik, setidaknya tidak menjadi manusia yang jelek.

"Ada 3 golongan manusia, yaitu "the good", "the bad" & "the ugly". Kalau tidak bisa menjadi "the good" janganlah menjadi "the ugly"," cuit SBY.

Tak lama setelah kicauan SBY di Twitter, Ketua Umum Partai Demokrat AHY menggelar konferensi pers menerangkan, saat ini ada pihak yang mengancam Partai Demokrat. Menurut dia, pihak tersebut adalah gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa.

AHY menyebutkan bahwa, gerakan yang ingin mengkudeta Demokrat diinisiasi lima orang. Lima orang tersebut, kata dia, terdiri dari satu orang kader aktif Demokrat. Satu lainnya adalah kader yang tidak aktif selama 6 tahun belakang.

Lalu, seorang mantan kader yang diberhentikan sejak sembilan tahun lalu karena kasus korupsi. Satu lainnya merupakan mantan kader yang keluar dari partai tiga tahun lalu.

"Sedangkan satunya adalah non kader partai dan seorang pejabat tinggi pemerintahan. Sedang kami mintakan konfirmasi kepada Presiden Joko Widodo," kata AHY, Senin (1/2).

Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bapillu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menegaskan bahwa kader yang terlibat dalam upaya tersebut akan ditindak tegas.

"Kami berharap Mahkamah Partai dan Dewan Kehormatan mengambil tindakan tegas berupa pemecatan kepada kader keblinger yang menjadi pelacur kekuasaan," ujar Kamhar saat dikonfirmasi, Selasa (2/2).

Kamhar mengungkapkan, salah satu kader yang diduga terlibat merupakan anggota DPR yang sudah tergolong senior. Kabarnya orang tersebut adalah anggota Komisi V DPR Johnny Allen Marbun, namun Kamhar tak mengkonfirmasi hal tersebut.

"Satu kader aktif diduga kader senior yang saat ini menjadi anggota DPR RI,” ujar Kamhar.

In Picture: AHY Ungkap Upaya Pengambilalihan Kekuasaan Partai Demokrat

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo - (ANTARA/Muhammad Adimaja)

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengaku heran dengan klaim yang disampaikan AHY pada Senin (1/2) siang terkait adanya dugaan kudeta terhadap dirinya dari kursi ketua umum. Sebab, ketika kongres waktu itu putra sulung Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut secara tegas dinyatakan menang secara aklamasi.

"Jadi kalau belum setahun sudah ada gerakan politik itu menandakan kekuasaan di Demokrat tidak bulat," kata Qodari kepada Republika, Senin (1/2).

Dirinya mempertanyakan kemenangan aklamasi yang diklaim Partai Demokrat pada kongres 2020 lalu. Qodari menilai seharusnya kalau baru terpilih dan menang secara aklamasi tidak ada gerakan politik.

"Berarti aklamasinya Partai Demokrat pada tahun lalu maret 2020 itu sebetulnya bukan aklamasi yang sejati. Karena kalau aklamasi yang sejati, yang alamiah, itu terjadi ketika ada satu tokoh yang dianggap sangat kuat, sangat legitimate gitu ya, sangat tepat untuk menjadi ketua umum dan diterima oleh semuanya," ujarnya.

Menurutnya, adanya gerakan manuver tersebut berasal dari dalam internal Partai Demokrat sendiri. Oleh karena itu, Partai Demokrat harus bisa memadamkan sendiri persoalan tersebut.

"Jadi kalau misalnya orang dekat Istana itu berhenti, gerakan semacam ini belum tentu berhenti karena dia berasal dari dalam. Jadi apinya harus dipadamkan sendiri oleh Partai Demokrat di dalam ya. Entah bagaimana caranya entah dengan komunikasi silaturahmi, akomodasi atau kemudian dipecat dan diproses hukum," tuturnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo merasa wajar jika AHY berusaha menyelamatkan partainya dari ancaman. Namun. AHY diingatkan agar usaha itu tak menimbulkan masalah baru bagi partai.

Karyono memandang tuduhan yang AHY alamatkan pada pihak Istana tak bisa dianggap remeh. Pihak Istana bisa saja melakukan upaya perlawanan balik yang bisa merugikan Demokrat itu sendiri.

"Pernyataan AHY yang menyasar Istana terkait adanya sinyalemen pengambilalihan kepemimpinan partai Demokrat secara paksa bukan persoalan sepele. Masalah ini sangat sensitif, apalagi pernyataan AHY membawa-bawa Istana. Jika tidak hati-hati justru membawa risiko buruk dan bisa berpotensi menjadi bumerang," kata Karyono pada Republika, Selasa (2/2).

Karyono menyarankan AHY bersikap bijak sebelum melontarkan curhatannya ke hadapan publik. AHY sepatutnya berpikir matang dan mengutamakan prinsip kehati-hatian untuk meminimalisasi resiko.

"Jika ada sinyalemen sebagaimana diungkapkan, semestinya disikapi secara bijak dan tabayyun sebelum menyampaikan ke publik secara terbuka," ujar Karyono.

Sebagai Ketum partai yang tergolong muda, Karyono mengingatkan AHY untuk tidak gegabah dalam percaturan politik.

"Seorang pemimpin sebaiknya tidak tipis telinga dan tidak grusa grusu dalam berpikir dan bertindak. Sifat baper juga harus dibuang jauh-jauh karena ketiga sifat tersebut bisa menimbulkan dampak buruk terhadap organisasi," pungkas Karyono.



Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler