Staf Kedubes AS Mulai Tinggalkan Myanmar
Kedubes AS di Myanmar mengingatkan semua warganya soal meningkatnya potensi kekerasan
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kedutaan Besar Amerika Serikat di Myanmar menyampaikan sejumlah karyawan beserta keluarganya mulai meninggalkan negara itu di tengah potensi kekerasan akibat demonstrasi anti-kudeta.
“Pada tanggal 14 Februari, Departemen Luar Negeri A.S. mengizinkan keberangkatan secara sukarela pegawai pemerintah AS non-darurat dan anggota keluarga mereka dari Burma,” mengutip keterangan tertulis Kedubes AS pada Senin malam (15/2), merujuk nama lain dari Myanmar.
Kedutaan Besar AS di Myanmar mengingatkan semua warganya terkait meningkatnya potensi kekerasan, berlanjutnya pembatasan telekomunikasi, dan terbatasnya penerbangan ke luar Myanmar. Namun demikian, Kedutaan Besar AS menyampaikan masih terus beroperasi hingga hari ini di Myanmar untuk memberikan layanan.
“Bagian Konsuler Kedutaan Besar AS Rangoon tetap buka dan menyediakan layanan warga Amerika secara rutin maupun darurat,” tulis Kedubes AS merujuk nama lain dari ibu kota Yangoon.
Pada Ahad (14/2), Kedutaan Besar AS mengeluarkan peringatan bagi warganya yang tinggal di Myanmar untuk tetap berlindung di rumah masing-masing.
"Ada indikasi pergerakan militer di Yangoon dan kemungkinan gangguan telekomunikasi sepanjang malam antara jam 1 dini hari hingga 9 pagi," cuit Kedubes AS di Myanmar melalui Twitter.
Kedutaan besar AS, Inggris, negara-negara Uni Eropa, Kanada, dan 11 negara lainnya juga mengeluarkan pernyataan agar pasukan keamanan “menahan diri dari kekerasan terhadap demonstran dan warga sipil, yang memprotes penggulingan pemerintah sah mereka”.