PeduliLindungi Jadi Superapp, Ini Saran Anggota DPR
Pemerintah harus belajar dari pengalaman bocornya data aplikasi e-hac.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai rencana pemerintah menjadi aplikasi PeduliLindungi menjadi superapp (aplikasi super) harus memastikan aspek keamanan data bagi para penggunanya. Superapp PeduliLindungi mencakup fungsi pembayaran digital.
"Pemerintah harus memastikan dan menjamin aspek sekuriti selain fungsi seperti ketahanan aplikasi yang kuat tidak mudah diretas, juga soal keamanan data pribadi. Jangan bicara tambah fungsi menjadi superapp kalau keamanan data pengguna belum memadai," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (3/10).
Menurut dia, pemerintah harus belajar dari pengalaman bocornya data aplikasi e-hac dan sudah terlalu sering terjadinya kebocoran data pribadi. Sebab itu, dia menilai wajib hukumnya bagi pemerintah untuk menjamin aspek keamanan karena masyarakat memiliki hak sebagai warga negara untuk mendapat pelindungan dari negara.
"Jangan sampai ada lagi kebocoran data dan sikap pengelola yang terkesan saling lempar tangung jawab yang berakibat warga tercederai haknya dan menanggung kerugian," ujarnya.
Sukamta memandang perlu ada perbaikan terhadap aplikasi PeduliLindungi karena masih terdapat ketidakstabilan aplikasi dan kerepotan pelaksanaannya di lapangan. Hal itu, menurut dia, tergambar dari banyaknya keluhan warga, seperti tidak semua warga negara memiliki telepon pintar, sehingga harus mencari solusinya.
"Jangan hanya karena seseorang tidak memiliki telepon pintar lantas mempersulit warga untuk beraktivitas. Negara perlu memfasilitasi warga yang tidak bisa menggunakan smartphone karena berbagai persoalan tersebut," katanya.
Menurut dia, vendor harus mengevaluasi dan membuat aplikasi PeduliLindungi yang nyaman dan user friendly, jangan malah membuat repot pengguna. Ia menekankan, pada dasarnya semua warga negara memiliki hak yang sama untuk dapat berpergian.
Selain itu, Sukamta juga menyoroti terkait dengan potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan melakukan pelacakan di setiap mobilitas masyarakat. "Kalau untuk kepentingan penanggulangan pandemi, misalnya sebagai syarat berpergian, ini masih bisa dimengerti tetapi dengan banyak catatan. Akan tetapi, kalau untuk kepentingan bisnis dengan mengorbankan HAM warga, itu yang perlu dipertimbangkan," ujarnya.