Kemenkes Ungkap Alasan PCR Wajib untuk Penumpang Pesawat

Kemenkes mengatakan pemerintah berkomitmen melindungi masyarakat.

ANTARA/Wahdi Septiawan
Warga menjalani tes usap polymerase chain reaction (PCR) Covid-19
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, mengungkapkan alasan penggunaan tes PCR sebagai syarat wajib bagi pelaku perjalanan menggunakan moda transportasi pesawat.

Baca Juga


"Dasar pemerintah mewajibkan hasil PCR untuk perjalanan pesawat karena kenyataan di lapangan kapasitas penumpang hampir semua maskapai sudah 90 persen, artinya menjaga jarak sukar dilaksanakan," ujar Kadir, Rabu (27/10).

Kadir melanjutkan, pemerintah berkomitmen melindungi masyarakat agar tidak tertular dan tidak menulari pelaku perjalanan moda udara. "Ini tanggung jawab bersama untuk menekan penularan. Misalnya tanpa PCR, lalu ada yang lolos terbang, artinya yang di atas pesawat suspect dan harus dikarantina semua," katanya.

Seperti diketahui, dalam aturan terbaru ini, syarat perjalanan dengan menggunakan pesawat terbilang lebih ketat daripada moda transportasi lainnya karena mewajibkan hasil negatif tes PCR. Sedangkan untuk moda transportasi lainnya bisa menggunakan tes swab antigen.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara pun menilai kebijakan ini tak efisien. Menurutnya, syarat tes PCR memberatkan masyarakat karena tak semua daerah dengan rute penerbangan pesawat memiliki laboratorium yang memberikan layanan cepat untuk mengeluarkan hasil tes. 

Selain itu, biaya tes PCR pun juga masih tinggi bagi masyarakat. Karena itu, ia meminta agar kebijakan itu dibatalkan serta harga tes PCR diturunkan. "Kebijakan PCR 2x24 jam ini harus dibatalkan. Diganti dengan kebijakan lain tanpa harus meninggalkan kewaspadaan akan potensi naiknya penyebaran Covid-19," katanya.

Menyikapi aturan tersebut, per Rabu (27/10), pemerintah telah menurunkan tarif pemeriksaan RT PCR ,harga tarif real time PCR untuk Jawa-Bali menjadi Rp275 ribu. Sementara untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp300 ribu.

Bilamana ada Lab yang memakai harga tidak mengikuti ketetapan pemerintah, maka akan dilakukan pembinaan melalui Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Apabila masih tidak mengikuti aturan yang ditetapkan maka sanksi terakhir adalah penutupan Lab dan pencabutan izin operasional.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler