Tuntunan Memilih Teman Menurut Kitab Al Hikam
Kitab Al Hikam memaparkan tuntunan memilih teman.
REPUBLIKA.CO.ID, Imam besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar menjelaskan dalam kitab Al Hikam yang ditulis Ibnu Atha'illah As Sakandari dijelaskan bahwa bersahabat dengan orang-orang jahil tetapi tidak memperturutkan hawa nafsunya itu lebih baik daripada bersahabat dengan orang alim tapi memperturutkan hawa nafsunya.
Menurut Prof. KH. Nasaruddin orang yang alim tapi memperturuti hawa nafsunya maka tidak berguna ilmunya dan justru hanya akan menjerumuskannya serta orang-orang disekelilingnya ke dalam kemudharatan. Sementara orang yang bodoh, meskipun hanya memahami dasar-dasar dalam agama namun mampu menjaga dirinya dari hawa nafsu justru akan mengantarkan dirinya dan orang-orang disekelilingnya pada keselamatan.
"Tidak semua alim itu baik, tapi tidak semua orang bodoh itu juga buruk. Baik dan buruknya seseorang itu menurut Ibnu Atha'illah tidak semata-mata ditentukan oleh dalam atau dangkalnya ilmu pengetahuan mereka. Mungkin ada orang amat pintar, sangat cerdas, titelnya banyak akan tetapi ia masih didikte oleh hawa nafsunya. Selalu memperturutkan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya menurut Ibnu Atha'illah, ulama atau ilmuwan seperti itu tidak lebih baik daripada orang bodoh. Sedang orang bodoh itu mengendalikan nafsunya," kata Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar dalam kajian kitab Al Hikam karya Ibnu Atha'illah As Sakandari di Masjid Istiqlal yang juga disiarkan secara daring di kanal You Tube resmi Masjid Istiqlal TV pada Jumat (14/1/2022).
Prof. KH Nasaruddin mencontohkan seseorang yang tidak tamat sekolah dasar namun mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terbawa nafsu, tidak melakukan maksiat pada saat Allah, tidak meninggalkan kewajibannya sebagai hamba, maka sejatinya orang tersebut lebih baik dari ilmuwan besar yang menuruti hawa nafsunya.
Prof Nasaruddin juga menjelaskan bahwa termasuk dari tanda orang berilmu yang memperturuti hawa nafsu adalah mengeluarkan semua yang ada di kepalanya tanpa memperdulikan kondisi dan perasaan orang lain, sehingga ucapannya itu justru menyakiti orang lain.
"Jadi orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya itu lebih baik dari orang pintar yang mengikuti hawa nafsunya. Bukankah yang paling banyak menipu itu orang pintar? Dan tak sedikit orang bodoh yang jujur?," Katanya.