Presiden Tunisia Bubarkan Dewan Yudisial, Independensi Peradilan Terancam

Sebelumnya Presiden Tunisia telah mencabut semua hak finansial anggota dewan yudisial

AP/Slim Abid/Tunisian Presidency
Presiden Tunisia Kais Saied
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Presiden Tunisia Kais Saied membubarkan Dewan Tertinggi Yudisial yang bertugas memastikan independensi peradilan. Langkah itu dikhawatirkan dapat merusak independensi peradilan dan memicu amarah oposisi.

Baca Juga


Keputusan itu mengakhiri kritik tajam Saied terhadap para hakim selama beberapa bulan terakhir. Ia sering mengkritik lambatnya proses peradilan mengeluarkan putusan pada kasus-kasus korupsi dan terorisme.

Ia berulang kali mengatakan tidak akan membiarkan hakim bertindak sebagai negara bukan salah satu fungsi negara. Ia menyebut dewan yudisial bagian dari masa lalu dan menambahkan akan mengeluarkan dekrit sementara pada dewan itu. Ia tidak menjelaskan mengenai dekrit tersebut.

Bulan Juli lalu, Saied membubarkan pemerintah dan membekukan parlemen, langkah yang menurut oposisinya sebagai kudeta. Sejak mengambil alih seluruh kekuasaan, ia kerap dikritik dan menolak berdialog dengan semua partai politik.

Dewan Tinggi Yudisial merupakan institusi konstitusional dan independen yang dibentuk pada 2016. Wewenangnya antara lain memastikan independensi peradilan, mendisiplinkan hakim, dan memberi mereka promosi profesional. Bulan lalu, Saied mencabut semua hak finansial anggota dewan itu.

"Di dewan ini, jabatan dan pengangkatan dijual berdasarkan loyalitas, tempat mereka bukan di mana mereka duduk sekarang, tapi terdakwa berdiri," kata Saied dalam pidatonya di Kementerian Dalam Negeri, Ahad (6/2/2022).

Organisasi dan partai termasuk serikat UGTT yang berpengaruh akan menggelar unjuk rasa untuk menekan peradilan meminta pertanggung jawaban mereka yang terlibat dalam terorisme. Demonstrasi digelar dalam memperingati sembilan tahun pembunuhan politisi sekuler Chokri Belaid.

Diperkirakan pendukung Saied juga akan turun ke jalan dalam demonstrasi kedua. Mereka akan memprotes Dewan Tertinggi Yudisial.

"Saya akan memberitahu rakyat Tunisia untuk berunjuk rasa dengan bebas, itu hak kalian dan hak kita untuk membubarkan Dewan Tertinggi Yudisial," kata Saied.

Saied menyetujui unjuk rasa pendukungnya walaupun keputusan pemerintah melarng semua demonstrasi masih berlaku. Bulan lalu, polisi menembakkan water canon dan memukuli pengunjuk rasa untuk membubarkan demonstrasi anti-Saied yang merebut seluruh kekuasaan.  

Ia juga mengungkapkan rencana menulis ulang konstitusi Tunisia. Hal itu menimbulkan keraguan pada sistem demokrasi di negara itu yang berusia satu dekade, dan menghalangi upaya mendapatkan dana dari internasional untuk menyelamatkan keuangan negara.

Saeid telah membuka konsultasi publik melalui daring sebelum merancang konstitusi baru. Hasil dari konsultasi itu, katanya, akan dimasukan ke referendum. Ia tidak membawa tokoh politik atau masyarakat sipil dalam proses ini.

Baca: Tak Cukup 50 Persen, KPAI Sarankan PTM DKI Ditutup Sementara

Baca: Jatim Siagakan 13.853 Tempat Isolasi Terpadu Antisipasi Lonjakan Covid-19

Baca: Covid-19 Meningkat, Pemkot Cirebon Gencarkan Kembali Prokes

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler