Nilainya Terlalu Kecil, JKP Dinilai tak Bisa Gantikan JHT
Program JKP juga terbatas selama 6 bulan setelah pekerja kehilangan pekerjaan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Buruh menilai, kehadiran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tak bisa menggantikan Jaminan Hari Tua (JHT). Sebab, manfaat program JKP terbatas waktu, kriteria pekerja, dan nilai uangnya juga terlalu kecil.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengaku dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut JKP lebih baik dari JHT. Padahal, justru sebaliknya.
Said menjelaskan, program JKP hanya diperuntukkan bagi pekerja korban PHK. Pekerja yang mengundurkan diri, atau pensiun dini tentu tak bisa memanfaatkannya. Sedangkan, JHT bisa dicairkan oleh semua pekerja yang sudah berhenti kerja, jika mengacu pada aturan lama.
Selain itu, manfaat JKP juga hanya diberikan kepada pekerja selama enam bulan. "Apakah ada jaminan dalam 6 bulan orang dapat kerja. Menko Perekonomian bisa jamin?" kata Said dalam konferensi pers daring, Selasa (15/2/2022).
JKP, kata Said, juga hanya diberikan sebesar 45 persen dari gaji, setiap bulan selama tiga bulan pertama. Lalu, sebesar 25 persen dari gaji pada tiga bulan terakhir.
"Kecil sekali nilainya. Biaya hidup saja nggak cukup. Trus apa yang lebih besar, jangan melakukan kebohongan publik para pejabat negara ini," kata Said.
Said menambahkan, program JKP ini juga belum ada implementasinya. Karena itu, Said menilai para pejabat berupaya menenangkan publik yang protes soal JHT dengan menghadirkan JKP. "Seolah-olah ada JKP, persoalan JHT ditunda jadi beres. Tidak," katanya.
Kemarin, Airlangga mengatakan, meski pencairan JHT ditunda hingga pekerja berusia 56 tahun, tapi pemerintah telah menyiapkan program JKP. Program baru ini mulai berlaku 1 Februari dengan manfaat perlindungan jangka pendek bagi pekerja korban PHK.
"Bagi pekerja formal yang terlindungi dengan jaminan kehilangan pekerjaan, JKP merupakan jaminan sosial baru di dalam UU Ciptaker untuk melindungi pekerja dan buruh yang terkena PHK agar dapat mempertahankan derajat hidup sebelum masuk kembali ke pasar kerja,” ujar Airlangga.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sepenuhnya dibayar pemerintah sehingga pekerja tak perlu membayar iurannya. Ida mengklaim, pemerintah telah mengeluarkan dana awal sebesar Rp 6 triliun untuk program ini.
Menurut website resmi BPJS Ketenagakerjaan, manfaat uang tunai program JKP diberikan setiap bulan selama enam bulan kepada pekerja korban PHK. Selama tiga bulan pertama besarannya 45 persen dari gaji. Tiga bulan terakhir sebesar 25 persen dari gaji.
Persentase manfaat itu didasarkan pada besaran gaji terakhir yang dilaporkan pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas maksimal Rp 5 juta. Artinya, maksimal dalam tiga bulan pertama pekerja akan menerima manfaat uang tunai sebesar 2.250.000 per bulan.
Baca juga : Partai Buruh: Kebijakan JHT karena BPJS Ketenagakerjaan tak Punya Dana
Polemik jaminan sosial pekerja ini bermula pada 2 Februari 2022 ketika Ida meneken Permenaker 2/2022. Aturan yang mulai berlaku 4 Mei 2022 ini menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun, atau mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Masih dalam ketentuan tersebut, pekerja yang menjadi korban PHK, ataupun mengundurkan diri dari pekerjaannya, juga akan menerima JHT saat usia 56 tahun.
Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker 19/2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.