Perluas Lahan Tanaman Kedelai, Atur Acuan Harga Tertinggi Kedelai Impor
Pedagang mulai berjualan kembali dengan harga tempe dan tahu dinaikkan.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Deddy Dermawan Nasution, Eva Rianti, Antara
Aksi mogok produksi yang dilakukan para perajin tahu tempe wilayah Jabodetabek akibat mahalnya harga kedelai berakhir pada Rabu (23/2/2022). Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, menyatakan, pedagang maupun masyarakat bisa kembali mendapatkan tahu dan tempe meski dengan harga yang lebih tinggi.
"Sudah ada lagi tahu dan tempe tapi harganya sudah ada kenaikan karena harga kedelai (impor) naik terus," kata Ketua Puskopti DKI Jakarta, Sutaryo kepada Republika, Rabu (23/2/2022).
Sutaryo mengatakan, aksi mogok produksi dilakukan untuk memberikan pesan kepada para pedagang maupun masyarakat bahwa harga tahu dan tempe memang harus dinaikkan. Menurutnya, mogok produksi adalah media yang paling efektif untuk memberi pemahaman kepada pasar bahwa kenaikan tahu dan tempe bukan keinginan para perajin semata.
Ia pun mengakui beberapa waktu terakhir perajin tahu tempe skala kecil kerap kali mendapatkan tekanan dari pedagang akibat harga tahu dan tempe yang terus meningkat. Padahal, kata Sutaryo, harga kedelai saat ini pun mengalami kenaikan hampir setiap hari.
"Harga kedelai naik terus sementara untuk menaikkan tahu dan tempe itu tidak bisa langsung. Per hari ini, harga kedelai sudah naik lagi Rp 100 per kilogram (kg)," kata dia.
Berdasarkan catatan Puskopti, harga kedelai impor yang diterima perajin sejak awal Februari sudah stabil tinggi di atas Rp 11 ribu per kg. Adapun harga terakhir yang diterima mencapai Rp 11.500 per kg, naik cukup tinggi dari sebelumnya di bawah Rp 10 ribu per kg.
Dengan tingkat kenaikan tersebut, harga tahu dan tempe otomatis harus dinaikkan sekitar 20 persen. Sebagai gambaran, harga tempe nantinya akan berfluktuasi di kisaran Rp 10 ribu - Rp 12 ribu per kg sedangkan tahu Rp 650 - Rp 700 per potong.
Di Pasar Serpong misalnya, terpantau pedagang tahu dan tempe telah kembali berjualan setelah sejak Senin (21/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022) menutup lapaknya. Namun, harga tahu dan tempe mulai Kamis (24/2/2022) dinaikkan Rp 1.000.
"Harganya ada kenaikan Rp 1.000, dari sebelumnya Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 hari ini," ujar Erna (32), salah satu pedagang di Pasar Serpong, Kamis.
Dia menuturkan, kenaikan harga tersebut dilakukan berimbas harga kedelai yang saat ini melambung tinggi hingga menyentuh angka Rp 1,2 juta per kuintal dari harga normal sebelumnya sekitar Rp 700 ribu per kuintal. Sehingga puluhan pedagang yang ada di Pasar Serpong kini mematok harga yang baru.
Erna melanjutkan, selain menaikkan harga tahu dan tempe, dia menyebut ukuran tahu dan tempe juga sedikit berkurang. "Dikurangin dikit ukurannya," kata dia, tanpa memerinci seberapa banyak pengurangannya.
In Picture: Pabrik Tahu Cibuntu Kembali Beroperasi Setelah Mogok Selama Tiga Hari
Pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Loekas Soesanto mengingatkan, perlunya perluasan lahan khusus guna meningkatkan produksi kedelai lokal di Tanah Air.
"Perluas lahan khusus untuk tanam kedelai, bisa dengan cara memanfaatkan lahan marjinal atau lahan kering dengan kandungan nara terbatas, tentunya dengan didukung teknologi pupuk guna meningkatkan potensi kesuburan tanah," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (24/2/2022).
Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed itu juga mengatakan, petani perlu didorong untuk menanam kedelai tidak hanya sebagai rotasi tanam guna mendukung intensifikasi pertanian. Jika bisa, penanaman kedelai dilakukan sepanjang tahun dengan dukungan bibit unggul.
"Dengan demikian dapat mengurangi potensi penurunan hasil dan menjaga kondisi tanah agar tetap subur serta produktivitasnya akan terus meningkat," katanya.
Dia menambahkan, untuk mendukung produktivitas dan kualitas kedelai maka petani juga perlu didorong untuk menghasilkan kedelai dengan ukuran besar. "Hal ini sesuai dengan harapan perajin tahu dan tempe yang tentunya tetap harus disesuaikan dengan kondisi lokal setempat," katanya.
Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian (Kementan) Yuris Tiyanto menyatakan, Kementan sedang melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan kedelai nasional, supaya petani kembali tertarik menanam kedelai. Sebagai informasi, pada 2022 Kementan memfasilitasi pengembangan kedelai seluas 52 ribu ha, dengan anggaran yang terbatas ini diharapkan selebihnya bisa dengan peran berbagai pihak termasuk off taker.
Strateginya, salah satunya dengan menggandeng perusahaan yang siap menyerap atau off taker sebagai penjamin untuk bisa memperoleh pembiayaan perbankan.
"Seperti halnya yang dilaksanakan di Solo pada Senin (14/2/2022) lalu, Kementan bersama dinas pertanian di 14 provinsi lokasi pengembangan kedelai non APBN/KUR, memfasilitasi kegiatan penandatanganan MoU antara perbankan dengan pihak off taker sebagai langkah pemenuhan target pengembangan kedelai dengan dana KUR tahun 2022," kata dia.
Lahan pertanaman kedelai tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa lahan tersebut akan berada antara lain di Provinsi Sulawesi Selatan, DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Jambi dan Banten.
“Kita akan tanam di sentra yang sudah ada, kita harapkan produktivitas bisa ditingkatkan, selama ini kuncinya ada di ketersediaan benih. Dengan pengawalan ketat akan dilakukan tanam di lahan kering, sebagian tumpang sisip dengan jagung, tebu dan kelapa sawit sebelum 4 tahun,” jelas Yuris.
Akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr Rio Dhani Laksana mengatakan pemerintah juga perlu mengkaji penetapan harga acuan tertinggi untuk kedelai impor sebagai solusi menghadapi lonjakan harga yang mempengaruhi aktivitas sejumlah industri di dalam negeri.
"Karena kenaikan yang fluktuatif, maka akan lebih baik jika pemerintah mengkaji kemungkinan menetapkan harga acuan tertinggi untuk kedelai impor," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu (23/2/2022).
Rio menjelaskan, bahwa fleksibilitas harga kedelai sangat mempengaruhi konsumen. Pasalnya, di tengah pelemahan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19, maka produk tahu dan tempe menjadi alternatif protein masyarakat.
"Solusi peningkatan produksi kedelai memang perlu menjadi acuan kebijakan dari kementerian pertanian, tetapi di sisi lain peningkatan produksi kedelai lokal yang bertahap akan membutuhkan waktu yang panjang agar terealisasi," kata Rio.
Hal lain yang dapat dilakukan pemerintah, kata dia, adalah melakukan operasi pasar dan memberikan program insentif atau subsidi harga impor kedelai. "Hal ini juga bisa dilakukan pemerintah sementara waktu sampai harga kembali normal," katanya.