PPATK: Kasus Investasi Ilegal Belum Selesai

PPATK mengingatkan masyarakat, kasus investasi ilegal belum selesai.

Antara/Galih Pradipta
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri) mengingatkan masyarakat, kasus investasi ilegal belum selesai.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengajak masyarakat untuk menghindari segala bentuk investasi ilegal. PPAK menduga masih ada kasus investasi ilegal di kemudian hari karena banyaknya modus yang digunakan.

Baca Juga


Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi mudah tergiur dengan berbagai bentuk investasi bodong yang sempat marak digandrungi. Ia menekankan bahwa ada resiko di balik untung besar yang dijanjikan.

"Tidak ada investasi yang secara instan bisa menghasilkan keuntungan yang berlimpah," kata Ivan dalam keterangan pers, Kamis (7/4/2022).

Ivan memproyeksikan kasus investasi ilegal belum akan berhenti. Namun ia menjamin PPATK terus melakukan pemantauan guna mencegah investasi ilegal yang merugikan masyarakat.

"Ini akan terus berkembang mengingat banyaknya transaksi dan dugaan modus yang digunakan oleh pelaku investasi bodong," ucap Ivan.

Oleh karena itu, Ivan mengingatkan masyarakat agar mempelajari bisnis investasi secara mendalam sebelum terjun langsung. Sebab bisnis investasi punya standar prosedurnya.

"Semua tentu harus melalui mekanisme yang jelas dan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keberhasilan pengelolaan investasinya," ujar Ivan.

Di sisi lain, PPATK kembali melakukan penghentian sementara transaksi terkait kasus investasi ilegal dengan total saldo sebesar Rp 588 miliar pada 345 rekening yang tersebar di 87 penyedia jasa keuangan. PPATK juga aktif melakukan koordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain.

"Ini terkait adanya aliran dana ke luar negeri dalam jumlah signifikan dari paper company di Indonesia ke perusahaan pemilik platform investasi ilegal di St. Vincent and The Grenadines (negara di Kepulauan Karibia) dengan transaksi sebesar total 7.916.557 euro atau setara Rp 123 miliar pada periode 8 September 2020 sampai 28 Desember 2021," ungkap Ivan.

Diketahui, PPATK mendorong agar adanya percepatan dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset. Hal ini guna mengantisipasi kekosongan hukum dalam penyelamatan aset.

PPATK juga menginisiasi percepatan pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Tujuannya adalah dalam rangka mendorong finansial inklusi di era teknologi 4.0 dan mencegah aktivitas pencucian uang melalui transaksi keuangan tunai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler