ICJR: Penggunaan Gas Air Mata tak Boleh Dianggap Lazim

Presiden diminta investigasi penggunaan gas air mata kedaluwarsa di Kanjuruhan.

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengamati penggunaan gas air mata kedaluwarsa yang sudah dilakukan Polri lebih dari sekali. ICJR mendorong pentingnya evaluasi agar tindakan itu tak dianggap hal biasa.

ICJR mencatat pada Sabtu 1 Oktober 2022 Polri mengakui menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarasa dalam insiden Kanjuruhan. Polri mengeklaim gas air mata yang telah kedaluwarsa itu tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian.

Pada September 2019 saat unjuk rasa mahasiswa atas penolakan RUU KPK dan RKUHP di Gedung DPR/MPR, ICJR mencatat polisi menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarsa. Awalnya, Polri sempat membantah memakai gas air mata yang masih standar (bukan kedaluwarsa). Namun, pernyataan itu diralat.

"Penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa bukan pertama kali terjadi, harus ada investigasi khusus terhadap aparat bertugas di lapangan yang menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarsa dan harus bertanggungjawab secara etik, disiplin dan pidana," kata Peneliti ICJR Iftitahsari, dalam keterangannya, Jumat (13/10/2022).

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No 1 Tahun 2009 terdapat tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisan. Mulai dari kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kemudian kendali untuk menggunakan senjata kimia gas air mata. Penggunaan senjata kimia seperti gas air mata juga diatur dalam Prosedur Tetap RI No 1 /X/2010 tentang Penanggulangan Anarki, di situ diatur penggunaan senjata kimia seperti gas air mata harus digunakan sesuai dengan standar kepolisian.

"Artinya, bahwa Kepolisian RI sendiri mengatur standar yang harus dipenuhi dalam penggunaan senjata kimia dan penggunaan gas air mata yang sudah melewati kedaluwarsa pastinya bukan termasuk standar penggunaan," ujar Iftitahsari.
 
Iftitahsari juga menegaskan penggunaan gas air mata kadaluwarsa tidak memenuhi prosedur. Sebab ada aturan soal standar penggunaan senjata kimia seperti gas air mata dalam berbagai peraturan internal Polri. Sehingga menurutnya, Kepolisian harus bertanggungjawab atas kesalahan ini.

"Atasan anggota kepolisian di tingkat yang lebih tinggi harus terbuka untuk dimintai pertanggungjawaban karena sangat mungkin semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa tersebut terjadi atas pembiaran atau bahkan atas perintah atasan," ungkap Iftitahsari.

Atas bermasalahnya penggunaan gas air mata oleh polisi yang tidak pertama kali terjadi ini, ICJR meminta Presiden RI mengusut dan mengevaluasi penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian selama ini. "Termasuk penggunaan senjata kimia yaitu penggunaan air mata, agar tidak lagi-lagi hal ini dianggap lazim," tegas Iftitahsari.



Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler