Cerita Keluarga Penjaga Jubah Nabi Muhammad Selama 13 Abad di Turki

Keluarga ini keturunan langsung Hazrat Owais Qarni yang dihadiahi jubah Nabi SAW.

TRT World
Jubah Nabi Muhammad SAW atau Hirka-i Sharif yang dijaga selama 13 abad oleh sebuah keluarga di Turki. Cerita Keluarga Penjaga Jubah Nabi Muhammad Selama 13 Abad di Turki
Rep: mgrol135 Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Ratusan orang berkumpul di pintu masuk sebuah masjid di distrik Fatih kuno, Istanbul pada Ramadhan yang berangin di bulan Mei. Para pemilik toko di luar sana menjajakan berbagai kurma dan botol Zamzam, air yang tumpah dari mata air bawah tanah di kota suci Muslim Makkah.

Baca Juga


Doa berkumandang dari pengeras suara masjid, membuat para wanita berjilbab dan pria bertopi masuk ke dalam dengan perasaan rasa hormat dan kegembiraan. Setiap tahun, ribuan umat beriman dari seluruh dunia mengunjungi masjid selama Ramadhan untuk melihat salah satu benda paling berharga dalam warisan Islam, yakni jubah Nabi Muhammad, yang dikenal sebagai “Hirka-i Sharif”.

Artefak antik ini disimpan di sebuah masjid berusia 160 tahun dengan nama yang sama. Struktur bangunan dibuat berbentuk segi delapan, untuk menandakan jumlah komponen yang membentuk jubah. Bangunan itu dibangun sedemikian rupa sehingga orang dapat menyusuri lorong untuk melihat jubah di lantai atas tanpa mengganggu jamaah sholat di lantai bawah.

Dilansir TRT World pada Selasa (28/5/2019), Sumeyra Guldal, Sekretaris Jenderal Yayasan Masjid Hirka-i Sharif, yang menjaga tempat ibadah mengatakan setiap tahun, lebih dari satu juta orang mengunjungi masjid selama Ramadhan. 

“Hanya dalam tiga minggu kami memiliki lebih banyak pengunjung daripada banyak museum lain di Turki,” tambah Guldal kepada TRT World.

Keluarga yang melindungi Hirka-i Sharif sama mempesonannya dengan masjid itu sendiri. Anggota keluarga ini merupakan keturunan langsung dari Hazrat Owais Qarni, sezaman dengan Nabi Muhammad SAW yang dianugerahi jubah olehnya.

Selama 13 abad, dari satu generasi ke generasi berikutnya, keluarga ini telah menjaga artefak berharga itu. “Sejak saya berusia tiga atau empat tahun, saya telah berada di masjid. Saya telah melihat betapa posesifnya keluarga saya terhadap jubah tersebut dan juga kesediaan mereka mengizinkan orang untuk mengunjunginya,” kata Baris Samir, keturunan ke-59 Owais Qarni.

“Misi kami merupakan yang sangat terhormat. Berapa banyak keluarga di dunia yang mengetahui silsilah mereka sejak 59 generasi?,” kata Samir, penduduk asli Istanbul berusia 45 tahun, yang merupakan insinyur mesin.

Kisah Owais Qarni telah menarik perhatian para cendekiawan Muslim selama berabad-abad. Dia memiliki status khusus dalam Islam dan dianggap sebagai sahabat Nabi Muhammad meskipun keduanya tidak pernah bertemu.

Berasal dari Yaman, Qarni berangkat ke Madinah untuk melihat Nabi tetapi harus kembali untuk merawat ibunya yang sakit. Setelah mendengar tentang bagaimana seorang pria yang berbakti kepada ibunya pergi tanpa bertemu dengannya, Nabi meminta dua sahabatnya yang paling tepercaya, Omar dan Ali untuk menyerahkan jubahnya kepada orang Yaman itu.

Sejak saat itu, keturunan Owais Qarni menjadi penjaga kain berwarna emas yang terkenal. Sementara Qarni tidak dapat melihat Nabi secara langsung karena keadaan, banyak orang mengklaim bahwa mereka bertemu secara spiritual, hal itu yang membuat Qarni meninggikan status diantara para sufi.

Namun, jubah itu menarik pengakuan dan perhatian, yang dibenci oleh Qarni, yang mempunyai kepribadian yang tertutup dan kesepian dalam tradisi Islam. Di kemudian hari, Qarni akhirnya pindah ke Irak utara di mana ia gugur dalam pertempuran bersama Ali, menantu Nabi dan khalifah Rashidun keempat, melawan Muawiyah, khalifah Umayyah kemudian. Ia gugur pada pertempuran Siffin pada 657, dekat Raqqa modern di Suriah utara.

Menurut Muslim Sunni, kekhalifahan Rashidun mengacu pada empat khalifah yang menggantikan Nabi ketika dia meninggal dan dianggap dibimbing dengan benar. Keluarga Qarni tinggal di Irak sampai abad kesembilan, dengan hati-hati menjaga jubah, sampai mereka terpaksa pindah ke Turki Barat, menetap di Kusadasi, sebuah kota Aegean yang indah.

“Kami tidak memiliki dokumentasi yang menjelaskan mengapa kami berada di Kusadasi. Tampaknya keluarga memutuskan membuat rumah mereka di sini karena aman. Mereka tinggal di sana sampai 1611,” kata samir.

Pada tahun 1611, Ahmet I, Sultan Ottoman dan khalifah Muslim pada saat itu, mendengar tentang jubah dan memutuskan ia harus memilikinya. Namun para penasehatnya dan para ulama sangat menyarankan tidak melakukannya, dengan mengatakan itu akan menjadi pelanggaran terhadap keinginan Nabi. Dan akhirnya dia mengundang keluarga itu untuk tinggal di Istanbul.

Selama seratus tahun berikutnya, keluarga tersebut mengizinkan orang untuk melihat jubah Nabi SAW setiap Ramadhan, tetapi karena popularitasnya meningkat dan lebih banyak pengunjung datang, biaya dan manajemen menjadi tidak dapat dipertahankan. Sultan Abdulhamid I, yang memerintah Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-18, akhirnya membangun sebuah bangunan kecil di Fatih untuk menyimpan jubah, tetapi dengan cepat menjadi ramai.

“Tempat itu juga tidak cukup besar untuk peningkatan jumlah pengunjung. Kali ini Sultan Abdulmecid memerintahkan untuk membangun masjid dan lingkaran Hirka-i Sharif di samping masjid. Jubah itu sudah ada di sini sejak 1851,” jelas Samir.

Masjid ini juga memiliki area yang unik untuk keluarga pelindung. “Kami menganggap lingkaran Hirka-i Sharif (di Masjid) sebagai tempat yang istimewa. Tempat di mana orang merasa dekat dengannya. Itu membuat kami gembira mengetahui bahwa kami melayani sebagai saluran untuk hubungan spiritual Nabi dengan orang-orang,” katanya.

"Ini adalah emosi yang tak terlukiskan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler