Obat Sirup yang Dilarang Beredar Mengerucut pada 102 Merek, Ini Daftarnya

Sebanyak 102 merek obat sirup ditemukan di 156 rumah pasien gangguan ginjal akut.

EPA-EFE/MAST IRHAM
Seorang penjaga toko memperlihatkan beberapa obat sirop yang dijual di sebuah toko obat di Jakarta, 19 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan pengumuman yang meminta apotek dan petugas kesehatan untuk menghentikan sementara resep sirup dan obat cair menyusul kematian hampir 100 anak akibat cedera ginjal akut .
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan daftar produk obat sirup yang dilarang untuk diresepkan dan diperdagangkan di Indonesia mengerucut pada 102 merek dagang. Ia mengungkapkan Kemenkes telah mendatangi 156 rumah pasien gangguan ginjal akut misterius dan mendapati ada 102 obat sirup yang ada di lemari keluarga.

"Kami belum 100 persen tahu mana yang obat sirup yang berbahaya. Tapi, 75 persen sudah diketahui, sehingga dilarang untuk diresepkan dan dijual di apotek," kata Budi dalam konferensi pers terkait gagal ginjal akut progresif atipikal (acute kidney injury/AKI) yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Budi mengatakan Kemenkes dibantu organisasi profesi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menginstruksikan kepada kalangan apoteker dan dokter untuk tidak meresepkan daftar obat sirup yang berisiko memicu AKI. Berikut daftar obat sirup yang dikonsumsi pasien AKI di Indonesia berdasarkan telisik Kemenkes RI pada pasien AKI di Indonesia:

Baca Juga


Afibramol, Alerfed Syrup, Ambroxol syr, Amoksisilin, Amoxan, Amoxicilin, Anacetine syrup, Anacetine DOEN, Apialys Syrup, Azithromycin Syrup, Baby cough Camivita, Caviplex, Cazeti, Cefacef Syrup, Cefspan Syrup, Cetirizin, Colfin Syrup, Cupanol Syrup, Curbexon Syrup, Curviplex Syrup, Depakene, Devosix drop 15 ml, Dextaco Syrup, dan Domperidon Syrup.

Disudrin-ped, Elkana Syrup, Eritromisin, Etamox Syrup, Fartolin Syrup, Ferro K, Hecosan, Hufabetamin, Hufagrip, Hufamag Plus Syrup, Ibuprofen, Ifarsyl Plus, Imunped Drop, Interzinc, Itamol Syrup, Klinik Tazkia: Paracetamol Syrup, Metronidazole Syrup, Mucos Drop, Novachlor Syrup, Nytex, OBH Ane Konidin, Omedom Syrup, Omemox, Pacdin Cough Syrup, dan Pamol.

Paracetamol Drop dan Syrup, Paraflu Syrup, Praxion Syrup, Profilas Syrup, Proris, Proris Hijau, Psidii Syrup, Ranivel Syrup, Rhelafen, Rhinofed, Rhinos Junior Syrup, Rhinos Neo Drop, Rosidon, RSKM: Paracetamol Syrup, Sanmol Syrup, Sanprima, Sucralfate, Tempra, Tremenza Syrup, UNIBEBI Cough Syrup, Unibeby drop, Vesperum, Vesperum drop 15 ml, Vestein (Erdostein), Vometa, Yusimox, Zenichlor Syrup, Zinc Drop, Zinc Syrup, Zincpro Syrup, Zibramax, Asam Valproat Sirup, Carsida, Hufabethamine, Renalit, Hufallerzine, dan Hufagrip.

Budi mengatakan pihaknya tidak punya wewenang menarik ratusan produk obat tersebut dari peredaran, tapi bisa melarang penjualannya untuk sementara di seluruh jaringan apotek sambil menanti hasil penelusuran lebih lanjut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ia mengatakan pihaknya telah menginstruksikan agar seluruh produk obat sirup yang beredar luas di Indonesia dihentikan sementara penggunaannya selama proses investigasi penyebab AKI.

Upaya itu ditempuh Kemenkes sebagai bentuk kehati-hatian pemerintah menyikapi laju kasus AKI yang mencapai 241 pasien di 22 provinsi dengan angka kematian 133 jiwa. "Dua hari lalu, karena belum terarah, kami tahan semua dulu. Yang kami tahu, semua obat sirop memiliki probabilitas senyawa berbahaya," katanya.

Menkes Budi mengatakan seluruh produk obat sirop tersebut terbukti secara klinis mengandung bahan polyethylene glikol. Sebenarnya, senyawa pelarut obat sirop itu tidak berbahaya selama penggunaanya berada pada ambang batas aman.

"Kalau formula campurannya buruk, polyethylene glikol bisa memicu cemaran seperti etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE). Kalau dilihat, polyethylene glikol adalah pelarut tambahan yang jarang dicatat dalam informasi produk obat," katanya.

Pada Kamis (20/10/2022) malam, Kemenkes mengundang para ahli farmakologi, dokter, hingga organisasi apoteker untuk mengecek lebih rinci mana saja produk obat sirop yang benar-benar bahaya untuk dikonsumsi publik. Obat sirop yang diizinkan untuk kembali beredar hanya yang terbukti secara klinis oleh BPOM tidak mengandung pelarut polyethylene glikol."Setelah kami tutup semua (distribusi obat sirop), kami coba longgarkan pelan-pelan," katanya.

BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi didorong untuk terus aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pascapenggunaan obat. Masyarakat dapat melaporkannya kepada Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional melalui aplikasi e-MESO Mobile.

BPOM akan terus memperbarui informasi terkait dengan hasil pengawasan terhadap obat sirop sesuai dengan data yang terbaru. Terhadap hasil uji obat sirop dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman, BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan obat terkait dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.

Penarikan mencakup seluruh jalur pemasaran mulai dari pedagang besar farmasi, instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler