Sosok Mursyid Ideal dan Langkah Mensucikan Jiwa Menurut Tasawuf 

Langkah mensucikan jiwa amenurut tasawuf harus melewati sejumlah tahapan

Edwin Dwi Putranto/Republika
Ilustrasi mensucikan jiwa dalam tasawuf. Langkah mensucikan diri menurut tasawuf harus melewati sejumlah tahapan
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dalam ilmu tasawuf dikenal istilah mursyid. Ia adalah orang yang membimbing, menunjukan, dan bertanggung jawab memimpin para salik (murid) dalam membersihkan dan memurnikan jiwanya untuk sampai kepada Allah SWT. 

Baca Juga


Para mursyid dalam membimbing memiliki metode yang bersanad atau tersambung hingga kepada Rasulullah SAW. Inilah yang kemudian yang disebut tarekat yang mu'tabar.  

Namun demikian menurut Ketua Majelis Ifta' Idarah Wustha Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An-Nahdhliyah (Jatman) DKI Jakarta, KH Yunus Abdul Hamid, pada masa ini tak banyak para mursyid yang memiliki bashirah atau penglihatan mata hati yang tajam sehingga mengetahui penyakit hati muridnya untuk selanjutnya membimbing muridnya sehingga dapat mensucikan jiwa (tazkiyah nafs). 

"Bahwa yang mengaku mursyid banyak, yang dapat ijazah mursyid banyak, tapi yang layak untuk mursyid ideal ini tidak banyak. Karena seorang mursyid yang ideal paling tidak orang itu sudah (memiliki) fungsi bashirah-nya. Artinya hatinya sudah futuh sehingga seorang mursyid yang sudah bisa membimbing dengan baik pada muridnya, ketika murid datang di hadapannya tahu apa penyakit hatinya," kata Kiai Yunus dalam Halaqah Alim Ulama dan Masyayikh Thariqah Al Mu'tabarah An-Nahdhliyah se-DKI Jakarta di Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation Jakarta beberapa waktu lalu. 

Ibarat dokter yang mengobati pasien, harus mengetahui terlebih dulu penyakitnya agar dapat memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Maka seorang mursyid pun harus mengetahui penyakit hati muridnya. 

Karena itu, menurut Kiai Yunus, seorang mursyid yang memiliki bashirah sudah diberi tahu Allah SWT tentang penyakit hati yang diderita muridnya sebelum murid tersebut menjelaskan.  

Melalui wirid yang sanadnya bersambung sampai pada Rasulullah SWt, mursyid akan membimbing muridnya untuk terlebih dulu bertaubat. 

Setelah itu mursyid akan menuntun muridnya menapaki manzilah yang lebih tinggi yaitu istikamah. Selanjutnya melangkah pada manzilah yang lebih atas yaitu takwa. 

Setelah seseorang itu bertakwa maka dengan rahmat Allah SWT orang tersebut menjadi muslim yang kaffah.  

Pada sisi lain dalam menyelami tasawuf serta menjadi mukmin sejati, seorang murid harus memulainya dengan ikhlas dalam beribadah. 

Kiai Yunus mengatakan ketika seseorang telah terbebas dari berhala fisik seperti tidak menyembah patung dan sejenisnya, maka harus juga terbebas dari berhala nafsu yang ada dalam diri sehingga dalam beribadah tidak karena perkara dunia seperti harta dan jabatan melainkan murni karena Allah SWT.  

Dalam hal amaliyah, menurut Kiai Yunus, banyak orang yang dalam mengerjakan amal bukan murni mengharap karena Allah SWT melainkan mengerjakan suatu amal karena agar mendapat pahala yang besar. 

Ada juga orang yang tak sadar menyembah ruhnya seperti orang-orang yang diberi mukasyafah dan merasa puas serta larut asyik dengan kelebihannya hingga senang diunggul-unggulkan banyak orang karena kelebihannya itu. 

Ada juga orang yang tak sadar menyembah amalannya seperti membangga-banggakan mempraktikan kesaktiannya karena membaca suatu amalan tertentu. Karena itu menurut kiai Yunus pentingnya bertarekat dan mendapat bimbingan dari seorang mursyid. 

"Tanpa terasa kalau ahli ibadah tanpa dibimbing oleh mursyid yang tahu jalan menuju Allah, tanpa terasa dia akan tersesat di atas sajadahnya. Oleh karena itu disinilah letaknya kenapa kita harus ber-thariqah. Kenapa harus ada mursyid yang bisa membinbing menuju Allah SWT," katanya.     

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler