Penyintas Gempa Turki: Bangunan Ambruk Seperti Kertas Tisu
Gempa menghancurkan bangunan di seluruh kawasan dan terasa hingga Siprus dan Lebanon.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Seorang penyintas gempa bumi terkeras di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir menceritakan pengalamannya. Ia mengatakan gempa "meruntuhkan gedung-gedung seperti kertas tisu."
Berjin dan sepupunya Rojhat hendak pulang ke Kota Van usai liburan di Provinsi Diyarbakir, Turki, saat gempa terjadi. Pada Senin (6/2/2023) dini hari gempa menghancurkan gedung tempat Rojhat pemain sepak bola lokal, tidur.
Setelah tim penyelamat tiba untuk menyelamatkan orang di bawah puing-puing, Berjin menunggunya selama berjam-jam di depan gedung yang hancur. Usai Rojhat berhasil diselamatkan keduanya pulang ke Van, di sana mereka merasakan gempa susulan.
"Mohon berhenti, ini gempa yang sangat kuat, mohon berhenti," kata Berjin sambil menangis dalam rekaman video yang memperlihatkan furnitur dan lampu-lampu di rumahnya bergoyang, seperti dikutip dari Arab News, Selasa (7/2/2023).
Berjin berada di luar rumahnya di tengah suhu udara di bawah 15 derajat Celsius setelah gempa susulan. Gedung tempat tinggalnya salah satu dari banyak gedung yang belum direnovasi usai gempa tahun 2011 yang menewaskan ratusan orang.
Turki memulai pekan ini dengan gempa salah satu terkuat di kawasan selama beberapa dekade. Gempa 7,8 skala Richter ini menewaskan 3.700 orang lebih di Turki dan Suriah. Sekitar 3.000 bangunan hancur.
Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (AS) mencatat kedalam gempa yang terjadi 04:17 Senin pagi waktu sempat sekitar 17,9 kilometer. Gempa menghancurkan bangunan di seluruh kawasan dan terasa hingga Siprus dan Lebanon.
Gempa kedua berpusat di dekat Provinsi Kahramanmaras, Turki. Rumah sakit di tenggara Provinsi Sanliurfa hancur oleh gempa dan banyak pasien yang tertimbun reruntuhan. Turki menghentikan aliran minyak dari pelabuhan ekspor Ceyhan sebagai langkah pencegahan.
Guru sekolah negeri di Diyarbakir, Ozcan Karakoc, segera berlari menuju sekolahnya saat ia merasakan gempa. Ia ikut membantu penyintas di sebelah sekolahnya, menyediakan selimut dan makanan pada orang-orang yang diselamatkan dari bangunan-bangunan dekat sekolahnya.
Sekolahnya terletak di distrik Baglar, salah satu daerah yang paling terdampak gempa dan termiskin di Diyarbakir.
"Saya tinggal di distrik Seyrantepe, Diyarbakir, di mana bangunan-bangunan relatif baru dan tidak ada kerusakan parah di dalam rumah kami, tapi bangunan di sebelah sekolah merupakan gedung tua sekitar delapan lantai yan ditinggali 200 orang lebih, dalam hitungan detik gedung itu runtuh seperti kertas tisu," katanya.
Kini ia gelisah menunggu kabar dari murid-muridnya yang banyak tinggal di perumahan kumuh di Baglar. Jalanan dipenuhi orang usai gempa, termasuk anak-anak yang memakai piyama di tengah udara yang membekukan.
Warga Diyarbakir lainnya Berrak Demirel tidur saat gempa mengguncang kota. Ia lari keluar rumah bersama suami dan anaknya saat gempa kedua berakhir.
"Kami berada di luar selama berjam-jam, tapi harus kembali masuk ke rumah karena kondisi cuaca di kota sangat membekukan," katanya.
Angkatan Bersenjata Turki mendirikan koridor bantuan udara di zona gempa. Warga Iskenderun, Misel Uyar mengatakan rumah sakit di kota itu hancur oleh gempa. Tenaga medis dan pasien berada di dalamnya. Ia menambahkan beberapa gedung baru ambruk meski dibangun dengan standar modern. Pelabuhan Iskenderun juga rusak akibat gempa.
"Gempa terkuat yang pernah saya alami," kata Uyar, sambil menambahkan banyak bangunan tua di kota itu yang hancur oleh gempa.
"Bangunan tua lainnya, hanya beberapa meter dari rumah saya juga ambruk, beberapa orang di dalamnya meninggal," katanya.
"Semua gereja-gereja kami di daerah ini benar-benar hancur, petugas polisi yang menjaga Gereja Ortodoks meninggal dunia karena tertimpa batu, orang-orang tinggal sementara di mobil karena takut gempa susulan," tambahnya.
Wakil ketua partai oposisi Partai Rakyat Republik, Ali Oztunc dari Provinsi Kahramanmaras berada di zona gempa. "Semua pemerintah daerah dan badan penanggulangan bencana, AFAD, kami saat ini sedang bekerja sama untuk menyelamatkan rakyat dan memberi kebutuhan mendesak," katanya.
"Sesar Anatolia Timur berusia 500 tahun yang tidak bisa dipecahkan lewat di bawah kota inI, sudah berkali-kali kami meminta pihak berwenang untuk mengambil tindakan pencegahan mengenai bangunan-bangunan," katanya.
Kebutuhan bangunan tahan gempa sudah menjadi agenda prioritas Turki selama beberapa tahun terakhir. Ilmuwan memperingatkan pemerintah untuk segera mengambil tindakan.
Pada tahun 1999 sekitar 18 ribu orang tewas akibat gempa 7,4 skala Richter yang mengguncang daerah Marmara. Gempa lainnya yang mengguncang negara itu pada tahun 1939 menewaskan sekitar 33 ribu orang.