Amnesty Internasional Indonesia Sebut Pemenjaraan Budi Pego Cederai Penegakan Hukum
Amnesty mendesak Budi segera dibebaskan tanpa syarat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritisi penangkapan aktivis pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup asal Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego. Ia meyakini tindakan itu justru berdampak negatif bagi upaya penegakan hukum.
Usman menilai penangkapan ini menunjukkan kian sempitnya ruang kebebasan bagi warga yang berusaha melindungi lingkungan. Budi Pego dikenal sebagai salah satu aktivis yang menolak aktivitas tambang PT Merdeka Copper Gold dan anak perusahaannya, yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) sejak 2012 di Gunung Tumpang Pitu.
"Peradilan menutup mata, meski jelas sekali Budi ditangkap karena sikap kritis atas proyek tambang emas di lingkungannya," kata Usman dalam keterangannya pada Senin (27/3/2023).
Usman menilai, seharusnya hak Budi berpendapat dan berekspresi damai dilindungi Negara sebagai wujud partisipasi publik. Namun, yang terjadi malah negara membungkam suara Budi.
"Ini mencederai wajah penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung yang merupakan benteng terakhir keadilan," ujar Usman.
Usman juga menyinyalir penangkapan ini bisa memunculkan efek gentar bagi siapa saja yang memiliki pendapat berbeda dari kebijakan negara. Terutama warga dan masyarakat yang berjuang menyelamatkan dan melindungi lingkungan dari kerusakan.
"Apa yang menimpa Budi Pego menunjukkan bahwa negara melalui pemerintah khususnya aparat kepolisian dan kejaksaan terlihat inkonsisten dengan komitmen mengatasi perubahan iklim dan melindungi sumber daya alam, seperti yang selalu disuarakan di forum-forum nasional dan internasional," ujar Usman.
Atas dasar itulah, Amnesty mendesak agar Budi segera dibebaskan tanpa syarat. "Berpendapat itu tidak tidak boleh diintervensi. Dan berekspresi secara damai bukan tindak kriminal," tegas Usman.
Dari informasi yang diterima Amnesty International Indonesia, Heri Budiawan alias Budi Pego tiba-tiba ditangkap tanpa penjelasan oleh belasan anggota Polresta Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada Jumat (24/3/2023) sore sekitar pukul 17.00 WIB.
Budi Pego saat ini berada di Lapas Banyuwangi dengan penahanan dari Kejaksaan RI Banyuwangi. Penahanan atas Budi Pego didasarkan pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap dirinya. Penahanan ini sendiri sudah dipeti-es-kan selama 5 tahun.
Kasus yang menjerat Budi bermula pada Maret 2017 saat dia dan puluhan warga Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, mendapat informasi kegiatan pertambangan di desa mereka. Lokasi ini dikenal warga setempat dengan nama Gunung Gamping.
Pada 4 April 2017, berlangsung aksi protes dan pembentangan spanduk menolak tambang. Namun aksi itu dituduh aparat keamanan telah menggunakan logo mirip palu arit di spanduk aksi.
Pada 13 Mei 2017, Budi bersama tiga warga lainnya menerima surat panggilan dari kepolisian setempat sebagai tersangka tindak pidana melakukan penyebaran dan mengembangkan ajaran komunisme, marxisme-leninisme di muka umum dengan media tulisan (spanduk). Ia dijerat dengan pasal 170a UURI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Lalu pada 4 September 2017, Budi ditahan oleh Kajari Banyuwangi untuk diadili. Namun, walau Jaksa Penuntut Umum tidak pernah mampu menghadirkan bukti fisik spanduk yang dituduhkan dalam setiap persidangan, Budi tetap divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Selasa, 23 Januari 2018 dengan hukuman penjara 10 bulan.
Pada 14 Maret 2018 Majelis hakim PT Jawa Timur yang diketuai oleh Edi Widodo memutuskan menerima permohonan banding JPU Kajari Banyuwangi. Dan memutus pidana penjara selama 10 bulan terhadap Budi Pego.
Kemudian pada 16 Oktober 2018, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Budi Pego. Bahkan hakim MA mengubah putusan PN Banyuwangi dan PT Jawa Timur mengenai pidana penjara yang bersangkutan menjadi empat tahun.
Tanggal 7 Desember 2018, Budi mendapatkan surat dari Kajari Banyuwangi (Surat Panggilan Terpidana), yang bertujuan untuk pelaksanaan putusan MA tersebut (eksekusi tahap I). "Namun anehnya, pascaterbitnya surat eksekusi I tersebut, tim kuasa hukum dan Budi Pego belum menerima salinan putusan Kasasi," tutur Usman.
Tanggal 21 Desember 2018, Heri Budiawan kembali mendapatkan surat panggilan eksekusi tahap II, yang akan jatuh pada Kamis, 27 Desember 2018. "Dan sekali lagi hingga hari ini, tim kuasa hukum dan Heri Budiawan tetap belum menerima salinan putusan kasasi," sebut Usman.
Amnesty International Indonesia mencatat dari periode Januari 2019 hingga Mei 2022 terdapat setidaknya 37 kasus penyerangan terhadap pembela lingkungan hidup dan hak atas tanah, yang menimbulkan sedikitnya 172 korban. Selama periode itu, jumlah korban paling banyak terjadi pada 2020 sebanyak 79 orang.