Murniati: Indeks Literasi Keuangan di Tanah Air Masih Sangat Rendah
Tim Riset Sakinah Finance sedang mengevaluasi tentang literasi apa yang dibutuhkan.
REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pendiri dan Konsultan Sakinah Finance Murniati Mukhlisin menyampaikan, indeks literasi keuangan di Tanah Air masih sangat rendah. Yakni, berada di angka 9,1 persen (keuangan syariah) atau 23,3 persen (ekonomi dan keuangan syariah).
“Guna mengatasi masalah tersebut Tim Riset Sakinah Finance sedang mengevaluasi tentang literasi apa saja yang dapat membantu penyebaran literasi ekonomi dan keuangan syariah lebih baik lagi. Dan apa saja produk serta jasa keuangan syariah yang diperlukan ummat Islam dari usia 0 tahun hingga di atas usia pensiun,” kata Murniati dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat (14/4/2023).
Hal itu disampaikan Murniati dalam paparannya pada webinar III Edukasi Keuangan Syariah yang diselenggarakan oleh OJK. Webinar ini bertemakan "Keuangan Syariah Membangun Negeri". Webinar ini diselenggarakan secara hybrid, yang mana acara luring diselenggarakan di Gedung Dekanat FEB UI Kampus Widjojo Nitisastro. Jumlah peserta yang hadir adalah 1.300 orang.
“Selain itu, produk dan jasa keuangan syariah khusus untuk penyandang disabilitas pun perlu dihadirkan. Para penyandang di Indonesia berjumlah 14 persen dari total penduduk Indonesia atau 32 juta orang menurut laporan Susenas 2018, agar mereka juga dapat berpartisipasi di kancah ekonomi dan keuangan syariah,” ujarnya.
Sementara itu, pandangan dari para pembicara dalam webinar ini adalah potensi ekonomi dan keuangan syariah di masa yang akan datang, tantangan ekonomi dan keuangan syariah yang dihadapi saat ini, serta strategi dan solusi yang harus diciptakan guna mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dalam misi pembangunan ekonomi berkelanjutan dan menyongsong Indonesia Emas 2045.
Dikatakan Friderica Widyasari Dewi Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, bahwasannya ekonomi dan keuangan syariah yang sangat potensial diiringi dengan pertumbuhan positif serta mendapatkan pengakuan secara internasional. Tak hanya itu, menurut Friderica, posisi Indonesia pun di peringkat ke 7 dengan aset terbesar dan posisi ke-3 sebagai developed country with the highest Islamic finance.
Sedangkan Arief Hartawan Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Arif Hartawan mengatakan, pertumbuhan ekonomi syariah hampir menyentuh angka 20 persen yang merupakan bagian dari potensi Ekonomi Syariah di Indonesia.
“Terdapat tiga sektor strategis yang saat ini sedang dikembangkan oleh BI, yaitu food, fashion dan pariwisata melalui event-event serta pembangunan ekosistem halal” ujar Arief.
Selain itu, kata dia, BI juga sedang mempersiapkan KEKSI (Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia) yang dapat mengukur kinerja dan prospek ekonomi syariah di Indonesia. Salah satunya adalah melalui pengukuran PDB Syariah, yang mana apabila di realisasikan bisa menjadi yang pertama di dunia.
Tak hanya dari sektor riil, upaya mendorong ekonomi dan keuangan syariah juga difokuskan pada instrumen investasi. Salah satunya yaitu sukuk, yang mana menurut Direktur Pembiayaan Syariah, DJPPR (Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko), Kementerian Keuangan RI Dwi Irihayati Hadiningdyah, sukuk di Indonesia menjadi trend setter dunia.
"Itu dilihat dari perolehan pencapaian sukuk-sukuk di Indonesia mulai dari penerbit green sukuk terbesar dunia secara global dengan nilai USD 120,36 milliar," ujarnya.
Tetapi, kata dia, permasalahan yang ada dalam penerbitan sukuk ini ialah belum hadirnya fintek syariah yang secara langsung memfasilitasi dalam pembayaran sukuk ini. Selain itu, tantangan yang dihadapi ekonomi dan keuangan syariah ialah mendorong lebih kesiapan bank syariah serta mengembangkan UMKM halal dari segi pembiayaan.