Gaduh 'Privilese' Mario Dandy, dari Aksi Lepas-Pasang Cable Ties Hingga Fasilitas di Rutan
Mario Dandy akan menjalani sidang perdana di PN Jaksel pada Selasa, 6 Juni 2023.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira B, Ali Mansur, Nawir Arsyad Akbar, Bambang Noroyono
Mario Dandy Satriyo sepekan terakhir kembali menjadi bahan perbincangan warganet di media sosial seusai aksinya melepas-pasang sendiri borgol berupa cable ties tertangkap oleh kamera. Aksinya itu terjadi saat ia berada di sebuah ruangan di Polda Metro Jaya pada Jumat (26/5/2023).
Dalam video yang beredar viral, saat Mario Dandy tengah duduk di sebuah sofa di sebuah ruangan, ia mengambil cable ties dari meja di hadapannya dan memasangkannya sendiri ke tangannya. Cable ties yang berfungsi sebagai borgol itu terlihat dengan mudahnya dibongkar pasang oleh Mario Dandy.
Jonathan Latumahina, Ayah David Ozora, korban dari penganiayaan Mario Dandy turut berkomentar jengah dengan kelakuan penganiaya putranya tersebut. Dia kemudian bahkan mencurigai Mario bisa keluar-masuk sel sendiri.
"Bisa masang dan lepas cable ties sendiri, jangan-jangan bisa keluar-masuk sel sendiri juga nih. Nanti ada hukum yang nggak kaya hukum negeri ini yang akan kena ke anak ini, tunggu saja," kata Jonathan di akun Twitter @seeksixsuck seperti dikutip oleh Republika di Jakarta pada Sabtu (27/5/2023).
Isu cable ties semakin gaduh menyusul dalih dari Polda Metro Jaya bahwa video yang beredar adalah hasil editan dari dua video yang berbeda. Hingga pada Ahad (28/5/2023), Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi Karyoto, akhirnya meminta maaf kepada masyarakat luas atas kegaduhan yang terjadi dan dugaan melakukan kesalahan terkait pengamanan Mario Dandy.
"Kalau memang ini menjadi semacam koreksi bagi Polda Metro saya terima, dan kami berterima kasih kepada netizen, dan saya katakan apapun masukan karena yang terlihat di dalam video seperti itu, saya selaku penanggung jawab Polda Metro Jaya minta maaf," ucap Karyoto.
Selain meminta maaf, Karyoto menegaskan bahwa tidak ada perlakuan istimewa terhadap Mario Dandy selama menjalani rangkaian proses hukum di Polda Metro Jaya. Dia juga menyatakan bahwa penyidik Polda Metro Jaya telah bertindak adil dalam memproses hukum Mario Dandy dan juga Lukas Shane dalam kasus penganiayan berat terhadap Cristalino David Ozora (17 tahun).
“Kalau saya lihat dari perkaranya, saya yakin para penyidik (Polda Metro Jaya) tidak ada yang memberikan pelayanan yang istimewa kepada Mario Dandy,” kata Karyoto menegaskan.
Menurut Karyoto, hal itu dibuktikan pasal yang dikenakan ke Mario Dandy mengenai penganiayan berat. Maka dengan pemberian pasal tersebut, kata dia, tak ada celah pemberian perlakuan khusus terhadap Mario Dandy. Saat ini kasus penganiayaan berat yang sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia itu sudah pada tahap II.
"Bahkan dari pasal yang diterapkan adalah pasal yang memberatkan, yaitu pasal 355, di mana dia merencanakan adanya penganiayaan berat," kata Karyoto.
Rampung gaduh cable ties, di internet beredar informasi bahwa Mario Dandy mendapatkan privilese selama ditahan. Tersangka Mario dan Shane mendapatkan fasilitas ruang makan hingga alat komunikasi selama ditahan di Rutan Cipinang.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen PAS Kemenkumham) membantah telah memberikan perlakuan khusus terhadap Mario dan Shane. "Tidak ada perlakuan khusus," tegas Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti saat dikonfirmasi awak media, Selasa (30/5/2023).
Menurut Rika pihaknya menerima dua tahanan yaitu Mario Dandy dan Shane Lukas dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Serah terima, kata Rika, dilakukan sesuai SOP, di antaranya pengecekan berkas, kesehatan dan antigen. Kemudian kedua tersangka di tempatkan di kamar masa pengenalan lingkungan (Mapenaling) Rutan Cipinang bersama 16 orang lainnya.
“Aturan ini berlaku untuk semua penghuni baru rutan,” terang Rika.
Rika melanjutkan, untuk fasilitas untuk tahanan baru belum diperbolehkan mendapatkan fasilitas komunikasi sampai dengan proses masa perkenalan lingkungan selesai dilakukan. Artinya fasilitas tersebut baru didapat Mario Dandy dan Shane Lukas setelah 14 hari menginap di Rutan Cipinang.
“Fasilitas komunikasi diberikan oleh pihak rutan, termasuk videocall. Tapi untuk Mario Dandy sampai dengan selesai masa pengenalan lingkungan 14 hari belum diberikan fasilitas tersebut,” kata Rika.
Menyusul mencuatnya isu privilese di Rutan Cipinang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian memindahkan lokasi penahanan sementara Mario Dandy dan Shane Lukas ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat. Pemindahan dilakukan pada Selasa (30/5/2023).
Rika menerangkan tak ada alasan yang spesifik mengenai pemindahan tersebut. Karena dikatakan dia, pemindahan itu dengan melihat fakta kondisi Rutan Cipinang yang saat ini mengalami kelebihan kapasitas.
“Kondisi di Rutan Cipinang saat ini 300 persen overcrowding. Saat ini Rutan Cipinang dihuni oleh 3.451 warga binaan,” kata Rika.
Pada Rabu (31/5/2023), Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly membantah adanya keistimewaan terhadap penahanan Mario Dandy. Ia menjelaskan, pemindahannya dari Rutan Cipinang ke Lapas Salemba dikarenakan masalah kapasitas.
"Jadi pertimbangan ini disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah, di sana (Rutan Cipinang) over crowded-nya 300 persen. Jadi dipindahkan ke Salemba berikut beberapa puluhan napi dipindahkan," ujar Yasonna usai rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (31/5/2023).
"Enggak, enggak ada istimewa. Jangan bikin hoaks," sambungnya menegaskan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah menetapkan, Selasa 6 Juni 2023 sebagai hari sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap Mario Dandy dan Shane Lukas. Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto mengatakan, ketua pengadilan, pun sudah menetapkan komposisi majelis hakim untuk menyidangkan kasus tindak pidana penganiayaan berat terhadap korban anak, David Ozora tersebut.
Djuyamto mengatakan, penetapan tanggal dan komposisi hakim pengadil terkait kasus tersebut, setelah PN Jaksel menerima pelimpahan berkas perkara dan dakwaan dua terdakwa itu dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel, pada Selasa (30/5/2023). “Selanjutnya ditetapkan sidang pertama pada Selasa 6 Juni 2023 mendatang,” kata Djuyamto lewat pesan video yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Adapun komposisi majelis pengadil, Djuyamto mengatakan, pengadilan mendaulat Hakim Alimin Ribut Sujono sebagai ketua. Untuk dua anggota majelis, terdiri dari Hakim Tumpanuli Marbun, dan Hakim Muhammad Ramdes. Kata Djuyamto PN Jaksel memastikan sidang terkait kasus tersebut akan dilakukan terbuka untuk umum.
Kasus yang menjerat dua tersangka Mario Dandy dan Shane Lukas ini, terkait dengan penganiyaan berat dan terencana yang dilakukan terhadap korban anak David Ozora (17 tahun). Penganiayaan berat yang dilakukan itu terjadi pada Maret 2023 lalu.
Kasus ini menyita perhatian publik dan merembet ke persoalan keluarga Mario Dandy yang merupakan anak dari Rafael Alun Trisambodo, pejabat di Ditjen Pajak Kantor Wilayah Jaksel. Terungkapnya kasus penganiayaan berat tersebut berujung pada pemecatan Rafael Alun Trisambodo dari Ditjen Pajak.
Belakangan bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terkait dengan kasus penganiayaan itu sendiri, melibatkan tiga orang sebagai pelaku. Satu pelaku lainnya, adalah perempuan berusia 15 tahun inisial AG.
AG saat kasus penganiyaan tersebut terjadi adalah kekasih dari tersangka Mario Dandy. NTerhadap AG, kasusnya sudah diputus PN Jaksel pada April 2023 lalu, dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Banding yang dilakukan terdakwa anak AG di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, pun menguatkan putusan hukuman tersebut.
Dalam berkas perkara, Mario Dandy dijerat dengan penggunaan Pasal 355 ayat 1 KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai sangkaan primer. Adapun dalam sangkaan subsider, kedua menggunakan penjeratan Pasal 353 ayat (2) KUH Pidana, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, dan kedua Pasal 76 C juncto Pasal 50 ayat (2) UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak (PA).
Adapun terhadap tersangka Shane Lukas, JPU menggunakan sangkaan primer menggunakan pasal 355 ayat (1) KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana. Dan subsider Pasal 355 ayat (2) KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana, atau kedua primer Pasal 355 ayat (1) KUH Pidana, juncto Pasal 56 KUH Pidana, atau Pasal 353 ayat (2) juncto Pasal 56 ayat (2) KUH Pidana, atau Pasal 76 C Juncto Pasal 50 ayat (2) UU 35/2014 tentang PA, junto Pasal 56 KUH Pidana.
"Saya mohon maaf. Saya sangat menyesal,” ujar singkat Mario Dandy saat pelimpahan berkas perkara dan tersangka di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (26/5/2023) pekan lalu.