Meksiko Bantah Kabar Ingin Gabung BRICS
Brasil dan Cina sudah secara terbuka mendukung perluasan keanggotaan BRICS.
REPUBLIKA.CO.ID, KOTA MEKSIKO – Presiden Meksiko Andres Lopez Obrador membantah kabar yang menyebut negaranya akan bergabung dalam koalisi BRICS. Dia mengatakan lebih memilih untuk memperkuat aliansi dengan negara-negara Amerika Utara dan seluruh Amerika, termasuk Amerika Serikat (AS).
“Kami tidak akan berpartisipasi dalam blok ini (BRICS), dalam asosiasi ini. Tentu saja, kami menyambut baik fakta bahwa negara-negara lain melakukannya. Namun, untuk alasan ekonomi, lingkungan, dan geopolitik, kami akan terus memperkuat aliansi Amerika Utara dan seluruh Amerika," kata Obrador, Selasa (8/8/2023), dilaporkan Anadolu Agency.
"Proposal kami adalah untuk memperkuat perjanjian dengan AS dan Kanada, untuk mengkonsolidasikan diri kami sendiri sebagai sebuah kawasan, untuk memperkuat diri kami sendiri, untuk saling membantu, untuk saling melengkapi, untuk berbagi investasi, untuk berbagi teknologi, sesuatu yang fundamental, angkatan kerja,” tambah Obrador.
Kabar tentang ingin bergabungnya Meksiko menjadi anggota BRICS muncul pada awal Maret lalu. Ketika itu Menteri Luar Negeri Afrika Selatan (Afsel) Naledi Pandor mengungkapkan, sejumlah negara berkembang telah menyatakan minat untuk bergabung dengan BRICS, termasuk Meksiko.
BRICS, yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afsel, diagendakan menggelar KTT pada 22-24 Agustus mendatang. Salah satu isu yang bakal dibahas dalam KTT adalah tentang gagasan perluasan anggota koalisi tersebut.
Brasil dan Cina sudah secara terbuka mendukung perluasan BRICS. Sementara Rusia enggan terburu-buru menyikapi wacana ekspansi keanggotaan BRICS.
Sekitar 30 negara disebut-sebut telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan BRICS. Beberapa negara seperti Bangladesh, Ethiopia, Belarusia, dan Aljazair bahkan sudah mengajukan permohonan keanggotaan. Duta Besar Rusia untuk Mesir Georgy Borizenko juga mengklaim bahwa Kairo sudah resmi mengajukan permohonan keanggotaan BRICS.
BRICS dibentuk pada 2009 atas inisiatif Rusia. Tujuannya adalah mengembangkan kerja sama komprehensif antara negara-negara terkait. Kursi keketuaan BRICS tahun ini dipegang oleh Cina. BRICS kerap dipandang sebagai “kutub perlawanan” terhadap kelompok ekonomi G7 yang beranggotakan Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang.
Menurut data IMF, pada 2022 lalu, total gabungan pendapatan domestik bruto (PDB) BRICS telah mencapai 22,5 triliun dolar AS. Jumlah itu melampaui PDB G7 yang mencapai 21,4 triliun dolar AS. Negara BRICS kini dinilai menjadi aktor penting dan signifikan dalam memerangi pertumbuhan ekonomi serta konteks politik global.