Di Sidang, MK Beberkan Sejarah Kajian Batas Usia Capres-Cawapres di MPR

MK memaparkan sejarah kajian batas usia capres-cawapres di MPR dalam sidang gugatan.

Republika/Prayogi
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman bersiap memimpin sidang pembacaan putusan usia capres-cawapres. MK memaparkan sejarah kajian batas usia capres-cawapres di MPR dalam sidang gugatan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut pembahasan soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) pertama kali muncul dalam rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI (PAH I BP MPR) Ke-19 pada 23 Februari 2000.

Baca Juga


Hal itu disampaikan Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang putusan uji materiil batas usia Capres/Cawapres nomor perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di gedung MK pada Senin (16/10/2023).

Arief mengungkapkan rapat PAH BP MPR beragendakan Dengar Pendapat dengan Universitas Kristen Indonesia (UKI). Saat itu, Anton Reinhart dari UKI mengatakan Presiden merupakan warga negara Indonesia yang telah berusia 40 tahun dan telah 15 tahun berturut-turut bertempat tinggal dalam negara Republik Indonesia.

Kemudian, Irma Alamsyah dari Kowani mengusulkan supaya syarat Presiden telah berumur minimal 40 tahun. Dalam usia itu, pria atau wanita dinilai cukup matang dalam aspek kepemimpinan. 

"Pada Rapat PAH I Ke-34, tanggal 24 Mei 2000, dengan agenda membahas usulan Fraksi, F-PDIP melalui juru bicaranya, Soewamo, mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden berusia sekurang-kurangnya 35 tahun bukan 40," kata Arief dalam sidang hari ini.

Kemudian Fraksi PBB menegaskan perbedaan pendapat dengan Fraksi PDIP. Juru Bicara PBB, Hamdan Zoelva mengusulkan supaya syarat untuk menjadi Presiden dan Wapres minimal berusia 40 tahun.

Sedangkan perwakilan F-PPP Lukman Hakim Saifuddin menyebut persoalan batasan usia 40 tahun mesti ditinjau ulang. Apalagi persyaratan itu wajib diatur dalam UUD atau cukup diatur di dalam undang-undang saja.

"Penolakan terhadap pencantuman batasan usia di dalam UUD disampaikan kembali oleh Lukman Hakim Satfuddin dari F-PPP. Menurutnya tidak ada dasar yang menjamin bahwa dalam usia tertentu semua orang sudah mempunyai kematangan dalam memimpin," ujar Arief.

Perwakilan F-PG Rosnaniar juga berpendapat tak jauh beda. Ia mengatakan batas usia Capres/Cawapres usia 40 tahun dan juga tentang ada tindakan-tindakan pidana juga dapat dicantumkan dalam undang-undang.

"Pada akhirnya, PAH I BP MPR menyepakati dua alternatif yang kemudian dilaporkan pada Rapat ke-5 BP MPR, pada tanggal 23 Oktober 2001," ujar Arief.

Berikut kedua alternatif tersebut: Pasal 6 Alternatif satu: Ayat (1), Presiden dan Wakil Presiden adalah warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak penah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri. Ayat (2), Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Alternatif dua: Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pemah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, berusia sekurang-kurangnya 40 tahun dan tidak pernah mengkhianati negara, tidak pemah dijatuhi hukum pidana dan mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Baca juga : Sembilan Hakim MK Hadir, Anwar Usman Pimpin Langsung Sidang Putusan Usia Capres

Diketahui, MK memutuskan menolak uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10) yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 ini diterima MK pada 9 Maret 2023. 

Pasal yang digugat dalam perkara ini mengatur soal batas usia minimal capres-cawapres, yakni 40 tahun. PSI ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun.

"Mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (16/10/2023). 

Atas putusan ini, dua hakim MK menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat. Kedua hakim yang beda pendapat itu masing-masing meminta agar gugatan PSI tidak diterima sejak awal dan diterima sebagian. Tapi keduanya kalah suara dari tujuh hakim MK lain.

Baca juga : Ada Pemohon Batas Usia Capres/Cawapres Tarik Gugatan, MK Kabulkan

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler