Lima Fatwa Ulama Terkait Palestina
Ulama dari berbagai negara mengeluarkan fatwa tentang Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah negara dan para ulama telah mengeluarkan fatwa, yang menunjukkan dukungannya untuk membela dan mendukung pembebasan Palestina. Beberapa fatwa tentang Palestina telah dikeluarkan sejak lama oleh para ulama.
Secara garis besar, mereka menekankan untuk membantu, mendukung dan memperjuangkan pembebasan Palestina atas dasar nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan.
Ada beberapa negara yang sudah mengeluarkan fatwa tentang Palestina. Di antaranya adalah Mesir melalui Universitas Al Azhar Kairo, dan Yordania melalui dewan fatwanya.
Berikut ini pemaparan fatwa-fatwa tentang Palestina dari berbagai negara dan ulama.
1. Mesir
Pusat Fatwa Elektronik Internasional Al-Azhar Mesir, baru-baru ini telah menyelenggarakan forum fatwa ke-4 dengan mengangkat tema 'Badan-Lembaga Fatwa dan Perannya dalam Mendukung Perjuangan Palestina".
Fatwa yang dihasilkan oleh forum tersebut dibacakan oleh Direktur Jenderal Pusat Fatwa Elektronik Internasional Al-Azhar, Osama Al-Hadidi. Dia mengatakan, persoalan Palestina menjadi jantung, pikiran, dan hati nurani Al-Azhar.
"Bukan rahasia lagi bagi Anda, betapa besarnya status fatwa dalam Islam dan pentingnya menjaga kepentingan, mengusir kejahatan, memperkuat pemikiran, mendukung kebenaran dan keadilan, dan membela Islam, tanah airnya, dan perjuangannya melawan para tiran yang agresif," kata Osama sebelum membacakan fatwa tentang Palestina.
Beberapa pembicara dalam forum tersebut ialah Rektor Universitas Al-Azhar Mesir Dr Salamah Dawud, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Dr Ibrahim Al-Hodhud, Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Sepuh di Al-Azhar Al-Sharif Dr Hassan Al-Saghir, dan cendekiawan bidang politik sekaligus mantan presiden Perpustakaan Alexandria, Dr Mustafa Al-Feki.
Ada sejumlah fatwa yang dihasilkan dari forum itu. Salah satunya menyebutkan bahwa persatuan bangsa di saat krisis adalah kewajiban agama dan kebutuhan kemanusiaan, tidak ada waktu untuk kepentingan pribadi atau kepentingan suku.
"Jika persatuan adalah kewajiban dalam keadaan normal, maka di saat krisis itu menjadi lebih wajib untuk dilakukan. Ini merupakan tugas utama para tokoh, agar bisa menghadapi bahaya yang menimpa negara," demikian salah satu isi fatwa.
Fatwa tersebut juga menyatakan bahwa karena adanya kontrol agama dan nasional, maka negara Arab dan Islam harus mendukung rakyat Palestina dalam mendapatkan kembali tanah mereka yang dirampas, mempertahankan kekayaan mereka yang dijarah, melindungi kehormatan mereka, menolak pengungsian dan melikuidasi perjuangan mereka, hingga entitas pendudukan yang berbahaya dan brutal ini keluar dari tanah yang diberkahi.
2. Yordania
Dewan Fatwa Umum di Amman Yordania telah mengeluarkan fatwa dan para ulama Yordania menandatangani fatwa tersebut. Fatwa ini dikeluarkan setelah Kongres AS memutuskan untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota negara orang-orang Yahudi.
Fatwa tersebut menyatakan, "Keputusan Kongres AS untuk mencaplok Yerusalem merupakan sebuah agresi terang-terangan terhadap keyakinan setiap Muslim di dunia, dan Amerika Serikat dianggap sebagai mitra dalam ketidakadilan dan agresi yang dilakukan Israel."
Fatwa itu juga menyebutkan, "Al-Quds Al-Sharif adalah sebagian dari keimanan setiap muslim yang memeliharanya sebagaimana ia memelihara agamanya."
Isi fatwa ini juga menguraikan berbagai alasan keagamaan yang wajib diyakini umat Islam. Bahkan fatwa ini mencakup perintah untuk melakukan jihad melawan orang-orang Yahudi, dan memboikot perdagangan dan transaksi mereka.
3. Fatwa dari Para Ulama
Selama Jumadil Awal 1409 H (Desember 1988) sampai akhir 1410 H (November 1989), ada 63 ulama, khatib dan cendekiawan yang meneken fatwa tentang Palestina.
Di antara mereka adalah Syekh Muhammad al-Ghazali, dan Dr. Yusuf al-Qaradawi, Dr. Hammam Saeed, Dr. Mujahid Abdullah Azzam, Prof Dr. Wahbah Al-Zuhaili, Syekh Abdul Rahman Abdul Khaleq, Sadiq Abdul Majid, Dr. Essam Al-Bashir, Syekh Hafez Salama, dan Mustafa Mashhour.
Fatwa tersebut melarang penyerahan bagian mana pun dari tanah Palestina. Mereka menjelaskan di awal bahwa orang-orang Yahudi adalah yang paling memusuhi orang-orang yang beriman. Fatwa itu menyatakan, jihad adalah satu-satunya cara untuk membebaskan Palestina.
"Dalam keadaan apa pun, tidak diperbolehkan mengakui satu inci pun tanah Palestina untuk orang Yahudi, dan tidak ada orang atau entitas yang boleh mengakui orang Yahudi di tanah Palestina atau menyerahkan kepada mereka bagian mana pun dari tanah tersebut atau mengakui hak apa pun yang mereka miliki di tanah tersebut. Pengakuan ini merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan rasul-Nya serta amanah yang telah dipercayakan kepada umat Islam untuk dijaga," demikian isi fatwa tersebut.
4. Fatwa Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Ulama Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, mengeluarkan fatwa tentang kewajiban jihad terhadap orang-orang Yahudi yang melakukan agresi terhadap tanah Palestina.
"Adalah kewajiban mereka untuk membela agama mereka, diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan anak-anak mereka, dan mengusir musuh mereka dari tanah mereka dengan sekuat tenaga," kata Syekh Bin Baz dalam fatwanya.
Dia juga menekankan bahwa negara-negara Islam dan umat Muslim lainnya wajib mendukung Palestina agar mereka terbebas dari musuhnya dan kembali ke negaranya.
5. Fatwa Syekh Abdur Rahman Abdul Khaliq
Ulama yang lahir di Mesir dan wafat di Kuwait ini mengeluarkan fatwa tentang penyelesaian rekonsiliasi dan perjanjian damai dengan kaum Yahudi dan posisi umat Islam terhadap mereka. Dia berbicara tentang permusuhan orang-orang Yahudi terhadap umat Islam, rencana jahat mereka, dan penipuan mereka.
Syekh Abdur Rahman Abdul Khaliq juga menyebut adanya bahaya dalam perjanjian yang dibuat dengan orang-orang Yahudi. Di antara perjanjian-perjanjian tersebut, ada yang telah disetujui oleh beberapa pejabat yang berkuasa dengan orang-orang Yahudi pada waktu sebelumnya.
Adapun ringkasan fatwanya ialah perjanjian perdamaian permanen dengan Yahudi didasarkan pada syarat-syarat yang tidak sah. Dia menyatakan bahwa menghilangkan sebab-sebab permusuhan dan kebencian antara umat Islam dan Yahudi serta menghapuskan seluruh nash peraturan perundang-undangan yang memelihara permusuhan tersebut adalah tidak sah karena bertentangan dengan prinsip keimanan.
Hal itu, menurut Syekh Abdur Rahman Abdul Khaliq, sama dengan menyetujui orang-orang Yahudi atas apa yang mereka ambil dari tanah Islam secara paksa dan khianat dan ini adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan.
Dia juga menyebutkan bahwa setiap perjanjian yang menyangkut umat Islam, jika dibuat tanpa persetujuan, adalah perjanjian yang tidak sah. "Sebaliknya, kita harus berupaya untuk menggulingkannya, dan kita harus menyatukan bangsa-bangsa untuk menghilangkan supremasi Yahudi di muka bumi," tuturnya.
Sumber:
http://saaid.org/Doat/khabab/45.htm