Pengungsi Rohingya yang Tiba di Aceh Terus Mendapat Penolakan dari Warga Lokal
Lebih dari 1.200 orang Rohingya telah mendarat di Indonesia sejak November 2023.
REPUBLIKA.CO.ID, PIDIE -- Etnis Rohingya dari Myanmar menghadapi gelombang penolakan di Indonesia. Penolakan terbesar karena alasan, di mana masyarakat lokal atau setempat mengatakan mereka tak suka dengan lonjakan jumlah perahu yang membawa etnis minoritas yang teraniaya tersebut ke pantai-pantai mereka.
Lebih dari 1.200 orang Rohingya telah mendarat di Indonesia sejak bulan November, menurut data dari badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR), dan sedikitnya 300 orang lagi tiba akhir pekan lalu. "Masih banyak orang miskin di sini," kata Ella Saptia, 27 tahun, seorang penduduk Pidie di provinsi Aceh.
Ia melihat orang-orang Indonesia telah banyak bersimpati pada pria, wanita dan anak-anak di antara para pengungsi Rohingya. Di mana mereka dibawa dengan kapal-kapal yang rusak dan terombang ambing, demi mencari tempat untuk bermukim selama bertahun-tahun.
"Mengapa kita harus mengurus ribuan orang Rohingya yang menyebabkan banyak masalah?" tambahnya. "Mereka membawa pengaruh buruk. Beberapa dari mereka melarikan diri, dan melakukan hubungan seks di luar nikah dan narkoba."
Juru bicara pemerintah Aceh tidak segera menanggapi permintaan komentar. Tahun ini para pengungsi telah menghadapi permusuhan dan ancaman bahwa perahu mereka akan dikembalikan.
Pekan lalu, para pengunjuk rasa di pulau Sabang, Aceh, membongkar tenda-tenda yang didirikan sebagai tempat penampungan sementara bagi para pengungsi Rohingya, seperti yang ditayangkan di televisi lokal Indonesia. Bahkan warga lokal ikut mengancam akan mendorong perahu mereka kembali ke laut.
Babar Baloch, juru bicara UNHCR untuk wilayah Asia, mengatakan badan tersebut "khawatir" dengan laporan tersebut, yang dapat membahayakan nyawa mereka yang berada di atas kapal.
Kedatangan cenderung melonjak antara bulan November dan April, ketika laut lebih tenang, dan para Rohingya naik perahu ke negara tetangga Thailand dan Indonesia serta Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim.
"Terlalu banyak orang Rohingya di Aceh," kata Desi Silvana, 30 tahun, salah seorang pengungsi yang tinggal di daerah tersebut. "Tahun ini ada ratusan, bahkan ribuan yang datang."
Sekitar 135 pengungsi Rohingya yang tiba akhir pekan lalu telah dipindahkan ke kantor gubernur provinsi setelah sebuah organisasi di Kabupaten Aceh Besar menolak mereka, kata media. Tidak jelas apa yang memicu penolakan tersebut, yang juga muncul di media sosial.
"Saya tidak mau membayar pajak jika digunakan untuk Rohingya," kata seorang pengguna dengan nama akun trianiwiji9 di platform sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter. Pengguna lain menggambarkan Rohingya sebagai "parasit".
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, (8/12/2023), Presiden Indonesia Joko Widodo menyalahkan lonjakan kedatangan baru-baru ini sebagai akibat dari aksi perdagangan manusia. Presiden Joko Widodo kemudian berjanji untuk bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional untuk menawarkan tempat penampungan sementara.
Selama bertahun-tahun, Rohingya telah meninggalkan Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Secara umum bagi warga Myanmar, mereka dianggap sebagai pendatang asing dari Asia Selatan, ditolak kewarganegaraannya dan menjadi sasaran pelecehan oleh militer serta etnis mayoritas Burma.