Pemerintah Tiba-Tiba Ungkap Peluang Aglomerasi Jabodetabekjur Jadi Megapolitan

Baleg DPR dan pemerintah hari ini mulai membahas DIM RUU Daerah Khusus Jakarta.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian usai rapat kerja pembahasan RUU DKJ bersama Baleg DPR, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah mulai membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Namun dalam DIM nomor 31 dari pemerintah, adanya kemungkinan perubahan aglomerasi Jabodetabekjur menjadi megapolitan.

Baca Juga


Awalnya, tenaga ahli Baleg membaca DIM nomor 31 yang menjelaskan definisi aglomerasi kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur. Namun definisi itu tidak sesuai dengan konsep aglomerasi secara teoritis.

"Definisi ini masih dimungkinkan untuk menggunakan konsep kawasan metropolitan yang mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur," ujar tenaga ahli Baleg membacakan DIM pemerintah, Kamis (14/3/2024).

Kemudian pemerintah mengusulkan perubahan terhadap definisi aglomerasi. Ia membacakan DIM perubahannya, yang menjelaskan bahwa kawasan aglomerasi adalah kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi.

"Sekalipun beda dari sisi administrasi sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global," ujar tenaga ahli Baleg.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan isu krusial terkait RUU DKJ. Salah satunya adalah polemik aglomerasi Jakarta dan daerah sekitarnya yang nantinya akan diserahkan kewenangannya kepada wakil presiden.

Ia menjelaskan, aglomerasi Jakarta akan berkesinambungan dengan daerah lain, yakni Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, dan Cianjur. Kewenangan wakil presiden tersebut juga dijelaskannya tak mengambil alih kewenangan pemerintah daerah.

"Saya sampaikan lagi jangan sampai kita berpikir seolah-olah wapres mengambil alih kewenangan pemerintahan daerah, tidak. Nggak punya kewenangan. tidak bisa mengambil alih kewenangan," ujar Tito di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Ia menjelaskan, kewenangan aglomerasi Jakarta ke wakil presiden tak berkaitan dengan pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Sebab, pembahasannya mengenai harmonisasi Jakarta dan daerah sekitarnya dilakukan sejak April 2022.

"Dalam berbagai pembahasan dan FGD dilakukan, saat itu kita belum ada koalisi Pemilu 2024, apalagi paslonnya siapa nggak tahu gitu ya, dan munculah isu dalam FGD itu tentang pentingnya penataan atau harmonisasi pembangunan. Mulai dari perencanaan hingga evaluasi, yaitu Jakarta dan kota satelit di sekitarnya, karena sudah menjadi satu kesatuan," ujar Tito.

Tiga Opsi Solusi Atasi Polusi Udara Jakarta - (Infografis Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler