Benarkah Israel Tutupi Kehancuran IDF di Gaza?
IDF disebut menutup-nutupi angka kematian pasukannya.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Para pejuang Palestina melansir sejumlah video yang membongkar kebohongan pasukan penjajahan Israel soal kerugian mereka dalam serangan darat ke Jalur Gaza. Mulai dari keberadaan yang diduga tentara bayaran hingga angka kematian tentara IDF.
Brigade Izzuddin al-Qassam belakangan melansir video soal capaian terdahulu mereka. Video-video ini sebelumnya ditahan untuk melindungi keberadaan para pejuang.
Salah satu yang baru dilansir terkait pertempuran sengit terjadi pada 16 November tahun lalu, kurang dari tiga minggu setelah invasi darat Israel ke Gaza, di poros Beit Lahia, di utara Gaza. Video pendek tersebut menampilkan “sisa-sisa peralatan tentara setelah operasi” dan “bagian dari jip yang menjadi sasaran”.
Palestine Chronicle melansir, sejak itu diperkirakan perlawanan telah berhasil menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, lebih dari 1.500 kendaraan militer Israel, sebagian besar tank Merkava tetapi juga buldoser militer, pengangkut personel, dan jip.
Sejumlah pihak meyakini bahwa jumlah tentara yang tewas di kubu Israel jauh lebih banyak dari yang diumumkan pasukan penjajahan Israel (IDF). Hal ini karena tak semua yang melakukan serangan ke Gaza atas nama Israel merupakan pasukan resmi IDF.
Pakar militer dan strategis, Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi, mengatakan bahwa video perlawanan yang ditayangkan selama 20 hari terakhir dan jumlah kendaraan yang dihancurkan menunjukkan bahwa pendudukan berbohong tentang jumlah tentaranya yang terbunuh. Jumlah kematian tentara Israel menurutnya jauh lebih besar daripada yang diumumkan oleh media Israel.
Hal ini ia sampaikan kepada Aljazirah Arabia sebagai komentar atas laporan Channel 12 Israel tentang 12.000 orang terluka di antara tentara penjajahan. Al-Duwairi mengatakan bahwa berbagai sumber yang dapat dipercaya mengindikasikan dua bulan lalu bahwa tentara Israel yang terdampak serangan antara 16 dan 17 ribu orang tewas dan luka-luka.
Sejauh ini, hampir 300 tentara Israel yangs ecara resmi diumumkan IDF tewas setelah serangan darat ke Gaza pada akhir Oktober 2023. Sementara sejak serangan ke Rafah sebulan lalu, sedikitnya 30 prajurit diumumkan tewas.
Channel 12 Israel mengungkapkan bahwa 20.000 tentara pendudukan telah terluka di Gaza sejak 7 Oktober. Dari jumlah itu, 8.298 orang diklasifikasikan sebagai penyandang cacat.
Al-Duwairi menjelaskan bahwa laporan menunjukkan bahwa ada sejumlah tentara Israel yang tewas yang termasuk dalam klasifikasi yang tidak diumumkan. Pertama, mereka berkewarganegaraan ganda dan tinggal di luar Palestina yang dijajah dan di luar Israel. Selanjutnya, tentara bayaran dan berkewarganegaraan ganda.
Hal ini juga diindikasikan dalam video yang dilansir Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas pada Sabtu (1/6/2024). Dalam video itu, mereka menjelaskan soal operasi pengeboman terowongan yang berisi tentara IDF. Wajah jenazah salah satu tentara yang tewas sempat mereka potret.
"Prajurit yang tewas itu tak diumumkan kematiannya oleh IDF. "Mengapa kalian (IDF) berbohong kepada rakyat? Apakah dia salah satu tentara bayaran yang belum kalian umumkan sejak 7 Oktober? Atau apakah diskriminasi kalian hadir bahkan dalam membedakan orang mati? Kepada keluarga korban tewas dan tahanan: Jangan percaya pada pemerintah atau tentara Anda," bunyi siaran al-Qassam.
Tentara bayaran Israel... baca halaman selanjutnya
LSM Washington Report on Middle East Affairs merujuk penelitian pada Juni 2022 oleh Sociological Forum menyatakan setidaknya 1.200 warga AS bertugas di IDF setiap saat. Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, sekitar 10.000 orang yang tinggal di AS melapor untuk tugas militer Israel setelah menerima pemberitahuan, menurut artikel Washington Post pada 27 November 2023.
Orang Yahudi Amerika serta banyak orang yang tidak memiliki hubungan apapun dengan Israel juga bergabung dalam upaya perang Israel. Menurut artikel tertanggal 22 Februari 2024 yang diterbitkan di Washington Post, IDF memperkirakan 23.380 warga Amerika saat ini bertugas di Israel. Pada Januari, 21 orang Amerika tewas saat bertempur di unit IDF di Gaza dan seorang lainnya tewas di perbatasan dengan Lebanon.
Selama dua dekade terakhir, sekitar 3.500 orang asing telah bertugas di IDF setiap tahunnya. Kebanyakan dari mereka adalah orang Yahudi. Kementerian pertahanan Israel mengumumkan pada tahun 2016 bahwa jumlah sukarelawan terbesar pada tahun itu adalah dari Prancis (45 persen), Amerika (29 persen) dan Inggris (5 persen). Secara militer, ini setara dengan brigade tentara penuh, yang biasanya beranggotakan antara 3.000 dan 5.000 orang. Pascaserangan 7 Oktober, jumlah relawan asing diperkirakan bertambah.
Relawan dari Italia, Perancis, Spanyol, Belanda dan negara-negara Eropa lainnya juga bergabung dalam barisan IDF. Oktober lalu, Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani mengatakan bahwa ada sekitar 18.000 warga negara Italia yang tinggal dan bekerja di Israel ketika perang Gaza dimulai, di antaranya 1.000 orang di IDF melakukan berbagai tugas termasuk pertempuran aktif.
Berdasarkan undang-undang kebebasan informasi, pemerintahan Rishi Sunak terpaksa merilis rincian tersebut setelah sebelumnya menyangkal bahwa pemerintah terus melacak jumlah warga Inggris yang berperang bersama IDF atau tinggal di pemukiman ilegal. Para pejabat Inggris yakin bahwa sekitar 100 warga negara Inggris bertugas di jajaran IDF.
Pada akhir Maret 2024, dua tentara Inggris diketahui tewas dalam pertempuran di Gaza. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri London, sebelum 7 Oktober hanya 80 warga negara Inggris yang bertugas di IDF pada bulan tertentu. Data tersebut mengungkapkan bahwa antara 20 dan 30 warga negara Inggris tinggal di pemukiman ilegal di Tepi Barat. Jumlah tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan 60.000 orang Amerika yang tinggal di sana.
Warga Afrika Selatan juga diketahui pernah bergabung dengan IDF di masa lalu dan sekarang dalam perang Gaza. Hal ini mendorong Menteri Luar Negeri Naledi Pandor mengancam akan memenjarakan mereka jika kembali ke negaranya. Tampaknya Pandor secara pribadi merasa kesal karena warganya ikut serta dalam perang yang diyakininya sebagai genosida. Dia memimpin tim Afrika Selatan mengajukan kasus melawan Israel di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ).
Di Perancis, seorang anggota parlemen sayap kiri, Thomas Portes, menulis surat kepada menteri kehakiman negara itu pada Desember lalu memintanya untuk menyelidiki sekitar 4.185 warga Perancis yang dikatakan melakukan kejahatan perang di Gaza. Kebanyakan dari mereka diyakini berkewarganegaraan ganda, Perancis dan Israel.