Saksi Kunci yang Diduga Berikan Keterangan Palsu Ini Kini Jadi Sorotan Usai Bebasnya Pegi

Ahli mendorong eksaminasi atas scientific crime investigation Polda Jabar pada 2016.

Fauzi Ridwan/Republika
Pegi Setiawan resmi bebas dari tahanan Polda Jawa Barat, sekitar pukul 21.41 WIB malam, Senin (8/7/2024) usai ditahan kurang dari dua bulan. Ia dibebaskan setelah gugatan praperadilan atas penetapan tersangka di Pengadilan Negeri Bandung dikabulkan hakim Eman Sulaeman.
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan, Lilis Sri Handayani Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikabulkannya praperadilan Pegi Setiawan atas penetapan tersangka oleh Polda Jawa Barat (Jabar) dinilai belum menuntaskan masalah dari perkara tersebut. Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel memerincikan sejumlah permasalahan yang perlu dituntaskan usai putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung terhadap gugatan Pegi Setiawan, yakni saksi Aep diduga memberikan keterangan palsu harus diproses secara hukum.

"Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta. Persoalannya, keterangan palsu (false confession) Aep itu datang dari mana? Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?" ujar Reza dalam keterangannya di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Baca Juga


Persoalan berikutnya, Reza melanjutkan, saksi Sudirman yang terindikasi memiliki perbedaan dari sisi intelektualitas, boleh jadi tergolong sebagai individu dengan suggestibility tinggi. Dengan kondisi tersebut, kata dia, Sudirman sesungguhnya sosok rapuh. Ingatannya, perkataannya, cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum.

"Perlu pendampingan yang bisa menetralisasi segala bentuk pengaruh eksternal yang dapat "menyalahgunakan" saksi dengan keunikan seperti Sudirman," ujarnya.

Kemudian, patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana. Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?

Lebih lanjut, kata dia, terkait kerja scientific Polda Jabar yang selama ini dibahas sebatas terkait DNA, CCTV, dan autopsi mayat. Reza menyebut dirinya terus mendorong eksaminasi terhadap scientific crime investigation Polda Jabar pada 2016.

"Saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat. Yakni, bukti elektronik berupa detail komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016," katanya.

Ini juga termasuk komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang dikenalnya. "Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi, siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa," ujarnya.

Reza berfirasat, Polda Jabar memiliki data yang diekstrak dari gawai para pihak tersebut. Dan, juga, data itu sangat potensial mengubah 180 derajat nasib seluruh terpidana kasus Vina Cirebon.

Reza juga mengingatkan, korban salah tangkap mendapat ganti rugi. Demikian praktik di banyak negara. "Ketimbang melalui mekanisme hukum yang bersifat memaksa bahkan mempermalukan, institusi kepolisian biasanya memilih penyelesaian secara kekeluargaan guna memberikan kompensasi itu," ujar Reza.

Kejanggalan kasus Vina Cirebon. - (Republika)

Seperti diketahui Aep merupakan saksi kunci yang diduga melihat kejadian pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 silam. Adapun, ketujuh terpidana yang tengah menjalani hukuman pidana penjara seumur hidup yaitu Eka Sandi, Hadi Saputra, Supriyanto, Rivaldi, Eko, Jaya dan Sudirman.

Pascaputusan praperadilan Pegi, kuasa hukum tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky akan melaporkan saksi Aep dan Dede kepada kepolisian. Mereka menilai sosok Aep telah memberikan keterangan palsu atau bohong sehingga kliennya harus dijatuhi hukuman seumur hidup.

Roely Panggabean kuasa hukum para terpidana mengatakan kebebasan Pegi Setiawan menjadi jalan masuk bagi pihaknya untuk mengumpulkan bukti-bukti dan saksi. Selanjutnya, bukti dan saksi akan digunakan untuk novum dalam proses peninjauan kembali.

"Kita masih dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti ya ketidaksesuaian bukti dengan saksi, barang bukti dengan saksi," ucap dia, Selasa (9/7/2024).

Ia mengatakan kebebasan Pegi Setiawan menjadi jalan masuk terhadap kejanggalan-kejanggalan kasus tersebut. Pihaknya akan menyusun itu semua dalam satu uraian kejadian.

Tidak hanya itu, pihaknya sudah melaporkan Pasren ketua RT ke aparat kepolisian. Ia menilai ketua RT tersebut berbohong saat memberikan kesaksian atau tidak berkata sesuai sebenarnya.

"Pekan lalu kami sudah melaporkan pak Pasren ketua RT kita melihat dia berbuat kebohongan atau berkata tidak sesuai sebenarnya," kata dia.

Besok, ia menyebut bakal melaporkan Aep dan Dede. Roely mengatakan kesaksian Aep dan Dede membuat para terpidana ditangkap dan ditahan seumur hidup.

"Bayangkan dia (Aep) melihat dari jarak 125 meter kondisi malam dan hujan, delapan tahun lalu. Kondisi hari ini terang benderang dulu gelap rasanya mustahil dia melihat hal itu," kata dia.

Komik Si Calus : Kambing Hitam - (Daan Yahya/Republika)

 

Saksi lain yang belakangan menjadi sorotan adalah Ketua RT Abdul Pasren yang rumahnya menjadi tempat sejumlah terpidana tidur pada malam peristiwa pembunuhan Vina. Namun, pernyataan para terpidana itu dibantah oleh Pak RT Pasren. Sejumlah keluarga terpidana pun telah melaporkan Pak RT Pasren ke polisi atas dugaan memberikan keterangan palsu.

Salah satu kuasa hukum Pasren, Pitra Romadoni Nasution, pekan lalu mengungkapkan, di malam pembunuhan Vina dan Eky pada 27 Agustus 2016, Pasren dan anaknya yang bernama Muhammad Nurdhatul Kahfi, sedang berada di rumahnya.

"Beliau tidur di rumahnya. Dia tidak melihat adanya para terpidana, anaknya juga ada di situ, dan ada saksi-saksi yang namanya kita rahasiakan agar tidak terjadi intimidasi," ujar Pitra, saat menggelar konferensi pers di Kota Cirebon, Senin (1/7/2024).

Ketika ditanya oleh wartawan di rumah yang mana Pasren tidur kala itu, mengingat Pasren memiliki dua rumah, Pitra enggan menjawabnya. "Nanti kita akan jelaskan lagi detailnya di sesi berikutnya. Kalau saya sampaikan semuanya, bisa tidak seru lagi," ujar Pitra berdalih.

Pitra mengatakan, alasan tidak menyampaikan secara detail karena proses penyidikan oleh polisi masih berlangsung. "Jadi teman-teman saya tidak menyampaikan semuanya ini karena sedang proses hukum, jadi setelah proses hukum, baik di Polda Jabar ataupun Mabes Polri akan kami paparkan," tukasnya.

"Kalau kita menjelaskan secara detail semuanya, artinya kita semua tidak menghargai penyidik yang sedang melakukan penyidikan, baik terhadap obstruction of justice atau laporan polisi terhadap klien kami," katanya.

Pitra menyatakan Pasren saat ini dalam kondisi baik. Pasren dan anaknya, Muhammad Nurdhatul Kahfi, kini telah mendapatkan perlindungan hukum dari tim kuasa hukum yang tergabung dalam Law Firm Jagratara Merah Putih.

"Terkait keberadaan beliau, kita rahasiakan tempatnya. Mengingat situasinya lagi tidak kondusif. (Apakah sudah daftar ke LPSK?) Itu rahasia karena kita sifatnya silent fighter. Tidak perlu harus kita sampaikan," kata Pitra.



sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler