Pengamat Nilai Sanksi Harus Diterapkan kepada Para Penyidik Kasus Vina
Kesalahan dinilai terjadi pada penyidikan kasus Vina baik pada 2016 dan 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menjatuhkan sanksi terhadap para penyidik Polda Jawa Barat (Jabar) yang gagal mempertahankan status tersangka terhadap Pegi Setiawan di prapeadilan dapat dilakukan secara proporsional. Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, jika sanksi harus dijatuhkan, semestinya menyeluruh terhadap para penyidik dalam kasus kematian Vina Cirebon dan Eky 2016 lalu.
Menurut Bambang, kesalahan penyidik Direktorat Reserse Tindak Pidana Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar saat ini, merupakan muara dari hasil pengusutan yang ‘babak-belur’ dilakukan tim penyidik pada saat kasus pembunuhan tersebut terjadi pada 2016. Sebab itu, kata Bambang, jika Polri memutuskan pemberian sanksi, semestinya semua penyidik yang sejak 2016 melakukan pengusutan kasus tersebut, termasuk tim penyidik 2024 diberikan hukuman yang sama.
“Kesalahan dalam kasus ini, bukan hanya pada pejabat Dirkrimum dan Kapoldanya sekarang. Mereka hanya meneruskan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pejabat di 2016,” kata Bambang, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (9/7/2024).
“Sanksi berat berupa pencopotan, tentunya dirasa tidak akan adil bagi pejabat maupun penyidik saat ini. Karena yang seharusnya bertanggung jawab semestinya sejak 2016. Dan penyidik, maupun pejabat Polda Jabar 2016, sudah banyak yang dipromosikan,” sambung Bambang.
Namun begitu, kata Bambang, pemberian sanksi-sanksi tetap harus dijatuhkan. Akan tetapi semestinya proporsional. Mulai dari sanksi teguran terhadap tim penyidikan 2024, sampai dengan evaluasi yang berujung pada menganulir kenaikan pangkat para penyidik dan pejabat di Polda Jabar yang menangani kasus pembunuhan tersebut pada 2016.
“Sanksi berupa teguran itu sudah hal yang berat bagi penyidik berintegritas. Kalau pejabat, seperti Dirkrimum sekarang dicopot, pejabat-pejabat yang terlibat 2016, juga harus diberikan sanksi. Salah-satunya menganulir kenaikan pangkat yang sudah diterimanya,” ujar Bambang.
Lebih penting dari itu, kata Bambang, Polda Jabar seharusnya berusaha mengembalikan kepercayaan publik dalam pengusutan kasus pembunuhan Vina dan Eky tersebut. Yaitu dengan memastikan pengusutan kasus pembunuhan tersebut dapat menemukan, dan menangkap, pelaku, atau otak sebenarnya.
Atau memastikan pengusutan kasus tersebut apakah memang bermuara pada tindak pidana pembunuhan, atau hanya peristiwa hukum biasa. “Paling penting saat ini, bukan sekadar membicarakan sanksi untuk penyidik. Tetapi, adalah untuk penuntasan kasus tersebut dengan menemukan otak, dan pelaku sebenarnya,” sambung Bambang.
Pengusutan lanjutan kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon semakin runyam setelah Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung, Jabar, pada Senin (8/6/2024) membebaskan Pegi Setiawan dari status tersangka. Pegi Setiawan, menurut Polda Jabar selama ini merupakan otak, dan pelaku utama pembunuhan Vina dan Eky. Bahkan disebutkan Pegi Setiawan sudah 8 tahun dalam status buronan (DPO).
Namun, hakim tunggal Eman Sulaeman dalam putusannya memerintahkan Polda Jabar menghentikan seluruh proses penyidikan yang menyeret Pegi Setiawan sebagai tersangka. Putusan praperadilan tersebut, memberikan tafsir bahwa Polda Jabar melakukan salah tangkap terhadap pelaku utama pembunuhan Vina dan Eky.
Sementara dalam perkara pokok kasus pembunuhan tersebut, sudah inkrah memidanakan delapan orang. Satu terpidana sudah bebas, dan saat ini dalam pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) usai adanya fakta putusan hukum baru terkait hasil praperadilan terhadap Pegi Setiawan. Putusan praperadilan terhadap Pegi Setiawan itu, pun diyakini akan membawa dampak hukum baru bagi tujuh terpidana lainnya yang saat ini masih mendekam di penjara.