Ada Harapan Kesetaraan dari Ekonomi Syariah, Bagaimana Komitmen Prabowo-Gibran?

Pertumbuhan sektor unggulan rantai nilai halal sebesar 3,93 persen.

Dian Fath Risalah
Kepala Center for Sharia Economic Development INDEF Prof. Nur Hidayah, Wakil Presiden (Wapres) KH Ma
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi syariah telah lama digaungkan sebagai arus baru ekonomi nasional yang membawa konsep kesetaraan serta memperkecil kesenjangan. Perkembangannya dipastikan berlanjut pada masa pemerintahan selanjutnya yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Baca Juga


Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin memastikan adanya landasan kuat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bagi pemerintahan mendatang. Hal itu disampaikan Wapres dalam sambutan kunci pada acara Center For Sharia Economic Development (C-SED) Institute For Development of Economics And Finance (Indef), di Jakarta, Selasa.

“Pemerintah terus memastikan dan mengawal keberlanjutan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah dengan pengintegrasian ekonomi dan keuangan syariah dalam RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029, sebagai program utama pada transformasi ekonomi berbasis produktivitas. Saya harap hal ini menjadi landasan kuat bagi keberlanjutan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah pada masa kepemimpinan yang akan datang,” kata Wapres.

Menurutnya, masa depan ekonomi dan keuangan syariah dalam memperbesar kapasitas ekonomi nasional sangat menjanjikan. Pada tahun 2030, kontribusi ekonomi syariah terhadap PDB nasional diperkirakan mencapai 10 miliar dolar atau setara 1,5 persen PDB nasional.

“Ekonomi syariah di masa mendatang akan melaju kencang seiring perkembangan digitalisasi dan selaras dengan konsep ekonomi hijau yang mengutamakan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan,” ujarnya.

Kinerja ekonomi dan keuangan syariah tercermin sangat positif, yang didorong oleh pertumbuhan sektor unggulan rantai nilai halal sebesar 3,93 persen, dan mampu menopang hampir 23 persen dari ekonomi nasional. Selain itu, katanya lagi, perkembangan keuangan syariah juga ditandai dengan meningkatnya aset dan diversifikasi lembaga keuangan syariah. Aset pasar modal syariah pun mencapai hampir 20 persen dari total aset pasar modal nasional.

Saat ini, Indonesia memiliki visi besar untuk menjadi pemain utama ekonomi dan keuangan syariah di tingkat global, yang tentunya juga akan diikuti berbagai tantangan. Namun, bila dilihat secara umum, masih rendahnya tingkat literasi dan pemahaman masyarakat tentang ekonomi dan keuangan syariah menjadi pekerjaan rumah bersama.

“Kita juga masih menghadapi belum memadainya kerangka regulasi, minimnya insentif bagi pelaku industri halal dan kewirausahaan syariah, hingga masih belum optimalnya sinergi dan integrasi industri halal, keuangan syariah, dan dana sosial syariah,” tutur Wapres.

Adapun, perjalanan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dalam 5 tahun terakhir berkembang pesat. Indonesia di tingkat global terus meningkat dari posisi ke-10 naik menjadi posisi ke-3.

Indonesia juga berhasil mempertahankan posisi ke-2 di sektor makanan halal dan posisi ke-3 di sektor fesyen muslim. Bahkan pada tahun 2024, Indonesia berhasil meraih peringkat pertama pada Global Muslim Travel Index (GMTI).

“Perkembangan keuangan syariah yang pesat ini terlihat dari semakin bervariasinya produk-produk keuangan berbasis syariah yang dapat dinikmati masyarakat, seperti obligasi syariah, asuransi syariah, bahkan pembiayaan usaha berbasis syariah,” tuturnya.

Pemerintah, lanjut Ma’ruf Amin, sangat menyadari pentingnya pengembangan ekonomi syariah, dengan terus memacu pertumbuhannya melalui penguatan infrastruktur dan ekosistem. Ia pun menekankan, saat ini program tidak saja bergulir di tingkat pusat, namun juga ditumbuhkan di daerah melalui kelembagaan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS).

Ekonom Senior Institute For Development of Economics And Finance (Indef) Didik J Rachbini menyatakan, aset perbankan Indonesia punya potensi besar segera menembus Rp1.000 triliun.

Berdasarkan data terakhir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) per akhir Januari 2024 mencapai Rp 845,61 triliun.

"Sebenarnya Rp 1.000 triliun ini bisa berkembang dan menurut saya (potensinya) cukup besar," kata Didik saat menyampaikan sambutan di peluncuran Center for Shariah Economic Development (CSED), pada kesempatan yang sama.

Untuk terus mengembangkan industri perbankan syariah, Didik mengatakan penting untuk tidak hanya memberi perhatian pada aspek instrumen teknikal, bisnis maupun manajemen. Namun, Pemerintah serta pemangku kepentingan (stakeholder) juga perlu menyoroti aspek politik ekonominya.

Dalam hal ini, ia mencontohkan aspek politik ekonomi dengan masih adanya kesenjangan kepemilikan tanah di Indonesia.

"Yang tidak memiliki tanah jumlahnya sangat besar, dan yang mengakumulasi tanah sangat besar. Mengapa tidak ekonomi syariah ini juga membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah ketimpangan itu?," ujarnya.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler