Merdeka Belajar Dinilai Lemahkan Keterampilan Berpikir, Perlukah Abdul Mu'ti Menggantinya?

Merdeka Belajar dinilai malah mengurangi kemampuan siswa dalam berpikir dan bersikap.

Dok. BKHM Kemendikbudristek
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi, di Jakarta, Senin (27/6/2022).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memandang konsep Merdeka Belajar yang digagas Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim layak dievaluasi. FSGI menilai ada kelemahan Merdeka Belajar yang patut jadi perhatian.

Baca Juga


Sekjen FSGI Heru Purnomo mengungkapkan, Merdeka Belajar memang mempunyai kelebihannya tersendiri. Salah satunya kebijakan tersebut memudahkan guru. "Pendidikan di Indonesia pada saat era Mas Nadiem ini bisa dikatakan penggunaan platform Merdeka Belajar itu memudahkan banyak guru dengan digitalisasi," kata Heru saat dikonfirmasi pada Kamis (17/10/2024).

Walau demikian, Heru mengamati adanya kekurangan dalam Merdeka Belajar. Heru menyayangkan Merdeka Belajar malah mengurangi kemampuan siswa dalam berpikir dan bersikap. "Kelemahannya (merdeka belajar) untuk menumbuhkan keterampilan berpikir dan bersikap bagi peserta didik itu mengalami penurunan," ujar Heru.

Heru merujuk pada skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang malah anjlok. PISA merupakan tes di tingkat dunia yang dipakai guna menilai dan mengevaluasi kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains.

Tercatat, data skor PISA Indonesia pada 2022 ternyata masih di bawah rata-rata global yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Adapun rata-rata skor matematika siswa Indonesia bernilai 366 poin, padahal rata-rata OECD adalah 472 poin.

Terkait kemampuan membaca, skor rata-rata siswa Indonesia adalah 359 poin, lalu rata-rata OECD adalah 476 poin. Mengenai kemampuan sains, skor siswa Indonesia rata-rata 383 poin, tertinggal dengan rata-rata OECD sebesar 485 poin.

"Ketika anak Indonesia di bawah kementerian saat ini atau di bawah Menteri Pak Nadiem mengalami penurunan skor PISA. Ini tentu saja akan berpengaruh ke depan," ujar Heru.

 

Di sisi lain, Heru mengapresiasi presiden terpilih Prabowo Subianto yang sudah memanggil Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam bagian kabinet. Mu'ti berpeluang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen).

Heru menilai, Abdul Mu'ti telah banyak mengetahui tentang kelemahan sistem pendidikan di Indonesia. Mu'ti pernah menjadi anggota Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah 2011-2017 dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 2019-2023. Sehingga FSGI berharap Abdul Mu'ti dapat membuat kebijakan yang tepat sasaran bagi kemajuan pendidikan Tanah Air.

"Beliau itu tentu memahami tentang kelemahan-kelemahan di dunia pendidikan. Identifikasi kelemahan pendidikan itu di mana, beliau paham. Identifikasi mengenai kualitas guru, identifikasi mengenai kelemahan anggaran, kelemahan administrasi pendidikan, beliau paham," ucap Heru.

Prof Abdul Mu'ti turut dipanggil ke kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Usai bertemu Prabowo, Mu'ti mengaku, mendapat tugas untuk mengurusi bidang pendidikan.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah tersebut menjelaskan, Prabowo memberi tugas kepadanya untuk mengurus pendidikan dasar dan menengah. "Saya memimpin kemneterian pendidikan dan insya Allah saya didampingi dua wakil menteri. Saya belum tahu, itu otoritas beliau," ujar Mu'ti.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler