Retribusi Sampah Mulai Dibebankan ke Warga Jakarta per 1 Januari, Ini Besaran dan Dendanya

Warga yang tak membayar retribusi sampah hingga batas waktu ditentukan akan didenda.

Republika/Prayogi
Sebuah truk sampah terparkir di kawasan Jalan Poncol, Ragunan, Jakarta, Selasa, (26/11/2024). Menurut warga, lokasi tersebut kerap dijadikan tempat transit sampah warga. Namun jika sampah-sampah tersebut telat di bersihkan dan diangkut oleh truk, sampah di lokasi tersebut kerap menimbulkan bau tak sedap.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulai 1 Januari 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mulai membebankan retribusi pelayanan kebersihan (sampah) kepada warganya. Warga atau subjek retribusi di rumah tinggal mempunyai tenggang waktu 30 hari untuk membayar biaya retribusi.

Baca Juga


Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusiono Anwar Supalal mengatakan durasi waktu tersebut dimulai sejak warga menerima surat ketetapan retribusi daerah (SKRD) pada lima hari kerja pertama setiap bulan.

"Katakanlah kalau ini tanggal 5 saya mendapatkan SKRD, maka saya masih punya waktu mulai tanggal 6 sampai tanggal 5 bulan berikutnya untuk membayar," ujar Yusiono dalam acara "Retribusi Pelayanan Kebersihan untuk Rumah Tinggal" di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Sebelumnya, warga (di rumah tinggal) dapat mendaftarkan diri ke Suku Dinas Lingkungan Hidup melalui sistem informasi dinas. Selanjutnya dinas mendata subjek dan objek retribusi setiap tahun anggaran melalui pemanfaatan data keluarga satu pintu.

Data keluarga mencakup nama, alamat, NIK dan besaran sambungan daya listrik. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) lalu menyusun daftar wajib retribusi secara digital dan diintegrasikan dengan sistem retribusi provinsi untuk mendapatkan nomor pokok wajib retribusi daerah.

"Pembayarannya bisa secara tunai (datang ke bank) atau elektronik dibayarkan melalui platform digital. Setelah membayar by system akan diberikan tanda bukti telah melakukan transaksi pembayaran atas retribusi yang dikenakan," kata Yusiono.

Dia mengatakan, warga yang tidak membayar hingga batas waktu ditentukan, akan didenda sebesar 1 persen per bulan dari retribusi terutang. DLH DKI Jakarta berencana memberlakukan Retribusi Pelayanan Kebersihan tersebut mulai 1 Januari 2025. Retribusi ini akan dikenakan kepada salah satunya pada rumah tinggal dengan pembagian tarif yang adil berdasarkan daya listrik yang terpasang di masing-masing tempat.

Ada tiga kategori rumah tinggal yang diatur dalam kebijakan ini. Yaitu kelas dengan daya listrik 450 hingga 900 VA dibebankan tarif retribusi Rp 0 per unit per bulan. Lalu, kelas bawah 1.300 hingga 2.200 VA dibebankan tarif retribusi Rp10.000 per unit per bulan, kelas menengah 3.500 VA hingga 5.500 VA dibebankan tarif retribusi Rp30.000 per unit per bulan dan kelas atas yang memiliki daya listrik 6.600 VA ke atas dibebankan tarif retribusi Rp77.000 per unit per bulan.

Pemprov DKI menyatakan penerapan retribusi ini merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan pengelolaan sampah secara lebih efektif dan efisien. Sistem ini didasarkan pada prinsip siapa yang menghasilkan sampah, harus membayar pengelolaannya (polluter pays principle).

 

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menegaskan, pihaknya tidak mencari untung dari kebijakan retribusi sampah. Asep justru berharap masyarakat dapat memilah sampahnya dari rumah dan tidak dikenakan retribusi sampah apabila nantinya peraturan tersebut diberlakukan.

"Kita bukannya retribusi makin banyak makin senang. Kita tidak cari untung. Justru berarti masyarakat nggak ada kesadarannya juga (memilah sampah)," kata Asep di Jakarta, akhir bulan lalu.

Asep menekankan, kesadaran masyarakat terkait pengelolaan sampah penting untuk ditingkatkan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta setiap harinya mencatat jumlah sampah di Jakarta yang dibawa ke tem6pat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, sebanyak 7.200 sampai 7.700 ton.

Dengan demikian, daya tampung di TPST Bantargebang secara otomatis akan mengalami penurunan karena luasnya tak bertambah namun setiap hari sampah terus berdatangan dari berbagai wilayah.

Karena itu, Asep mengatakan bahwa kondisi TPST Bantargebang kini tidak baik-baik saja. Ditambah lagi, jumlah rumah yang aktif memilah sampah di DKI Jakarta masih sangat rendah.

“Sekitar baru 34.000 rumah (yang aktif memilah sampah) dari 2,3 juta rumah,” kata Asep.

Asep berharap masyarakat lebih aktif memilah sampah di rumah. Pembebasan retribusi akan diberikan kepada warga yang aktif memilah sampah dari sumbernya atau yang tergabung dalam bank sampah.

"Enggak dikenai retribusi. Hanya pilah sampah sendiri paling tidak sebulan dua kali ke bank sampah. Sistem otomatis akan terbebas retribusi," kata Asep.

 
Komik Si Calus : Bakar Sampah - (Republika/Daan Yahya)

Dalam debat calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta pada 17 November lalu, ketiga cawagub kompak menilai retribusi sampah yang akan diterapkan mulai Januari 2025 belum diperlukan. Cawagub nomor urut 1 Suswono mengatakan alih-alih menerapkan retribusi, yang perlu dibangun adalah budaya “zero waste” (gaya hidup bebas sampah).

“Memang retribusi ini sesungguhnya belum diperlukan. Yang diutamakan dulu adalah bagaimana membangun budaya zero waste (tanpa limbah). Inilah yang saya kira perlu ditekankan kepada setiap rumah tangga,” katanya.

Menurut Suswono, perlu dilakukan daur ulang sampah dalam skala rumah tangga di tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). Ia juga mengatakan akan melakukan pengelolaan secara berkelanjutan, mulai dari hulu ke hilir.

"Kita harapkan ada mesin-mesin modern yang dimungkinkan pengelolaan sampah itu habis di tingkat RW. Kalau itu memang ada sisa, tentu itu bisa di pembuangan akhir tetapi dengan volume yang sangat kecil," kata Suswono.

Sementara itu, cawagub nomor urut 2 Kun Wardana akan membangun pusat daur ulang sampah di setiap kecamatan sebagai wujud konsep ekonomi sampah. Ia menilai ketimbang retribusi yang membebani, ia ingin menjadikan sampah sebagai sumber penghasilan warga.

"Kita ada tim pembina 'Adab' dan kita menggunakan 'Getuk Tular Adab' untuk membudayakan mereka para warga, memilah dari barang-barang organik dan anorganik. Kemudian barang organik ini, itu nanti ada pusat daur ulang di setiap kecamatan," katanya.

Kun akan mengajak masyarakat, pemulung dan pendaur ulang untuk mendukung konsep penanganan sampah tersebut. Menurut dia, konsep tersebut.

"Dan nanti kita akan kolaborasi dengan masyarakat, pemulung, pengepul, dan pendaur ulang untuk bisa menjadikan (masalah sampah) menjadi hal-hal yang produktif dan ini bisa menjadi penghasilan warga Jakarta," ungkap Kun.

Sedangkan cawagub nomor urut 3 Rano Karno menilai retribusi sampah tidak diperlukan apabila pengelolaan sampah dari tingkat terkecil sudah benar dan efisien. Ia menyebut pemilahan sampah dari tingkat rumah tangga akan dapat menekan masalah sampah hingga 35 persen.

Bang Doel, sapaan akrabnya, juga menyoroti kebijakan pemerintah di negara maju terkait pemilahan sampah. Menurut dia, di negara maju, orang yang dapat memilah sampah plastik mendapatkan imbalan uang.

"Orang yang bisa memilah sampah plastik justru diberi uang. Kemasan plastik menjadi deposit, sistem pengaturan sampah sesuai sesuai jenis," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler