Tokoh Kristen Jadi Ilmuwan Penting di Kekhalifahan Abbasiyah

Hunain bin Ishaq adalah ahli penerjemahan yang berperan penting di Bait al-Hikmah.

wiki
Hunain bin Ishaq
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bait al-Hikmah yang dimiliki Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad menjadi tempat kerja para penerjemah brilian. Di antara mereka adalah Hunain bin Ishaq al-Ibad (809-873 M).

Baca Juga


Orang-orang pada masanya menjuluki Hunain bin Ishaq sebagai “syekh para ahli terjemah." Bahkan, para sejarawan kerap menggelarinya “Bapak Penerjemah Arab". Pada puncak kariernya, tokoh yang beragama Kristen Nestorian ini sukses mengepalai Bait al-Hikmah.

Sekurang-kurangnya, ada empat bahasa yang dikuasainya dengan amat baik, yakni Arab, Suryani (Suriah Kuno/Syiriac), Yunani, dan Persia. Hunain bin Ishaq juga memperkenalkan metode penerjemahan yang terbilang revolusioner pada masanya.

Pada mulanya, Hunain bin Ishaq menekuni ilmu kedokteran. Bahkan, ia sampai melanglang buana ke banyak negeri, termasuk Syam dan Anatolia, untuk belajar.

Pada 826 M, Hunain kembali ke Baghdad. Di ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah tersebut, ia berjumpa lagi dengan (mantan) gurunya, Ibnu Masawaih.

Pemuda yang saat itu berusia 17 tahun tersebut menunjukkan kepada Ibnu Masawaih sejumlah manuskrip yang selama ini menjadi “teman” perjalanannya. Mayoritas isi catatan-catatan itu merupakan terjemahan yang dilakukan Hunain sendiri atas berbagai teks ilmu medis Yunani dan Latin.

Ibnu Masawaih terkejut saat membaca hasil kerja mantan muridnya ini. Dengan lugas, teks terjemahan itu dipujinya karena berkualitas amat baik. Bahkan, beberapa karya terjemahan Hunain sangat berguna bagi riset-riset yang sedang dilakukannya di Akademi Kedokteran Baghdad.

Sejak saat itu, nama Hunain bin Ishaq tersohor sebagai seorang penerjemah ulung. Banyak kaum intelektual Baghdad yang ingin menemuinya. Tidak sedikit dari mereka yang merasa sangat tertolong oleh kepiawaian anak muda ini dalam menerjemahkan teks-teks Yunani ke dalam bahasa Arab.

Popularitas Hunain lalu sampai ke telinga Jabril bin Bukhtishu. Sama seperti Ibnu Masawaih, orang Kristen ini merupakan ahli medis dengan reputasi besar di Baghdad. Alumnus Akademi Gundeshapur itu bahkan pernah menjadi dokter pribadi raja Abbasiyah, Harun al-Rasyid.

Setelah berdiskusi dengan Hunain, Jabril terkesima dengan kemampuan pemuda itu dalam mengalihbahasakan teks-teks Latin dan Yunani. Dengan takzim, ilmuwan yang dekat dengan kalangan istana Abbasiyah itu memanggilnya sebagai “guru kami".

Suatu ketika, sekelompok dokter memprotes gelar "guru kami" untuk Hunain bin Ishaq. Bagi mereka, pujian Jabril sudah keterlaluan.

Namun, Jabril bersikukuh. Hunain memang brilian dalam menerjemahkan teks. Bahkan, kualitas terjemahannya lebih bagus daripada senior-senior mereka.

Penguasa Abbasiyah kala itu, Khalifah al-Ma’mun, tertarik mendatangkan remaja brilian ini. Setelah berbincang langsung dengannya, sang raja Abbasiyah merasa yakin akan kemampuan Hunain bin Ishaq.

Inilah teknik yang dipakai Hunain dalam menerjemahkan teks. Ia akan terlebih dahulu mamahami makna idiom-idiom yang mungkin ditemuinya. Selain itu, nuansa makna kata-kata, baik dalam bahasa asal maupun bahasa sasaran, juga dimengertinya secara mendalam.

Dengan begitu, proses alih-bahasa tidak sekadar “kata per kata". Yang dilakukannya ialah memahamkan pembaca agar mereka mengerti maksud dan informasi dari si penulis teks asli.

Aktivitas intelektual di Bait al-Hikmah, Baghdad, era Abbasiyah. - (dok wiki)

Emas untuk tiap lembar naskah

 

Saat berusia 21 tahun, Hunain bin Ishaq al-Ibad ditunjuk khalifah Abbasiyah untuk memimpin seksi penerjemahan di Bait al-Hikmah, Baghdad.

Perannya sangat krusial. Bagaimana mungkin para ilmuwan Muslimin—yang mayoritasnya saat itu berbahasa Arab—dapat menyerap ilmu-ilmu dari pelbagai kebudayaan dunia kalau tidak mengerti teks sumber?

Para sarjana Arab mengakui, peradaban Islam saat itu terbilang “muda” bila dibandingkan dengan pelbagai kebudayaan besar yang sudah lama muncul, semisal Romawi, Yunani, India, atau Cina. Maka, membaca menjadi sebuah proses yang sangat penting. Dan, mustahil membaca dengan baik jika tidak didukung penerjemahan.

Tim yang dipimpin Hunain bin Ishaq bertugas menerjemahkan karya-karya ilmiah dari pelbagai manuskrip berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Tugas lainnya ialah merevisi produk-produk terjemahan sebelumnya, yang umumnya dihasilkan dari metode "terjemahan kata per kata." Tim ini juga boleh mengusulkan kepada khalifah judul naskah-naskah dari negeri-negeri manapun yang kiranya penting menjadi koleksi Bait al-Hikmah.

Dalam bekerja, Hunain sering kali membuat sistem yang jelas. Misalnya, ia menerjemahkan teks-teks dari bahasa Yunani ke Syiriac. Lantas, hasil terjemahannya itu diterjemahkan lagi oleh beberapa orang yang ditunjuknya.

Penerjemahan kedua itu berlangsung dari bahasa Syiriac ke bahasa Arab. Lantas, sejumlah pustakawan ditugaskannya untuk memeriksa sekaligus mengoreksi hasil terjemahan akhir.

Khalifah al-Ma’mun saat menyambangi Bait al-Hikmah, selalu memantau aktivitas para ilmuwan setempat. Buku-buku terjemahan yang mereka hasilkan kerap dibacanya dengan saksama.

Hunain dan tim nyaris tidak pernah mengecewakan sang raja. Begitu besar penghargaan dari khalifah Abbasiyah terhadap ahli bahasa itu.

Tercatat, Hunain merupakan satu-satunya penerjemah yang dibayar oleh pemerintah Abbasiyah dengan emas sebesar berat naskah yang telah dialih-bahasakannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler