Bagaimana Menyikapi Perbedaan Pendapat Alim Ulama?

Sering kali, para ulama berbeda pendapat fikih tentang suatu hal.

republika
ILUSTRASI ulama
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena perbedaan pendapat di antara kaum alim ulama kerap terjadi ketika mereka hendak menetapkan pandangan fikih atas sesuatu. Sebagai orang awam, bagaimana cara menentukan pendapat mana yang mesti diikuti? Sebab, setiap orang tentu menginginkan pendapat yang diikuti benar secara agama Islam.

Baca Juga


Ahli tafsir Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya, Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, menjelaskan, bagi seorang awam ada dua hal yang perlu ditekankan.

Pertama, perbedaan pendapat atau khilafiyah di antara para ulama yang memiliki otoritas pengetahuan agama Islam dapat merupakan rahmat. Ini bila dipahami sebagaimana mestinya.

Apa pun pendapat ulama-ulama, selama masih bersumber dari Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW, maka dapat diterima sebagai kebenaran di sisi Allah SWT. Bila suatu soal tak dapat ditemukan pemecahannya melalui pembacaan harfiah dua sumber utama Islam itu, maka alim ulama dapat secara sungguh-sungguh melakukan ijtihad.

Itu adalah prinsip umum yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Sahabat Nabi, 'Amr bin 'Ash meriwayatkan, "Apabila seorang hakim berijtihad dan menemukan kebenaran, dia akan memperoleh dua ganjaran (pahala). Apabila dia memutuskan dengan berijtihad dan dia keliru, maka dia memperoleh satu ganjaran" (HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).

Hal kedua yang perlu diketahui orang-orang awam ketika kebingungan menentukan pendapat ulama mana yang akan diikuti adalah jelasnya tuntunan Nabi SAW. Mereka tetap mesti berpaku kepada Rasulullah SAW.

Suatu ketika, Wabishah bin Ma'bad datang kepada Nabi SAW untuk bertanya tentang kebajikan. Maka beliau menjawab, "Tanyailah hatimu. Kebajikan adalah apa-apa yang diri dan jiwamu merasa tenang terhadapnya, sedangkan dosa adalah yang menimbulkan keraguan dalam diri dan membimbangkan dada walaupun orang telah memberikanmu fatwa" (HR Imam Ahmad dan ad-Darimi).

Kata Ulama Soal Keberadaan Alien - (Republika)

 

Maka dari itu, kata Prof Quraish, hendaklah seseorang berusaha sekuat tenaga untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dari sumbernya, yakni dengan mengaji pada ulama-ulama yang jelas sanadnya sampai ke Rasulullah SAW. Bila tak demikian, ia dipersilakan untuk menanyakan pendapat para ulama. Diharapkan, jawaban yang diberikan ulama atau kiai dapat membawa ketenangan hati pada orang awam itu.

Syekh Abu Thalhah menegaskan, ketaatan itu tak boleh membabi buta dan memunculkan taklid. Taat kepada ulama, yakni selama berkaitan dengan urusan fatwa dan hukum dalam menyikapi suatu hal. Jika berkaitan dengan urusan duniawi, ketentuan menyikapi hal itu diserahkan kembali kepada yang bersangkutan. Ini seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW dalam peristiwa kawin silang kurma. Nabi Muhammad SAW menyerahkan hal itu kepada kebiasaan para petani.

Jika seorang ulama sungguh-sungguh mencari kebenaran dan ikhlas dalam menetapkan fatwa, maka jika benar, ia akan mendapatkan dua pahala. Apabila keliru, maka ia akan memperoleh satu ganjaran.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler