Keluh Kesah Pedagang Kecil Mencari LPG 3 Kg, Baru Dapat Setelah Keliling Hampir 10 Warung
Bukan hanya warga biasa, sejumlah pedagang juga sulit mencari LPG 3 kg.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah warga mengaku kesulitan untuk mencari liquefied petroleum gas atau LPG 3 kilogram (kg) untuk kebutuhan sehari-hari. Bukan hanya warga biasa, sejumlah pedagang juga merasakan hal yang sama.
Seorang pedagang ayam goreng di kawasan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Oki (22 tahun), mengaku sangat kesulitan untuk mencari LPG 3 kilogram sejak dua hari terakhir. Padahal, biasanya gas melon itu sangat mudah didapatkan di warung madura.
"Sudah dua warung dan dua agen saya datengin, gas kosong semua," kata dia saat ditemui Republika, Senin (3/2/2025).
Menurut dia, warung dang agen itu beralasan belum mendapatkan pasokan LPG dari Pertamina. Alhasi, tabung-tabung gas yang berada di warung-warung dan agen hampir semuanya kosong.
Oki menilai, kelangkaan LPG 3 kilogram itu otomatis membuat para pedagang makanan kesulitan. Pasalnya, gas melon merupakan kebutuhan utama untuk para pedagang memasak makanananya.
Ia pun berharap pasokan gas di warung-warung dapat kembali normal. Sebab, para pedagang akan kesulitan apabila harus membeli gas ke agen atau pangkalan lantaran jaraknya tidak dekat dari tempatnya berjualan.
"Harga naik enggak apa-apa, asal barang ada. Daripada harga murah, barang susah," ujar dia.
Hal serupa juga dirasakan oleh Doni (43), seorang penjual gorengan di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan. Menurut dia, kelangkaan gas melon itu sudah terjadi sejak tiga hari terakhir.
"Sudah dari tiga hari lalu (langka), cuma yang parah hari ini," kata lelaki yang telah berjualan gorengan sejak 20 tahun terakhir itu.
Doni mengaku, dalam sehari bisa menghabiskan dua tabung LPG 3 kilogram untuk kebutuhan berjualan gorengan. Biasanya, kebutuhan gasnya selalu diantarkan oleh warung dengan harga Rp 21 ribu per tabung. Namun, hari ini ia tak mendapatkan pasokan gas melon.
"Enggak ada. Orangnya (yang biasa antar) juga enggak dapat gas," ujar dia.
Alhasil, ia pun harus mencari sendiri gas melon untuk berjualan. Hampir 10 warung didatangi Doni, tapi hasilnya nihil. Ia baru mendapatkan LPG 3 kilogram di sebuah warung madura. Itu pun, ia hanya bisa mendapatkan satu tabung.
Harga gas di warung itu pun lebih mahal, yaitu Rp 21 ribu per tabung. Padahal, biasanya harga Rp 21 ribu per tabung sudah dengan ongkos antar ke tempatnya menjajakan gorengan.
"Dapet di warung belakang. Cuma dapet satu doang. Nyari sudah hampir 10 warung," kata dia.
Doni mengaku tidak tahu pasti penyebab gas melon langka. Namun, berdasarkan informasi yang didapatkannya, kelangkaan itu disebabkan pengisian yang telat.
Ia menambahkan, wacana yang beredar di lapangan, nantinya LPG 3 kg tidak akan lagi dijual di warung. LPG 3 kg nantinya hanya akan dijual di agen resmi atau pangkalan.
Menurut dia, apabila kebijakan itu akan berlaku, para pedagang nantinya akan kesulitan. Pasalnya, lokasi agen resmi dan pangkalan tidak dekat.
"Berat. Soalnya kita kan susah. Agen jauh. Kecuali kalau agen dekat, enak kita enggak terlalu bera," ujar Doni.
Ia berharap, pemerintah dapat membuat pasokan gas kembali normal. Pasalnya, gas melon merupakan kebutuhan utama bagi para pedagang, apalagi penjual gorengan sepertinya.
"Kalau bisa normal lagi. Terus harga jangan naik. Berat buat pedagang kecil," kata dia.
Diketahui, terdapat kebijakan baru bahwa per 1 Februari 2025, pengecer seperti warung kelontong atau warung madura tidak diperbolehkan menjual gas 3 kg. Kementerian ESDM menyampaikan, pengecer LPG 3 kg wajib mendaftarkan diri untuk menjadi pangkalan LPG 3 kg Pertamina.
Para pengecer LPG dapat mendaftarkan diri melalui One Single Submission (OSS) untuk mendapatkan nomor induk berusaha (NIB). Kemudian, mengajukan diri untuk menjadi pangkalan LPG 3 kg resmi ke Pertamina. Langkah pendaftaran tersebut dapat dilakukan secara daring di seluruh Indonesia.
Pemerintah mempersiapkan masa transisi selama 1 bulan untuk mengubah pengecer menjadi pangkalan. Dengan demikian, pada Maret 2025, pemerintah menargetkan pengapusan pengecer LPG 3 kg.
Langkah tersebut dinilai merupakan upaya untuk memastikan bahwa LPG 3 kg tersedia dan dapat diterima oleh masyarakat dengan batasan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Langkah itu guna mencegah harga LPG 3 kg yang lebih mahal daripada harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Selain itu, distribusi LPG 3 kg pun menjadi lebih tercatat, sehingga pemerintah bisa mengetahui berapa kebutuhan masyarakat.