Bocoran Pembicaraan Tertutup Netanyahu tentang Bargaining Hamas-Israel di Gedung Putih

Netanyahu menargetkan Hamas tak lagi berkuasa di Gaza.

AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington, Selasa, 4 Februari 2025.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dalam kunjungan Netanyahu ke Washington, terdapat pembicaraan mengenai masa depan gencatan senjata Hamas-Israel yang sudah berjalan. Apakah gencatan senjata akan berlanjut atau justru malah perang lagi? 

Baca Juga


Pejabat Amerika mengatakan bahwa Netanyahu mengonfirmasi, selama pembicaraannya di Washington, bahwa ia "ingin mencoba memperpanjang fase pertama perjanjian tersebut di luar gencatan senjata 42 hari, untuk membebaskan lebih banyak tahanan, selain 33 tahanan yang termasuk dalam fase pertama," dengan syarat bahwa "Israel bersiap untuk membebaskan lebih banyak tahanan Palestina, sesuai dengan ketentuan yang akan ditentukan kemudian."

Kantor Berita al Mayadeen menginfokan, seorang pejabat senior Israel yang terlibat dalam negosiasi tersebut mengatakan, “Menjamin pembebasan hanya dua atau tiga tahanan tambahan, berdasarkan kondisi kesehatan mereka, dan tidak lebih, akan mungkin dilakukan.”

Pejabat AS menambahkan bahwa Netanyahu mengindikasikan, dalam pembicaraannya di Washington, bahwa ia "bermaksud untuk memasuki negosiasi pada tahap kedua kesepakatan tersebut, dan untuk menyampaikan proposal kepada Hamas yang mencakup penghentian perang dan pembebasan tahanan Palestina yang "berat", yang tidak disetujui Israel untuk dibebaskan pada tahap pertama."


 

Sebagai imbalannya, "semua tahanan yang masih ditahan oleh Hamas akan dibebaskan, gerakan itu akan menyerahkan kekuasaan di Jalur Gaza, dan para pemimpin utamanya, termasuk mereka yang dibebaskan dari penjara, akan meninggalkan negara itu," kata pejabat AS.

Pejabat Israel mengklaim bahwa "Hamas telah setuju untuk melepaskan kendali sipil dan pembangunan kembali di Jalur Gaza, dan mengalihkan tanggung jawab atas hal itu kepada entitas lain, seperti Otoritas Palestina, atau pemerintahan independen," menurut Walla, yang menekankan bahwa "Hamas tidak siap untuk menyerahkan kekuatan militernya, atau senjata yang ada di tangannya."

Pada saat yang sama, pejabat Israel juga memperkirakan bahwa peluang pejabat senior Hamas di Gaza untuk setuju meninggalkan Jalur Gaza "sangat tipis," yang "dapat menyebabkan gagalnya kesepakatan dan dimulainya kembali perang selama beberapa bulan," menurut situs web tersebut.

Hamas

Gerakan perlawanan Palestina, Hamas, menyerukan Organisasi Kerja sama Islam (OKI), Liga Arab, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengadakan pertemuan darurat setelah pernyataan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai Gaza.

Hamas mengeluarkan pernyataan pada Rabu (5/2) sebagai tanggapan terhadap usulan Presiden AS Donald Trump bahwa Amerika Serikat seharusnya mengambil alih Jalur Gaza.

 

Tak akan dibiarkan caplok Gaza

Sambil mengutuk keras usulan Trump, Hamas menyatakan pernyataan tersebut bersifat agresif terhadap rakyat Palestina dan perjuangan mereka, tidak akan membawa stabilitas di kawasan, dan hanya akan memperburuk keadaan.

Hamas menegaskan bahwa rakyat Palestina dan pasukan Perlawanan tidak akan membiarkan negara mana pun di dunia menduduki tanah mereka atau memaksakan perwalian atas mereka.

“Kami menyerukan pemerintahan AS dan Presiden Trump untuk menarik kembali pernyataan tidak bertanggung jawab ini yang bertentangan dengan hukum internasional dan hak-hak alami rakyat Palestina atas tanah mereka,” ucap Hamas.

Hamas juga meminta Liga Arab, OKI, dan PBB untuk mengambil sikap tegas dalam menjaga hak-hak rakyat Palestina, termasuk hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara merdeka dengan Al-Quds (Yerusalem timur) sebagai ibu kotanya.

Trump sebelumnya telah mengusulkan pemindahan penduduk Gaza ke negara-negara Arab tetangga Palestina.

Pergi dari Gaza

Pemimpin Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dirinya bersedia mengakhiri perang di Gaza jika pemimpin Hamas meninggalkan wilayah itu dan mengasingkan diri ke negara ketiga, menurut laporan Axios.

Netanyahu mengatakan hal itu dalam pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump di Washington pada Rabu, menurut seorang sumber kepada portal berita itu.

Disebutkan, pengasingan terhadap pemimpin kelompok perlawanan Palestina itu menjadi salah satu syarat rencana perdamaian di Gaza yang disampaikan Netanyahu kepada Trump.

Netanyahu juga menyatakan keinginannya untuk memperpanjang gencatan senjata tahap pertama di Gaza untuk membebaskan lebih banyak sandera.

Sumber lain menambahkan bahwa perpanjangan itu akan membuka jalan bagi pembebasan dua atau tiga warga Israel yang disandera oleh Hamas.

 

Jika perpanjangan itu disetujui, dalam negosiasi tahap kedua, Netanyahu akan menawarkan pembebasan sejumlah warga Palestina yang masih ditahan oleh Israel, termasuk seorang tahanan "senior".

Para pejabat AS mengatakan sebagai imbalan dari tawaran itu, Netanyahu akan meminta Hamas membebaskan semua sandera yang tersisa dan pemimpin kelompok itu mengasingkan diri.

Gencatan senjata tahap pertama di Gaza telah berlaku sejak 19 Januari berdasarkan kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk membebaskan sandera Israel dan tahanan Palestina.

Kesepakatan itu didukung oleh Qatar, Mesir, dan AS, yang telah mendirikan pusat koordinasi di Kairo.

Pada Selasa, Hamas mengumumkan dimulainya negosiasi untuk gencatan senjata tahap kedua.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler