Pertama Kali Vladimir Putin Bicara dengan Al Sharaa Suriah, ini Bocoran Pembicaraannya
Vladimir Putin siap bantu al Sharaa pulihkan keadaan Suriah.
REPUBLIKA.CO.ID, ST PETERSBURG -- Presiden Rusia Vladimir Putin tetiba membuka komunikasi dengan Presiden Suriah Ahmad al Sharaa melalui telpon. Baru pertama kali berbicara, orang nomor satu di Rusia itu langsung menyampaikan hal strategis untuk kemaslahatan Suriah.
Hal tersebut sungguh di luar dugaan, sebab Putin selama ini dikenal berhubungan dekat dengan presiden suriah yang digulingkan Bashar Assad. Ketika situasi di Suriah menjadi anarkhi, pemberontakan Haiat Tahrir Syam (HTS) bergejolak hebat hingga meringsek ke Damaskus, Assad beserta keluarganya dibantu Vladimir Putin melarikan diri ke Rusia.
Di Rusia, Assad beserta kroninya menjalani kehidupan sebagai rakyat biasa. Di sana mereka menjalankan usaha dan memutar uang hasil kediktatorannya selama memimpin negeri yang sebelumnya dipimpin ayahnya Hafez Assad.
Vladimir Putin dikenal sebagai teman dekat Bashar Assad yang tentunya berseberangan dengan pemimpin Suriah saat ini. Namun uniknya, Putin tidak menutup diri. Dia memberanikan diri membuka komunikasi dengan pemimpin suriah saat ini, Ahmad al-Sharaa atau yang dahulu dikenal sebagai al Julani.
Kantor pers Kremlin melaporkan bahwa selama panggilan tersebut, terjadi "pertukaran pandangan terperinci tentang situasi terkini di Suriah."
Pihak Rusia menekankan posisi berprinsipnya dalam mendukung persatuan, kedaulatan, dan integritas teritorial negara Suriah. Ia menambahkan bahwa pentingnya penerapan serangkaian langkah-langkah untuk normalisasi berkelanjutan di negara itu, dan mengintensifkan dialog antara warga Suriah dengan partisipasi kekuatan politik terkemuka dan kelompok etnis dan agama penduduk, ditekankan.
Menurut Kremlin, Putin menegaskan kesiapan negaranya untuk membantu memperbaiki situasi sosial dan ekonomi di Suriah, termasuk dengan memberikan bantuan kemanusiaan. Presiden Rusia juga mendoakan Sharaa "berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi oleh kepemimpinan baru Suriah."
Kremlin menggambarkan pembicaraan tersebut sebagai "konstruktif, substantif, dan praktis", dan mengatakan bahwa kedua pihak sepakat pada akhir pembicaraan untuk melanjutkan kontak ini di masa mendatang.
Ini adalah langkah pertama di tingkat kepresidenan Rusia untuk meningkatkan komunikasi dengan pimpinan baru Suriah. Moskow telah mengutus delegasi tingkat tinggi ke Damaskus dua pekan lalu yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Mikhail Bpgdanov, dan termasuk perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan serta sektor ekonomi pemerintah.
Kunjungan ini meluncurkan dialog antara kedua pihak mengenai isu yang diangkat, termasuk masa depan hubungan kedua negara, mekanisme kerja sama di berbagai bidang, dan keberlanjutan kehadiran militer Rusia di Hmeimin dan Tartus.
Pemerintah Suriah telah mengirimkan sinyal yang digambarkan positif terhadap Moskow dalam beberapa hari terakhir, dan Menteri Pertahanan Murhaf Abu Qasra mengatakan bahwa negaranya mungkin mencapai kesepahaman dengan Rusia mengenai kelanjutan kehadiran militer jika langkah ini sesuai dengan kepentingan Suriah.
Frasa tersebut merujuk pada isi pembicaraan yang berlangsung melalui jalur diplomatik dan militer, terutama sejak pejabat Rusia mengumumkan kesiapan Moskow untuk mendukung otoritas baru di negara tersebut dan memberikan kontribusi besar dalam bidang rehabilitasi beberapa infrastruktur, termasuk bendungan, pembangkit listrik, dan proyek lain yang sebelumnya pembangunannya diawasi oleh para ahli dari Uni Soviet dan Rusia.
Para pakar Rusia juga berbicara tentang kemungkinan memberikan bantuan signifikan kepada Damaskus dengan menghapus utang Suriah kepada Rusia, yang akan secara signifikan meringankan beban ekonomi pada otoritas baru.
Putin sebelumnya mengumumkan bahwa Rusia “siap memberikan dukungan kepada rakyat Suriah, berdasarkan fakta bahwa rakyat Suriah sendirilah yang harus memutuskan masa depan negara mereka melalui dialog yang komprehensif.”
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov juga mencatat bahwa Moskow “akan melanjutkan dialog dengan pemerintah baru Suriah mengenai semua isu,” termasuk perjanjian yang mengatur kehadiran militer Rusia di Suriah.
Permintaan yang belum dikabulkan
Sebelumnya, utusan Rusia mendatangi Suriah dan bertemu langsung dengan Ahmad al Sharaa di Damaskus. Dalam tatap muka itu, al Sharaa mengajukan permintaan yang sulit dikabulkan pemerintah Rusia, yaitu mengembalikan Bashar Assad ke Suriah untuk dihukum atas segala kejahatan yang dilakukannya selama memimpin Suriah.
Assad dinilainya terbukti melakukan kejahatan kemanusiaan yang sangat brutal selama memimpin Suriah. Dia mengerahkan militernya untuk menangkap dan menyiksa siapapun yang dianggap mengancam keberlangsungan pemerintahan. Hal itu dilakukan aparat negara di penjara yang dibuat dengan desain yang aneh, seperti Sednaya. Di dalam penjara itu terdapat ruang penyiksaan dan penghancuran manusia sehingga jenazah korban tidak dikenali lagi atau bahkan benar-benar musnah.
Mendengar permintaan itu, utusan Rusia tidak berbicara. Keduanya kemudian berdialog tentang keberlangsungan hubungan baik dan komunikasi. Baik Suriah maupun Rusia sama-sama berkomitmen untuk sama-sama membangun hubungan yang saling menguntungkan dan menguatkan.