REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat partisipasi angkatan kerja di kalangan perempuan Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, tantangan yang mereka hadapi tetap tinggi, termasuk batasan akses untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang setara.
Laporan LinkedIn Opportunity Index 2020 mencoba mengulik lebih jauh tentang hal itu. Indeks gabungan didapat setelah melakukan survei terhadap lebih dari 30 ribu responden di 22 negara dalam rentang usia 18 sampai 65 tahun selama September dan Oktober 2019.
Menurut indeks, ibu yang bekerja tidak hanya memandang usia sebagai penghalang utama untuk mengakses peluang. Berbagai faktor lain yang jadi rintangan termasuk terbatasnya waktu, dunia kerja yang semakin menantang, serta kurangnya jaringan dan koneksi.
Di Indonesia, ibu yang bekerja dianggap aktif mencari pekerjaan yang mereka suka serta memulai mengembangkan bisnis sendiri. Tujuan akhir yang hendak dicapai adalah mencapai keseimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi karena komitmen keluarga tetap menjadi prioritas.
Dinamika lingkungan kerja sering memberikan tekanan besar pada ibu yang bekerja karena mereka perlu menyeimbangkan dua pekerjaan penuh waktu tersebut. Para perempuan sering merasa harus memilih antara bekerja dan menjadi seorang ibu akibat stigma sosial.
Ekspektasi agar perempuan memprioritaskan keluarga dinilai dapat memengaruhi keputusan perempuan terhadap kariernya. Menurut indeks, 10,7 persen responden perempuan menyatakan kurangnya dukungan menjadi hambatan utama mencapai peluang.
Vice-President LinkedIn Talent and Learning Solutions Asia Pasifik Feon Ang mengatakan para responden perempuan di Asia Pasifik merasa menghadapi hambatan lebih tinggi daripada pria. Beberapa di antaranya kurangnya pengalaman kerja, kepercayaan diri yang rendah, dan takut gagal.
LinkedIn mendorong para perempuan untuk mencari dukungan yang mereka butuhkan setiap kali kesenjangan peluang menjadi besar. Begitu pula pelaku bisnis dan industri yang diharap bisa mendorong para perempuan mencapai potensi maksimal mereka.
"Tenaga kerja yang beragam dan inklusif dapat menjadi keuntungan besar bagi bisnis karena karyawan dapat berbagi dan belajar dari sudut pandang dan pengalaman yang beragam, serta berbagai cara memecahkan masalah," kata Feon, dikutip dari pernyataan resminya.