REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nawawi Asmat mengatakan perlunya memastikan tenaga kerja Indonesia benar-benar terserap pasar kerja melalui peningkatan kualitas sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. "Para pencari kerja tentunya harus mempersiapkan diri dengan segala keahlian yang dibutuhkan oleh pasar kerja," kata Nawawi di Jakarta, Selasa (28/4).
Nawawi menuturkan persaingan mendapatkan pekerjaan saat ini semakin tinggi di tengah tingkat pengangguran yang semakin meningkat akibat meningkatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara setiap tahunnya, tidak kurang dua juta pencari kerja baru memasuki pasar kerja di Indonesia.
Nawawi menuturkan selama ini lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) mendominasi tingkat pengangguran di Indonesia. "Ini artinya ada hal yang salah dalam desain pendidikan SMK kita yang tidak maksimal terserap di pasar kerja," tuturnya.
Misalnya, lulusan SMK jurusan administrasi perkantoran yang sudah kelebihan (oversupply). Sementara, permintaan untuk lulusan bidang permesinan dan teknologi informasi tergolong sangat tinggi tetapi ketersediaan atau pasokan tenaga kerjanya masih kurang.
Menurut Nawawi, desain pendidikan SMK semestinya disesuaikan dengan karakteristik ekonomi Indonesia, khususnya yang dapat mendukung pengembangan sektor unggulan dan potensi ekonomi lokal. Terkait dengan tantangan global, tenaga kerja Indonesia harus bisa bersaing tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga harus mampu menangkap peluang pasar di luar negeri.
Untuk itu, katanya, sistem pendidikan tinggi di Indonesia harus mampu menciptakan lulusan yang siap bersaing di pasar kerja, termasuk menciptakan kesempatan kerja. Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi.
Namun, bonus demografi bisa menjadi jendela peluang (window of opportunity) bagi penguatan ekonomi bangsa jika pengembangan sumber daya manusianya disiapkan dengan baik. "Tetapi sebaliknya akan menjadi 'door to disaster' jika kita gagal dalam meningkatkan upaya investasi sumber daya manusia, terutama pekerja usia muda," ujar Nawawi.
Nawawi menuturkan hingga saat ini mayoritas tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh lulusan pendidikan rendah, yakni sekolah menengah pertama (SMP) ke bawah. Ada peningkatan yang signifikan tenaga kerja berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) dan SMK akibat dari program wajib belajar 12 tahun.
Berbagai program peningkatan kualitas tenaga kerja harus terus konsisten dijalankan, terutama dengan merancang ulang pendidikan vokasi, balai latihan kerja dan koordinasi antar-kelembagaan yang mengurusi pendidikan dan pelatihan tenaga kerja.