Rabu 10 Jun 2020 19:26 WIB

Format Baru PPDB SMA/SMK DIY Dirasa tak Adil untuk Siswa

Seleksi masuk SMA seharusnya cukup dengan melihat nilai saat SMP saja.

Rep: my31/Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Siswa SMP
Foto: Republika/Yasin Habibi
Siswa SMP

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kebijakan baru PPDB SMA/SMK 2020 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dirasa menimbulkan ketidakadilan karena menambahkan persentase nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) SD sebagai format penilaian di samping nilai rapor ke dalam nilai gabungan.

“Kalau nilai rapor SMP digabung dengan nilai UN SD untuk seleksi masuk SMA justru nilai saya jadi kurang bagus. Apalagi persentase nilai UN (USBN-Red) SD yang dipakai itu cukup tinggi,” kata salah satu murid kelas IX SMP N 7 Yogyakarta, Nadialila Josepika Saintera, kepada Republika, Selasa (9/6)

Formulasi bobot perhitungan nilai saat ini adalah rata-rata nilai rapor SMP ditambah dengan nilai USBN SD masing-masing dengan bobot 40 persen, kemudian ditambah nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen, nilai akreditasi sekolah 10 persen, kemudian dihitung dan disesuaikan dengan zonasi.

“Orang tua saya juga tidak setuju dengan peraturan ini, karena nilai rapor SMP jadi anjlok jika digabung dengan nilai UN (USBN-Red) SD karena saat SD belum semangat belajar. Sedangkan kalau nilai rapor SMP-nya rendah, nilai UN SD-nya bagus justru jadi naik. Nah, ini kan tidak adil, yang nilai SMP-nya bagus kalah dengan yang nilai SMP-nya kurang bagus. Padahal ini seleksi masuk SMA seharusnya ya cukup dengan melihat nilai saat SMP saja,” kata Nadia.

Format zonasi PPDB tahun lalu sudah cukup banyak membingungkan para wali murid. Kebijakan baru pemerintah daerah dengan mengadakan format baru lagi di samping zonasi pun semakin memperkeruh kebingungan wali murid.

“Ini kan kebijakan baru lagi selain zonasi. Sebagai orang tua, ayah saya pun juga masih bingung cara daftar online dan pengambilan token. Orang tua mengeluhkan kebijakan pemerintah yang selalu gonta-ganti dan tidak bisa paten ini,” kata Nadia.

Sebagai murid yang mengalami dampak langsung dari kebijakan baru ini, Nadia berharap pemerintah daerah bersedia mendengarkan keluhan para murid dan wali murid supaya format PPDB tidak perlu menggunakan nilai USBN SD. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY sebagai penyelenggara PPDB harus memperhatikan keadilan dan menghargai proses belajar para murid SMP.

Untuk bobot perhitungan nilai ini awalnya dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Namun, formulasi tersebut diubah menjadi rata-rata nilai rapor dan USBN SD dengan bobot 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Pihak orang tua bulan Maret lalu telah menerima petunjuk teknis (juknis) PPDB SMA/SMK tentang bobot perhitungan awal. Namun, saat bobot perhitungan itu direvisi, banyak dari orang tua belum memperoleh sosialisasi.

"Lagipula juknis awal sudah disosialisasikan sejak bulan Maret (2020). Mengapa setelah keluar nilai rapor anak baru juknisnya diubah tanpa ada sosialiasasi dan hanya diputuskan sepihak?" ujar seorang wali murid Kelas XI SMP Negeri 3 Bantul, Deassy Marlia Destiani.

 

Sementara itu, menurut wali murid lainnya, Eko Budi,  diubahnya kebijakan tersebut tidak mengedepankan keadilan bagi peserta didik. Bahkan, formulasi baru dengan mempertimbangkan USBN SD tersebut tidak mengapresiasi proses belajar yang telah dilakukan peserta didik ketika menempuh pendidikan di jenjang SMP.  

 

"Adanya komponen USBN SD masuk, saya kira ini sebuah kemunduran pendidikan di kita," kata salah Eko, yang merupakan wali murid SMP Negeri 5 Yogyakarta.

Sementara itu, Disdikpora DIY menyatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait juknis PPDB SMA/SMK 2020 di DIY.  Namun, seperti diungkapkan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, Didik Wardaya, pihaknya memang tidak melakukan sosialisasi secara langsung kepada orang tua murid.

Sebab, kata dia, mengumpulkan banyak orang di tengah pandemi ini sangat berisiko terjadinya penularan Covid-19. Sehingga, sosialisasi hanya dilakukan kepada kepala sekolah, baik SMA/SMK, hingga kepala sekolah SMP yang ada di DIY. 

"Dengan kepala sekolah sudah dilakukan Jumat (5/6) lalu, dari kepala sekolah ini diharapkan untuk diteruskan kepada orang tua dan murid, juga kepada asosiasi dan LSM. Melalui media sosial dan banner, termasuk radio, kita juga sudah lakukan sosialisasi," kata Didik usai menggelar pertemuan dengan Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), Rabu siang.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement