REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah orang tua siswa menyarankan agar pembelajaran tahun ajaran 2020/2021 di zona hijau tetap dilakukan secara daring di tengah pandemi Covid-19. Alasannya, masih ada kemungkinan risiko penularan Covid-19 bisa datang dari murid yang berasal dari zona lainnya.
"Artinya kalau Kemendikbud mau membuka zona hijau itu kembali belajar tatap muka, itu masih juga membawa risiko. Risikonya adalah karena tidak semua peserta didik itu berasal dari zona hijau tersebut," kata Bambang, salah satu wali murid asal Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (17/6).
Bambang mengatakan, ketentuan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang memungkinkan siswa bersekolah di luar zona tempat tinggalnya dengan melalui jalur prestasi memungkinkan risiko penularan jika suatu zona yang dianggap telah aman dari Covid-19 akan melanjutkan pembelajaran secara tatap muka.
"Karena ada jalur prestasinya. Jadi masih banyak yang lintas wilayah gitu, lintas kecamatan, lintas kelurahan," katanya.
Sebagai orang tua wali murid, dirinya masih merasa khawatir jika proses belajar mengajar dilakukan secara tatap muka di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Selain itu, pembelajaran secara daring juga menurut dia masih bisa berjalan efektif jika didukung oleh sarana belajar yang memadai.
"Untuk memenuhi kebutuhan sarana itu kita bisa menggunakan dana BOS. Jadi dana BOS bisa digunakan untuk membantu siswa dan guru beli kuota internet. Jadi (masalah) itu bisa teratasi," ujarnya.
Senada dengan Bambang, Astuti, orang tua siswa asal Jawa Tengah, juga menyarankan agar pembelajaran tahun ajaran baru dilakukan secara daring. Karena menurutnya, masih banyak warga yang mengabaikan protokol kesehatan.
"Jangankan anak-anak, orang dewasa saja masih banyak yang tidak menaati protokol kesehatan untuk pakai masker, jaga jarak dan perilaku hidup bersih lainnya," kata dia.
Selain itu, ia juga menganggap bahwa penularan penyakit COVID-19 masih dapat terjadi meski suatu masyarakat berada di zona yang dianggap masih aman dari wabah itu.
"Pergerakan masyarakat saat ini sudah sangat sulit dikendalikan. Jadi orang-orang di zona hijau juga masih mungkin tertular Covid-19," katanya.
Sementara itu, wali murid asal Bekasi, Jawa Barat, Prihartono, juga sepakat agar proses belajar mengajar secara tatap muka sebaiknya dilakukan ketika wabah Covid-19 sudah dapat dikendalikan. Pasalnya, saat anak-anak kemungkinan tertular virus SARS-CoV-2, penyebab wabah Covid-19, mereka cenderung tidak menunjukkan gejala. Sehingga, guru menganggap proses belajar mengajar dapat dilanjutkan, sementara penularan terus berlangsung selama proses tersebut.
Ia khawatir jika pembelajaran secara tatap muka tetap dilakukan, hal itu akan memicu terbentuknya klaster penularan baru di lingkungan yang sebelumnya dianggap aman.
Pada Senin (16/6), Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengumumkan, sekolah di zona hijau boleh dibuka, namun tetap harus melalui protokol yang sangat ketat. Persetujuan dari pemerintah daerah hingga kesiapan satuan pendidikan menjadi pertimbangan anak boleh mengikuti pembelajaran tatap muka atau tidak.
Syarat pertama, kabupaten/kota harus zona hijau sesuai penetapan dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Kedua, pemerintah daerah harus memberikan izin terkait pembukaan sekolah. Selain itu, satuan pendidikan harus telah memenuhi persiapan pembelajaran tatap muka.
"Pada saat ini, semua untuk kriteria pembukaan sekolahnya sudah terpenuhi, sekolahnya boleh mulai pembelajaran tatap muka," kata Nadiem, Senin (15/6).
Nadiem menambahkan, meskipun seluruh perizinan tersebut sudah terpenuhi, ada syarat terakhir yang tidak boleh terlewat. Orang tua murid harus setuju untuk anaknya pergi ke sekolah melakukan pembelajaran tatap muka.
"Jadi misal, zona hijau, pemda sudah mengizinkan, dan satuan pendidikan sudah memenuhi check list-nya, tetapi tidak bisa memaksa murid yang orang tuanya tidak memperkenankan untuk pergi ke sekolah, karena masih belum merasa aman untuk ke sekolah," kata Nadiem menegaskan.