Sabtu 08 Aug 2020 05:02 WIB

Skenario di Balik Tragedi Beirut

Meski belum rinci, skenario di balik tragedi Beirut itu, sudah kita baca.

 Seorang tentara berjalan di lokasi ledakan yang hancur di pelabuhan Beirut, Lebanon, Kamis 6 Agustus 2020.
Foto: AP / Thibault Camus
Seorang tentara berjalan di lokasi ledakan yang hancur di pelabuhan Beirut, Lebanon, Kamis 6 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Lili Nur Aulia, Sekretaris Institut Indonesia 

Pemerintah Lebanon telah menetapkan Beirut sebagai kota bencana. Pasca ledakan dahsyat pada Selasa (4/8) lalu di pelabuhan Marfa’ Beirut, kondisi negeri yang tengah dililit krisis politik dan ekonomi itu kini seperti terkapar.

Hal ini menyusul tingkat kerugian yang lebih dari 15 miliar dolar AS, 70 persen kemampuan ekonominya hilang, ribuan orang luka memenuhi ruang-ruang di rumah sakit terancam wabah corona, dan 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Dunia internasional turut berkabung dan tergerak untuk memberi bantuan kemanusiaan.

Ragam pandangan dan analisis mengenai apa dan siapa di balik ledakan yang mengingatkan bom Hiroshima-Nagashaki ketika Perang Dunia II itu pun bermunculan. Bagaimanakah skenario liar di balik ledakan tersebut?

Skenario pertama yang muncul, dalang itu semua adalah Israel. Analisis bahwa Israel di balik ledakan berkembang cukup cepat. Sejumlah saksi mata, sebagaimana dikutip sejumlah media, mengaku melihat pesawat Israel menembakkan rudal ke lokasi ledakan.

Beredar pula secara viral, video detik-detik ledakan besar yang dijelaskan sebagai bukti adanya serangan rudal ke lokasi ledakan. Thumbnail video menggambarkan adanya salah satu missil yang akan jatuh ke lokasi. Namun ketika diteliti tidak terlihat serangan rudal pada video tersebut.

Mengapa Israel dituding terlibat? Negeri Zionis itu memang memiliki akar konflik yang panjang dengan milisi Hizbullah Lebanon. Serangan yang dilakukan, jika benar, adalah untuk menghabisi kekuatan Hizbullah yang menyimpan bahan peledak dalam jumlah besar di Lebanon.

Di samping itu, kasus kebakaran di Iran pada Juni dan Juli, termasuk kebakaran di fasilitas nuklir Iran di Natanz, juga diduga sebagai pekerjaan Israel. Ledakan di Lebanon, termasuk rangkaian serangan Israel terhadap kepentingan Iran yang memasok Hizbullah, di Libanon.

Hizbullah memang diberitakan memiliki simpanan amonium nitrat dalam jumlah besar di sejumlah tempat. Pada Mei lalu, ditemukan gudang bahan peledak di Jerman milik Hizbullah, yang menyebabkan Berlin melarang aktivitas Hizbullah. Dan, itu berdasarkan rekomendasi Mossad Israel.

Skenario kedua terkait dugaan keterlibatan Hizbullah. Sejatinya, siapa pun dan apa pun skenario di balik ledakan yang mengerikan ini, peran Hizbullah yang pro Iran, mau tidak mau, pasti terlibat. Hasil penyelidikan paling awal menyebutkan, lokasi ledakan adalah tempat penyimpanan amonium nitrat milik milisi Hizbullah. Bahan kimia itudisimpan selama sekitar enam tahun.

Hampir tidak mungkin ada penyimpanan amonium di pelabuhan Beirut selama itu tanpa dipedulikan oleh pihak berwenang, pelabuhan, atau bea cukai yang tidak mengetahuinya. Apalagi jumlahnya fantastis: 2.750 ton. Kecuali jika Hizbullah memang kuat memegang kendali Lebanon.

Itu sebabnya publik Lebanon tidak terlalu cenderung membaca siapa dalang di balik ledakan. Mereka menyampaikan bagaimanapun rezim Lebanon yang banyak dikuasai oleh tokoh pro Iran dan pro Hizbullah, memang punya keterlibatan yang besar.

Banyak juga yang memunculkan analisis bahwa ledakan itu adalah karya Hizbullah sebagai pesan untuk Gerakan Masa Depan dari rakyat Lebanon. Alasannya, ledakan terjadi sebelum pengumuman keputusan pengadilan internasional yang mengadili anggota Hizbullah secara in absentia atas pembunuhan mendiang Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri.

Keterpurukan rezim Syiah pro Iran di berbagai negara seperti Irak, Suriah, dan Lebanon, kian sulit untuk ditutupi. Kepemimpinan pro Iran dalam satu tahun terakhir diguncang aksi demo besar karena krisis ekonomi, politik, dan keamanan.

Konon lagi, ledakan di Marfa’ Beirut dimunculkan untuk mengalihkan isu keterpurukan tersebut. Tujuannya untuk mengundang simpati dunia, termasuk simpati dalam negeri untuk kembali bersatu dan berdamai karena bencana.

Selain analisis di atas, skenario ketiga, diduga ledakan itu terkait hubungan Iran, Lebanon, dan Suriah. Modus peledakan adalah untuk mengaburkan informasi bahwa Suriah mendapat pasokan bahan peledak dari Iran melalui Hizbullah di Lebanon. 

Apa tanggapan Amerika Serikat? Tanggapan melalui Presiden Donald Trump boleh jadi cukup penting untuk membaca sedikit, siapa yang ada di balik ledakan dahsyat di Lebanon. Pernyataan pertama Trump beberapa saat setelah ledakan bahwa ledakan itu sebagai serangan yang mengerikan. Namun dua hari berikutnya, Trump menarik ucapannya itu. Ia kemudian menyampaikan kemungkinan ledakan terjadi karena serangan atau juga kecelakaan.  

Trump yang pro Israel, biasanya menyampaikan informasi secara langsung dan terbuka atas berbagai peristiwa sesuai informasi yang ia dapatkan. Jika dalam pernyataan pertamanya Trump menyimpulkan ledakan Lebanon karena serangan, maka pihak tertuduh pelaku penyerangan jelas Israel yang memang memiliki akar konflik dengan Hizbullah.

Kemungkinan Trump mengubah pernyataannya karena bisa menjadi bumerang bagi Israel. Jika Trump memiliki informasi awal tentang penyerangan Israel, sepertinya Trump akan mengatakan sesuatu yang melindungi Israel dan menuduh Hizbullah sebagai pelakunya.

Alhasil, siapa terlibat? Israel dan Hizbullah, sama-sama mempunyai catatan berat tentang pelanggaran hak asasi manusia. Israel dengan kejahatannya terhadap penduduk Palestina, dan milisi pro Iran termasuk Hizbullah yang melakukan banyak pelanggaran HAM di Irak dan Suriah. Dua kubu itu, beberapa waktu terakhir sama-sama saling mengancam dengan serangan yang mirip ledakan Beirut, baik kaitannya dengan pelabuhan atau dengan amonium nitrat.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengangkat soal penyimpanan bahan peledak berbahaya milik Hizbullah di Beirut. Dalam pidato yang dihimpun situs resmi Kementerian Israel pada 6 Agustus 2020. Ia bahkan memperlihatkan titik-titik lokasi penyimpanan zat berbahaya. Menurut Netanyahu, zat kimia berbahaya itu merupakan milik Hizbullah, direncanakan akan dijadikan bahan baku pembuatan ribuan rudal.

Sementara Hizbullah, beberapa bulan terakhir juga menyatakan secara terbuka akan melakukan serangan kepada Israel, menggunakan bahan amonium nitrat yang dimiliki, salah satunya di Haifa. Bahan amonium nitrat sulit meledak sendiri. Amonium nitrat tidak meledak sampai setelah terkena panas beberapa ribu derajat.

Banyak tudingan yang mengarah ke Israel, tetapi hingga saat ini belum ada bukti untuk hipotesis itu. Sejumlah tuduhan adanya serangan Israel di balik ledakan di Marfa' disampaikan oleh pejabat Hizbullah. Namun, belum ada validasi data yang kuat tentang hal ini.

Sementara, penyelidikan awal menyebutkan, ledakan diawali kebakaran di gudang nomor 9 dan memberikan efek panas dan meluas ke gudang 12 tempat penyimpanan amonium nitrat hingga memicu ledakan besar.

Meski belum bisa disimpulkan lebih rinci, tapi siapa-siapa yang menjadi aktor di belakang ledakan besar di Beirut itu, sudah kita baca. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement